Chapter 27

120 10 0
                                    

Selamat datang di chapter 27

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

“A good friend will help you move. But a best friend will help you move a dead body.”

—Jim Hayes
____________________________________________________

—Jim Hayes____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mau ke mana lo?”

Pertanyaan itu muncul dari belakang punggung Tito yang berasal dari Lih.

Tanpa memecah fokus pada kegiatan memasukkan beberapa pakaian ke koper, Tito menjawab, “Mau balik ke Inggris.”

Balik ke Inggris? Dari mata setengah melek gara-gara masih mengantuk, Lih yang menguap lebar praktis memelotot dan dilanda kebingungan. Ia pun kembali bertanya, “Bukannya lo pesen tiket buat besok? Kok, jadi pagi-pagi buta gini?”

“Perubahan jadwal.” Lagi-lagi Tito tidak menatap Lih. Kali ini suaranya agak turun, tetapi sedikit ketus.

Beberapa menit lalu Tito masih tak mengeri kenapa rencananya membuntuti Jameka bisa melenceng. Mulanya memang berjalan mulus, sampai mobil Kevino tiba-tiba berbelok ke kiri dan tertutup mobil lain. Kondisi kendaraan yang agak padat di jalan tol waktu itu tak bisa digunakan Tito untuk mengejar mobil sport tersebut.

Alhasil, Tito gagal membuntuti mobil Kevino dan memutuskan untuk langsung ke kondominium Jameka. Ia mengantuk, butuh tidur karena beberapa hari tak mendapat kualitas tidur baik, tetapi pikirannya tak bisa berhenti berjalan sebab Jameka tak kunjung pulang.

Tito menunggu dan terus menunggu. Hingga akhirnya dini hari menjelang, Jameka baru pulang. Itu membuat kepala Tito bagai disiram air mendidih. Aneka spekulasi negatif tanpa permisi melesak dan bernaung dalam benaknya, yang akhirnya ia tumpahkan seluruhnya kepada Jameka. Ia pun tak mengerti kenapa hanya dengan omongan itu, Jameka bisa menangis. Padahal bahasa yang digunakan Tito merupakan bahasa sehari-hari mereka. Dan Jameka bilang ia keterlaluan. Keterlaluan.

Sekarang Tito mulai berpikir kegagalan itu pastilah terjadi akibat rencana yang disusun tergesa-gesa dalam waktu mepet. Sehingga tidak sempat membuat rencana cadangan, dengan perhitungan matang atas hambatan-hambatan yang mungkin dilalui.

Sementara, Lih yang sedari tadi memperhatikan Tito—tidak menyadari suasana hati pria itu yang muram—sibuk memendam kejengkelan. Selain dibangunkan pagi-pagi buta, menerima fakta Tito pergi ke Inggris lebih lama juga menjadi buah kekecewaan tersendiri bagi Lih. Itu berati Lih harus lebih lama menjadi asisten Jameka. Kegiatan balap liar yang menjadi gairah hidup Lih kembali tertunda dan lanjut dikuasai Arga. Ini tidak adil, tetapi mana mungkin Lih berani menolak?

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang