20. Jatuhnya Kapal

96 13 3
                                    

"Sialan! Tempat ini berbahaya kau tau?! Kita semua hampir mati."

Soonyoung berseru marah, ia mendorong Hansol dan memberi tatapan tajam pada pria itu.

"Jika bukan karenamu kami tidak perlu sampai seperti ini," katanya lagi, ia benar-benar kesal.

Hansol tidak diam saja, ia balik menatap tak senang pada Soonyoung.

"Aku tahu bodoh! Aku juga membantu menyelamatkan mereka, bukan kau saja yang hampir mati."

"Kau ini benar-benar."

Soonyoung mengepalkan tangannya geram, hendak melayangkan tinju pada Hansol namun ditahan oleh Seungcheol dengan memberikan perisai di antara dua orang itu.

"Jangan bertengkar," kata Seungcheol.

Yang lain kini tengah beristirahat, gurun menjadi sangat dingin ketika malam karena itu mereka berkumpul mengelilingi api untuk menghangatkan diri.

Kini amarah Soonyoung beralih pada Seungcheol, ia menarik kerah baju pria itu, nyaris mencekiknya. Memberikan tatapan tajam lalu melayangkan satu pukulan pada rahang Seungcheol.

"Ini semua salahmu!" cerca Soonyoung kemudian, "jika bukan karena cerita konyolmu tentang negeri bodohmu itu kami tak perlu sampai seperti ini, kami masih hidup layak di Seoul."

"Soonyoung"

Wonwoo berucap dingin, bermaksud menegur kelakuan Soonyoung yang sudah diluar batas.

Soonyoung ganti marah kepada Wonwoo, "lihat Wonwoo! Lihat apa yang sudah kau lakukan, kau royal sekali dengan penipu ini lalu apa yang dia berikan padamu? Sebuah kesengsaraan."

"Apa-apaan kau ini," balas Wonwoo sengit, ia berdiri berjalan mendekati Soonyoung, "mengapa kau menyalahkannya."

"Itu memang salahnya."

"Dia juga tidak tahu akan terjadi hal seperti ini."

"Oh iya, salahkan saja takdir." kata Soonyoung sambil tersenyum sinis, "tidak tahu akan seperti ini, tidak tahu akan seperti itu bla bla bla. Makanya jika kau tidak tahu takdir apa yang akan menimpamu jangan melakukan hal-hal yang beresiko. Sekarang apa? Kita terjebak di tempat ini, di samudra tak berujung, kita semua akan mati di sini."

"Jaga ucapanmu Soonyoung," tekan Wonwoo, alisnya menukik tajam, "tidak akan ada yang mati, kita akan selamat."

"Haha," Soonyoung tergelak hambar, "selamat? Kita hampir mati barusan, apa kau bisa menjamin kita tidak akan mati Won?  Buktikan!"

"Kalian hentikan!"

Seruan dari Jeonghan membuat dua insan itu terdiam. Jeonghan menghembuskan napas gusar lalu berdiri, menjauhi kerumunan untuk mendapatkan waktu sendiri.

Kemudian Joshua juga berdiri, menyusul kemana Jeonghan pergi.

Sementara Soonyoung menatap sinis pada Wonwoo lalu berbalik, berjalan menjauh dari mereka.

Wonwoo menatap punggung Soonyoung yang berjalan menjauh, ia lalu mengulurkan tangan pada Seungcheol yang tampak syok dengan pertengkaran mereka.

Seungcheol berdiri, membungkuk minta maaf, "maafkan aku membuat kalian semua ada dalam bahaya, maafkan aku tidak bisa melindungi kalian."

"Oh ayolah tidak serta merta itu salahmu," kata Wonwoo.

Hansol menatap mereka, ia tahu ia bersalah dan malas menjadi bulan-bulanan. Karena itu ia membentangkan sayapnya lebar-lebar lalu terbang menjauh, tak mau berurusan dengan orang-orang ini untuk sementara waktu atau mungkin selamanya.

"Jeonghan," panggil Joshua pada Jeonghan yang duduk diam di atas pasir, kepalanya tertunduk dengan kedua tangan menutup wajah.

Joshua duduk di sebelah Jeonghan, ia mengerti perasaan pria itu. Ia juga merasakan hal yang sama. Sangat sulit menghadapi ini semua.

Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang