• Dua •

80 14 0
                                    

Hari libur memang adalah hari yang paling menyenangkan bagi Gita. Seharian ia bisa menghabiskan waktu dengan tidur, bermain game, menonton film, lalu kembali tidur hingga sore hari. Sesekali ia mengecek notif di ponselnya, memastikan bahwa tidak ada pesan dari si pengganggu Dina. Itu tandanya ia terbebas dari jeratan acara malam akrab yang seharusnya diselenggarakan sejak pagi tadi.

Gita melirik jam di ponselnya, pukul dua siang. Matanya terasa berat dan berulang kali menguap. Jadi ia putusakan untuk tidur siang. Tak lupa ia mematikan saluran data ponsel miliknya agar tidak ada yang mengganggu.

Merasa baru saja memejamkan mata, telinga Gita samar-samar mendengar suara ketukan pintu. Ia menggeram seraya menggeliat serta menutup telinganya dengan bantal untuk menghalau suara yang mengganggu tidur siangnya.

"Gita, bangun! Udah sore nih!" Teriak wanita paruh baya dari depan pintu kamar sembari terus mengetok pintu kamar Gita.

Wanita paruh baya yang biasa dipanggil Mama oleh Gita itu pun mendengus. Anak bungsunya itu memang sangat susah dibangunkan jika sudah tertidur pulas. "Kalian masuk aja ke kamar Gita, dia tidur mati," ucap Mama kepada Dina dan Pebi yang sedari tadi berada di ruang tamu.

"Oke tante," jawab Dina bergegas naik ke lantai dua tempat di mana kamar Gita berada.

Tanpa mengetuk atau mengucapkan salam, Dina menerobos masuk dan langsung melompat ke atas kasur. "GITA, BANGUN!" Teriaknya mengambil bantal yang menutupi wajah Gita hingga cewek itu mengerang kesal.

"Berisik!" Amuk Gita meski masih setengah sadar.

Pebi menarik tangan Gita agar segera bangun. "Ayo Git, ini sudah jam empat sore," ujarnya.

Lagi lagi Gita mengerang bahkan sampai berteriak. Ia mengucek matanya agar bisa melihat dengan jelas siapa yang berani menganggu tidurnya yang nyenyak.

"Kalian berdua ngapain sih?" Tanya nya masih kesal. Seharusnya ini menjadi hari menyenangkan di kehidupan Gita tetapi kedua gadis itu menghancurkannya. "Bukannya kalian ada di acara makrab angkatan?" Gita kembali bertanya.

"Tadi gue udah bilang ke Irwan kalau kita gak bisa ikut acaranya dari pagi. Jadi, kita disuruh datang sore deh," jelas Dina.

"Yaudah, terus kalian ngapain ke sini? Kenapa gak langsung ke tempat acaranya aja?"

Pebi menggelengkan kepala, "Kita gak akan pergi tanpa lo. Lagian nama lo juga udah ada di daftar peserta. Sayang kan kalau gak datang. Setidaknya lo absen muka deh."

"Gak akan ada ngaruhnya juga kalau gue gak datang, Pebi!"

"Ssssttt... udah gak usah pada ribet. Mending sekarang lo masuk kamar mandi dan siap-siap. Kita berangkat sekarang!" Ulti Dina melempar handuk ke wajah Gita.

Gita mengumpat pelan seraya berdiri dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Di depan kaca ia mengomel karena kesal dengan sikap bossy temannya itu. Yang lebih membuatnya heran adalah ia selalu berakhir dengan menurut apa perkataan dua cewek itu. Padahal ia sudah menolak sekuat tenaga.

Dua puluh menit kemudian Gita sudah siap. Ia membawa sebuah ransel yang berisikan baju ganti, peralatan mandi dan juga selimut. Walau Gita tahu ia pasti akan begadang semalaman karena tidak bisa tidur di tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya.

"Tante, pergi dulu ya!" Pamit Dina dan Pebi.

"Hati-hati di jalan."

Gita mencium punggung tangan Ibunya seraya mengikuti langkah Dina dan Pebi keluar dari rumah. Gita berencana mogok bicara hingga akan diam sampai waktu yang tidak ditentukan. Itu sebagai protes atas perlakuan yang baru saja diterimanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 23 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Right When I Left YouWhere stories live. Discover now