Prolog

522 42 4
                                    

Pada mulanya kehidupan ku biasa saja. Sama sekali tidak ada yang menarik untuk dijadikan sebuah cerita. Normal, seperti kehidupan remaja pada umumnya. Mungkin ada beberapa hal yang berbeda, tetapi menurutku itu sangat tidak penting. Orang lain hanya akan menganggapku sebagai 'si pencari perhatian' jika ku ceritakan dengan detail bagaimana kehidupan ku yang sesungguhnya. Aku yakin, hanya sedikit orang yang percaya bahwa aku benar-benar menderita  atau mungkin sama sekali tidak ada.

Aku selalu membangun tembok tinggi nan kokoh untuk menghalau orang-orang masuk ke kehidupan ku. Semacam pertahanan diri karena aku tidak mau terlihat lemah. Bahkan aku sampai tidak percaya dengan adanya sebuah pertemanan, karena aku tidak memilikinya. Maksud ku, aku mempunyai beberapa teman, tetapi aku tidak percaya bahwa mereka tulus dengan ku. Aku menganggapnya seperti sebuah simbiosis mutualisme, dua organisme yang saling menguntungkan.

Begitu pun dengan masalah percintaan. Aku bukan tipe gadis lugu yang sok polos terhadap dunia. Aku pernah beberapa kali berpacaran, namun semua gagal. Terakhir aku mencoba untuk membuka gerbang istana ku, mereka malah mencoba untuk menghancurkannya dari dalam. Jadi ku habiskan hari-hari ku dengan bersenang-senang, seolah aku tidak memiliki masalah.

Lalu di suatu hari yang tidak pernah ku duga sebelumnya, aku bertemu cowok itu. Aku masih ingat secara rinci bagaimana awal pertemuan kami. Singkat, padat dan sama sekali tidak menarik. Dia sosok yang sedikit bicara dan sok terlihat misterius, sama sekali bukan tipe ku. Terpaksa ku ladeni demi memuaskan hasrat orang-orang sekitar yang mengira aku ini cewek gila penyuka sesama jenis. Padahal aku memang berniat untuk sendiri hingga waktu yang tidak di tentukan.

Dikta, nama cowok itu.

Pertama kali meminta pertemanan pada akun sosial media ku setelah ia melihat sebuah video di salah satu akun pengikut di sosial medianya. Dia tidak mengirimi ku pesan, tetapi ia menyampaikan salam untuk ku melalui teman kelas ku. Saat itu ku anggap angin lalu. Lalu aku ingat bahwa aku pernah berjabat tangan dengannya di malam ketika kami mengadakan acara penyambutan mahasiswa baru di fakultas yang ku tempuh. Dunia memang terasa sangat sempit bukan?

Singkatnya, kami hanya berkenalan selama tiga hari. Setelah itu beredar kabar bahwa kami sudah menjalin hubungan. Aku bukan anak populer, tapi pada saat itu berita bahwa aku sudah memiliki pacar menjadi pembicaraan panas oleh rekan seangkatan ku. Ditambah aku pernah digosipi menjadi orang ketiga diantara hubungan ketua angkatan dengan pacarnya yang sudah hampir lima tahun lamanya. Aku merasa bahwa bernapas saja aku selalu salah. Bagaimana jika aku melakukan hal di luar nalar? Panasnya mengalahkan headline berita selebriti di acara penikmat gosip.

Selanjutnya hubungan kami berjalan selayaknya orang berpacaran. Meski ku akui aku agak sedikit jahat karena sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa pada cowok itu. Sedangkan dia menjukkan bahwa ia mulai menyayangi ku. Entah hanya gimmick atau dia merasa aku adalah gadis yang berhasil menakluk kan egonya.

Setahun, dua tahun, semua berjalan lancar. Hingga di tahun ketiga semuanya berbuah menjadi petaka. Sejak awal aku memang tidak menginginkan cowok itu tetapi cowok itu berusaha meruntuhkan tembok tinggi yang dengan susah payah ku bangun. Dan apa yang ku takutkan selama ini berubah menjadi kenyataan.

Aku kembali membuka pintu istana ku yang sudah lama tertutup rapat. Membiarkannya masuk dan menetap untuk waktu yang cukup lama. Hingga seseorang datang mencari dan menganggap bahwa aku adalah seorang penyihir yang mencuci otak si pangeran agar terus berada bersama ku di dalam istana. Sudah ku katakan untuk sesekali kembali, tetapi perkataanku sama sekali tidak diindahkan. Pada akhirnya, aku kembali menjadi penjahatnya.

Ditengah kabar duka yang ku dengar, aku mengambil sebuah keputusan. Keputusan untuk mengusir sang pangeran dari dalam istana ku. Aku tidak menyesali keputusan tersebut, aku malah menginginkannya. Meski aku harus kehilangan satu-satunya penghuni yang membuat istana ku hidup kembali. Berbagai upaya di lakukan sang pangeran agar bisa kembali masuk, tetapi aku selalu mengagalkannya.

Hingga suatu hari aku mulai lelah dan memilih untuk merubuhkan istana ku. Membiarkan diriku terkubur bersama reruntuhan itu bertahun-tahun lamanya.

Bangunannya memang sudah tidak ada, tetapi sampai kapan pun kenangannya tidak akan pernah hilang, meski telah di bangun istana baru sekalipun.

Right Where You Left Me
by
Taylor Swift


👑


Selamat datang di dunia fantasi ku yang lain.
Ternyata sudah 4 tahun sejak buku terakhir yang ku terbitkan aku sudah nyaris tidak menulis apa-apa. Meski sebenarnya banyak hal yang ingin ku tuangkan namun terhalang waktu dan tenaga yang habis di kehidupan nyata ku.

Btw, cerita ini agak sedikit berkesan untuk ku. Semoga aku bisa menyelesaikannya sebagai bentuk permintaan maaf yang tidak akan pernah bisa ku ucapkan. Aku tidak berharap ada yang membacanya, karena tujuanku memang sebagai bentuk apresiasi saja.

Sebelumnya terima kasih untuk tahun-tahun berkesannya. Doakan aku agar tetap hidup untuk melanjutkan semua imajinasi-imajinasiku, ya!

Selamat membaca!

Follow me on ig :
@itsmeindriya
@dumpmeinn

22 Januari 2024

Right When I Left YouOnde histórias criam vida. Descubra agora