Heart Flight ✈ Chapter 14

129 1 0
                                    

Jihan memejamkan mata. Ia tidak sanggup untuk melihat apabila Wildan benar-benar memperkosanya. Apakah dia akan kehilangan harga dirinya untuk kedua kali?

“ Pfft— “

Jihan membuka sebelah matanya. Lama ia memejamkan matanya tadi tetapi ia tak merasakan apapun. Tak ada yang terjadi. Ia sama sekali tidak sadar kalau reaksi dirinya yang ketakutan menjadi hiburan tersendiri untuk Wildan. Sungguh pemandangan yang menggemaskan.

“ Bisa takut juga ternyata,”

Kini Jihan membuka kedua matanya saat mendengar kata-kata itu.  Tetapi tak sempat ia melihat wajah Wildan, bibir tipis pria itu sudah menyambar bibir mungilnya, memberikan ciuman singkat untuknya.

Wildan lalu membantu Jihan duduk sekaligus menyingkir dari atas tubuhnya.

“ Nggak lucu, Anjing!” gerutu Jihan dengan bibir mengerucut.

“ Woof! Woof!”, Wildan malah membalas dengan menggonggong beneran dan menjulurkan lidah, seperti seekor anjing yang semangat mengajak main tuannya, yang malah membuat Jihan menjauh sambil memasang wajah cringe. Melihat itu, Wildan terkekeh.

“ Kok Bapak tahu cluster saya dimana? “

“ Saya juga tahu alamat rumah kamu, nomor WA, alamat e-mail, messenger ID, sekolah SMA, tanggal lahir, zodiak, golongan darah, tinggi, berat badan, nomor sepatu, sama nomor celana dalam kamu,”

Sejenak Jihan kagum bercampur heran dengan semua pengetahuan yang dimiliki Wildan tentang dirinya. Tetapi ucapan terakhir Wildan membuat Jihan ingin bakar diri sekarang juga karena bahkan ia sendiripun tak pernah tahu nomor celana dalamnya.

Sadar keanehan yang dirasakan Jihan, Wildan pun meralat.

“ Oke. Yang terakhir itu bercanda. Tapi yang lainnya beneran. Nyari cluster itu perkara mudah. Nggak ada apa-apanya,” ujarnya bangga diri. Sama sekali tidak ingat kalau dia bahkan rela berakting pura-pura manis pada Shalin— adik dari pramugari bernama Selvina yang pernah menciumnya lalu mengatakan pada semua orang kalau Wildan lah yang melakukan pelecehan terhadap Selvina.

Bukankah itu sungguh menjijikkan?

Sangat, bagi Wildan.

Dan Wildan harus rela bersusah payah mengempeskan ban mobilnya sendiri supaya punya alasan kuat untuk singgah ke rumah Jihan.

So, apanya yang perkara mudah?

Jika bukan berkat otak cerdasnya dan wajah tampannya ia mungkin tak akan bisa menemukan cluster Jihan dari 70 cluster para training lainnya.

“ Oh ya, sebenarnya saya kesini untuk ngasih tahu kamu sesuatu, kalau untuk mengikuti pelatihan preparation flight attendance, perusahaan mengajukan satu syarat,”

Jihan mengernyitkan dahi. “ Syarat? “

Wildan mengangguk. “ Um! “

“ Syarat apa? “

“ Melengkapi administrasi supaya bisa ikut pelatihan  itu,”

Otak Jihan mulai bekerja. Uang lagi! Tapi, bukan hanya itu yang ia permasalahkan. Mengapa hanya untuk memberitahukan itu Wildan harus repot-repot mencari cluster-nya?

“ Terus? “, tanya Jihan acuh.

“ Terus.. ya.. kemungkinan kamu gagal kalau nggak melengkapi syarat administrasi walaupun udah lolos tahap flight training,”

“ Bukan itu. Maksud saya, terus kenapa Bapak harus datang ke cluster saya? Kan bisa nelfon atau nge-chat, bisa kan? ”

“ Karena... ah.. Jadi gini, saya ini nggak tahu ya kita ini jodoh atau gimana, tapi ban mobil saya kempes, kebetulan dari jendela saya ngeliat kamu, jadi sekalian mampir. Boleh kan, Cantik? “

Jihan memutar bola matanya malas. Untuk apa di jawab? Ia bilang tidak pun laki-laki itu tidak akan enyah dari kehidupannya. Jadi, biarkan saja Buaya itu bermonolog. Toh, nanti dia akan capek sendiri.

“ Ngomong-ngomong, dapur kamu dimana? “

Belum Jihan menjawab, Wildan sudah beranjak. Ia melangkah tanpa canggung seolah cluster itu adalah miliknya. Lantas Jihan pun mengikuti langkahnya.

“ Heh, heh! Mau kemana? “

Sesampainya di dapur, Wildan mengambil piring, pisau, dan chopping block. Yang membuat Jihan terpukau, ia bahkan tahu dimana Jihan meletakkan ketiga benda tersebut.

Wildan lalu memindai barbeque yang dibelinya ke atas chopping block, kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian kecil dan terakhir meletakkannya di atas piring milik Jihan itu. Aroma saus hitam barbeque menyengat hidung Jihan, terasa menggodanya untuk meneteskan air liur. Terlebih ketika melihat sosis dan beef yang beberapa bagiannya berwarna hitam dan tampak empuk.

Tanpa Jihan sadari Wildan membawakan hidangan itu ke hadapannya. Matanya terlalu fokus pada barbeque enak itu. Ia yakin orang bodoh manapun tak akan menolak hidangan selezat itu.

Tangan Jihan reflek terangkat untuk meraih garpu dan menusuk salah satu potongan. Dari cara ia mengunyah, Wildan dapat menilai kalau makanan itu sangat lezat dan Jihan pasti sangat menyukainya.

“ Gimana? Enak? “, tanya Wildan.

Jihan tidak menjawab, masih asyik dengan dunianya sendiri yang mengagumi kelezatan dan keempukan khas daging sapi wagyu di mulutnya.

‘Seenak-enaknya pasti tetap lebih enak kamu pas saya cicipin’ batin Wildan. Isi celana dalamnya mulai bergejolak ketika Jihan menjilat bibir bawahnya sendiri karena merasa saus berbeque yang lumer tertinggal di bibirnya.

Gadis menggemaskan itu terlihat sangak seksi dan menggoda, membuat Wildan menelan ludahnya sendiri tanpa sepengetahuan Jihan, bahkan terlihat jelas dari jakunnya yang bergerak-gerak. Cara Jihan menjilat dan menggigit bibirnya sendiri begitu menggodanya.

Maka tanpa instruksi ia beranjak. Secepat kilat menarik tengkuk Jihan hingga membuat sang pemilik membelalakkan matanya. Wildan menyesapi bibirnya, ikut membersihkan dan ingin merasakan saus barbeque yang tertinggal di mulut Jihan.

Jihan tidak sempat bereaksi karena sudah begitu shock. Tidak menyangka kalau akan ‘diserang’ seperti ini. Yang ia rasakan hanyalah kedua belah bibir mungilnya lembab karena bersentuhan dengan bibir Wildan.

Beberapa detik berlalu dan Wildan menjauhkan diri.

Menatap Jihan intens dan berkata.

“ Iya juga. Enak ya,” sama sekali tak peduli bahwa nyawa Jihan saat ini belum terkumpul akibat terlalu shock. Gadis manis itu hanya bisa mengedipkan matanya yang tiba-tiba terasa kaku dengan susah payah.

Wildan terkekeh dan kembali duduk. Menikmati pemandangan wajah Jihan yang menggemaskan ditambah semburat merah yang muncul di kedua pipi chubby-nya.

*

Kedua insan berselisih usia tujuh tahun itu sedang menonton dengan keadaan canggung. Perlu digaris bawahi bahwa sebenarnya hanya Jihan lah yang merasa canggung, sedangkan Wildan tidak. Laki-laki itu malah santai mengotak-ngatik remote mencari channel yang menarik seolah TV itu adalah miliknya. Berbeda jauh dengan Jihan yang masih mencoba mengumpulkan nyawanya yang tertinggal di dapur tadi.

Salahkan Wildan yang seenak jidatnya menciumnya tiba-tiba.

Atau.. salahkan dirinya yang terlalu mudah shock.

‘Ini makhluk kapan pulangnya sih?’ batin Jihan, karena ia mulai merasa sepertinya Wildan mulai betah dan khawatir akan menganggap sedang berada dirumahnya sendiri.

“ Tenang aja, saya udah panggil petugas service untuk bawa dan perbaiki mobil saya di bengkel,”

Jihan melirik dari bawah. Bagaimana laki-laki ini bisa menjawab isi hatinya?

“ Saya nggak tanya gimana nasib mobil Bapak. Saya cuma mau ingetin kalau jam berkunjung Bapak tinggal 15 menit lagi, karena setelah jam 6 sore itu waktu istirahat saya,”

“ Pffftt! “, Wildan menahan tawa. “ Kamu tidur jam 6 sore? Yang bener aja? Balita aja tidur jam 8 malam,”

“ Saya nggak bilang saya tidur jam 6 sore. Saya cuma bilang itu waktu istirahat saya. ME TIME! “, tekan Jihan mendekat ke Wildan dengan kedua mata di lebarkan.

Wildan memisahkan tangan Jihan yang bersedekap didepan dada dan menarik pinggangnya mendekat.

“ Gimana kalau 15 menit nya kita pake buat mesra-mesraan kayak di kolam renang? Kayanya kamu suka sentuhan saya waktu itu,”

Wildan memiringkan kepalanya, tetapi gagal mendapatkan bibir Jihan karena gadis itu memalingkan pandangannya.

“ Hutang saya udah lunas. Jadi stop sentuh-sentuh saya, Wahai Pak Wildan Yang Terhormat dan Termesum,”

“ Nggak mau tes satu ronde? “

*

“ Silahkan temui saya lagi kalau otak Bapak udah waras! ”, Jihan menutup pintu setelah menendang Wildan dengan paksa dari cluster-nya.

Bukannya marah Wildan malah mengulum senyum. Jihan benar-benar berbeda dari orang-orang yang pernah dia temui sebelumnya— dalam tanda kutip partner sex.

Tidak lama setelah Jihan mengusir Wildan, terdengar suara menggema dilangit. Gadis itu menghentikan langkahnya. Ia pikir sesaat lagi laki-laki diluar sana akan mengetuk pintunya dan memohon untuk kembali masuk. Tetapi selama lima belas menit berlalu Jihan tak mendengar apapun.

‘Kok gue bego banget sih? Kali aja dia cuma pura-pura bilang mobilnya rusak’ batinnya.

Maka dengan asumsi itu Jihan beranjak meninggalkan pintu utama dan masuk ke kamarnya. Seperti kebiasaannya sebelum tidur setiap malam, ia menggosok gigi dan mencuci wajahnya dengan scrub. Lalu mengganti bajunya dengan piyama dress dan tak lupa memakai penutup mata. Sepertinya ia akan tidur nyenyak di tengah hujan seperti ini.

*

02.00 AM

Jihan tersentak dari tidurnya dan menaikkan penutup matanya ke dahi. Lekas Jihan beranjak dan menyingkap tirai jendela untuk melihat ke bawah.

“ Nggak mungkin! Orang gila  mana yang mau nunggu satu malaman didepan rumah orang pas tengah malam kayak gini?! “

Jihan turun dari ranjang dan bergegas menuruni anak tangga untuk menghampiri satu-satunya mobil yang masih parkir didepan cluster-nya. Ia memang tidak peduli dengan Wildan, tapi dia masih punya hati nurani untuk tidak membiarkan orang kedinginan karena tidur diluar. Selain itu, keadaan Wildan yang tidur di mobil yang parkir di depan cluster-nya akan membahayakan imejnya. Tidak ada yang tidak kenal dengan pilot tampan itu, hampir seantero dunia penerbangan. Jihan tidak mau di cap jadi orang paling kejam karena tidak membiarkan senior bertamu kesinggah sananya.

Berlindung dibawah payung, Jihan mengetuk kaca jendela Wildan. Sedikit mengintip dan ia dapat melihat laki-laki itu memejamkan mata dengan airpods di kedua telinganya.

Meski tak ada tanda-tanda akan dibukakan, namun Jihan masih berusaha lebih keras untuk mengetuk. Yakin Wildan sudah tidur dan tulang jemarinya mulai sakit karena terus mengentuk Jihan pun meninggalkan. Masa bodoh dengan esok pagi, setidaknya dia sudah berusah—

[🔞] HEART FLIGHTWhere stories live. Discover now