Chapter sixteen ~~

Mulai dari awal
                                    

***

Rigal menatap datar banyaknya bocah sedang tawuran ditengah jalan. Sekarang dirinya berniat pulang menuju apartemen setelah membeli berbagai macam makanan di mini market.

Perutnya sudah berbunyi, yang berarti meminta untuk diisi sesegera mungkin. Tapi lihatlah! bocah-bocah pengganggu ini malah mengabaikan dirinya yang tengah menonton mereka.

Bocah ini bukan semuanya bocah SMA. Mungkin mereka anak geng seperti UL?

Wajar saja, yang anak geng tau memang hanya tawuran dan balapan liar. Tapi dengan malas Elvian akui, mereka memang saling melindungi.

Tapi bagi dirinya, kata 'saling melindungi' hanya bualan orang-orang yang bahkan tidak sanggup melindungi dirinya sendiri.

Karna Elvian bisa menopang dirinya sendiri, dan dirinya sanggup. Lalu untuk apa bergabung dengan hal yang merepotkan hanya untuk mendapatkan kata saling melindungi?

Jika itu Elvian, maka dengan lantang ia katakan, bergabung dengan geng yang hanya bisa saling melindungi adalah hal yang percuma.

Pemikiran Elvian tidak salah.. hanya saja, pemikirannya berbeda dengan mereka.

***

Sudah 15 menit berlalu, dan Rigal masih setia duduk dimotornya menonton dan menunggu kegiatan mereka selesai.

Tapi, mereka tidak kunjung selesai juga!

Dengan ogah-ogahan Rigal turun dari motornya dan berjalan mendekati bocah yang paling menonjol disana.

Kerah baju nya Rigal tarik hingga bocah itu terkejut dan menatap tajam Rigal yang memasang wajah flat nya.

"Lo apa-apaan sih?!" Teriakan bocah itu mengundang atensi semua bocah disana. Hingga tawuran secara spontan terhenti karna teriakan itu.

Rigal menatap datar bocah itu. "Minggir" desis Rigal tajam.

Bocah itu menatap Rigal garang. Walau binar ketakutan tak bisa sembunyikan. "A-apaan sih! tinggal puter balik apa susahnya?"

'Puter balik apa susahnya?! jaraknya bahkan sampe 30 kilo dari sini kalo gue puter balik. Gimana nasib bayi gue yang udah dari tadi meronta minta diisi?!' batin Rigal suram.

Bugh

Bugh

Bugh

Krekk

Bugh

Dor

Dor

Tanpa aba-aba Rigal menumbangkan 20 orang, hanya dengan beberapa waktu. Menunggu bocah itu mengalahkan mereka mungkin perlu waktu 2-3 jam lamanya.

Lebih baik Rigal yang turun, dan membuat mereka menyingkir dari jalan.

Sementara bocah yang tadi ditarik kerahnya oleh Rigal, diam membatu. Menatap tak percaya Rigal yang tadi masih ada dibelakangnya, sekarang berada tepat di depannya lengkap dengan lumpuhnya semua musuh.

Pistol yang Rigal layangkan tadi menuju ke atas, bukan ke arah bocah-bocah disana.

Rigal.. hanya menendang dan memukulnya saja kok.

Tapi mereka yang memang sangat lemah, langsung tumbang hanya dengan satu pukulan Rigal.

"K-Kita minta maaf, bang.. lo udah boleh lewat" Ujar salah satu bocah berambut hitam. Tatapan bocah itu tajam dan tenang. Namun juga penuh ketakutan saat menatap Rigal.

Tidak seperti tatapan Rigal yang tajam namun kosong tak ada apapun. Membuat jiwa bocah itu entah mengapa ingin segera pergi menjauh dari jangkauan Rigal.

Rigal menatap datar bocah itu. "Dia-

Rigal menunjuk bocah yang ia tarik kerah bajunya.

Nyuruh gue puter balik"

Mendengar itu, bocah berambut hitam segera menyenggol lengan sang ketua. "Xan" desisnya lirih.

"Y-yaelah, sono dah pergi. L-lewat sini udah boleh kok!" Ujar 'Xan' terbata.

Tanpa basa-basi Rigal mengangguk dan berjalan ke arah motornya, ia menjalankan nya dengan cepat setelah bocah-bocah itu menyingkirkan musuh-musuh mereka yang pingsan memenuhi jalan.

"Lo nggak papa kan Xander?!" Tanya anggota inti- Julian

Xander- bocah yang Rigal tarik kerah bajunya sekaligus ketua geng itu menggeleng. "G-gue nggak papa"

"Dia hebat banget, Xan! gimana kalo dia kita masukin ke geng kita?" Tanya bocah berambut pirang- Zitto

Xander dengan cepat menggeleng. "Kalo dia masuk geng, yang ada anak-anak jadi kalem semua! nggak bakal ada yang berani bicara karna tampang dia yang nyeremin! Liat tuh Azura- bocah berambut hitam, dia yang paling tenang aja tadi keliatan takut banget sama dia, gimana anak-anak coba?!" Kesal Xander.

"Mungkin takut tadi Azura liat nyeremin cowok" ujar Cedric tak jelas. Wajah babyface itu nampak bonyok. Tapi sanggup berbicara dengan logat khasnya(setiap katanya acak) dengan benar.

15 orang- Xander sebagai ketua, 6 inti, dan 8 anggota menatap Cedric tak paham.

"Dedek jangan ngomong yah? dedek kalo ngomong ngang ngong ngang ngong soalnya" Ujar Vio- bocah bermata biru dengan lembut.

Cedric mengangguk, lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebiji permen lalu memakannya.

"Musuh udah kalah nih.. kita ke markas atau langsung pulang aja boss?" Tanya Zion- inti geng, dengan nada tak sabar

"Markas dulu" jawab Xander.

Tapi sebelum pergi, Xander kembali membuka suara. "Tian! lo hacker kan?" Tanya nya pada salah satu anggota.

Tian mengangguk. "Iya bos!"

"Lo bisa selidiki dan cari informasi orang tadi nggak yan?"

Tian menatap Xander tak pasti. "Nggak tau juga bos.. kita ke markas dulu aja deh, nanti gue coba cari tau orang tadi disana"

Ucapan Tian membuat Xander mau tak mau mengangguk. "Scenario geng! kita kembali!"

Scenario geng pergi dengan motornya masing-masing. Meninggalkan 20 orang yang tumbang dipinggir jalan karna pukulan Rigal, dengan tatapan acuh tak acuh.

Siapa yang mau menolong musuh? orang gila?





















Thank you very much to the readers of this book. Makasih buat reader yang selalu vote and komen di cerita ini. Aku berharap kalian setia nungguin cerita ini sampe selesai.. aku beneran semangat banget up kalo kalian rajin vote dan komen ceritaku, semoga terus gitu sampe cerita ini selesai! keep reading Rigala, okey?

RigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang