0.1 Arisan

37 3 0
                                    

Di hari rabu yang cerah tiba-tiba mendung, terdengar helaan nafas kesal dari Alana yang sedang memandang keluar jendela.

“Apa banget, tadi cerah sekarang mendung. Langit! Lo cewek ya?” ucapnya dengan pipi yang mengembung.

Tangannya dengan kesal merapihkan makanan yang akan ia bawa nanti ke rumah Bu Ade. Karena arisan komplek akan berlangsung di sana setengah jam lagi.

“Mami,” perhatian Alana teralih ke putra sulungnya yang tiba-tiba memanggil dan menghampirinya.

Raut kekesalan itu tiba-tiba berubah menjadi senyum semringah, “Apa sayang?” tanya Alana, ia berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan sang anak.

“Jarez boleh bawa ini?” tanya Jarez menunjukkan mainan truk kesayangannya.

“Boleh dong. Tapi di jaga baik-baik ya. Jangan berantem nanti sama si Bagas, anak Bu Marnih,” Jarez mengangguk sambil tersenyum lebar.

Thankyou mami,” ucapnya lalu mengecup pipi Alana, kemudian berlari menghampiri kembarannya yang sedang asik menonton film kartun botak sambil memakan biskuit.

Alana pun kembali merapihkan makanan sebelumnya. Karena arisan kali ini tidak hanya makanan dari tuan rumah, namun setiap anggota harus menyumbangkan makanan. Untuk meringankan beban si tuan rumah yang kini tengah hamil tua.

Setelah selesai ia menghampiri kedua buah hatinya untuk bersiap pergi ke rumah Bu Ade. Tadinya Alana mau meninggalkan si kembar di rumah, namun dirinya tidak yakin kalau di sana akan sebentar.

Setelah sampai di depan rumah Bu Ade, sudah terlihat bermacam-macam sendal berserakan di terasnya. Rasanya penyakit OCD Alana tiba-tiba kambuh. Entah angin darimana Alana merapihkan semua sendal tersebut dengan teratur.

“Mami sedang apa?” tanya Jaden yang melihat tingkah maminya.

“Beresin sendal. Gatel tangan mami mau beresin ini,” jawab Alana sambil merapihkan sendal-sendal tersebut.

“Kenapa tidak di garuk saja tangan mami?” tanya Jarez dengan wajah polos.

Alana tidak sempat menjawab pertanyaan putranya, dirinya sudah dikejutkan dengan suara sapaan dari dalam rumah yang ramai.

“Alana, kamu ngapain?” Alana yang tadinya menunduk langsung mendongak menatap orang dihadapannya.

“Eh teh Ani, ini teh, beresin sendal. Gatel mata Alana liatnya berantakan,” sahut Alana, ia mengubah posisinya yang tadi jongkok jadi berdiri.

Teh Ani hanya tertawa kecil melihat kelakuan ibu muda tersebut, “Ya ampun, Al. Kamu nih aya-aya wae. Sok atuh masuk. Udah di tungguin sama yang lain, mendung juga ih. Nanti gerimis,” titah teh Ani.

“Iya, teh. Ayo masuk twins!”

Sesampainya di dalam, suasana Bu Ade sudah sangat ramai. Banyak makanan tersaji di meja makan yang panjang. Beberapa orang saling berbincang dan ada juga yang memperhatikan si kecil yang sedang bermain.

Dua jam kemudian, suasana ramai tersebut tak kunjung sirna. Malah semakin meriah, dikarenakan acara dangdutan mendadak yang dipimpin oleh Alana.

Semuanya asik bernyanyi dan bergoyang bersama-sama. Si kecil yang tadinya rewel pun terhibur akan tingkah Alana dan para ibu-ibu lainnya yang dangdutan.

Setelah puas, mereka pun akhirnya duduk berkerumun di ruang tengah yang super luas milik Bu Ade. Semuanya menikmati sajian dari berbagai masakan.

“Anaknya cewek apa cowok, Bu?” tanya Bu Endang pada Bu Ade.

“Belum tau, Bu,” jawab Bu Ade seadanya.

“Aih, kumaha si Bu Ade, harusna cek atuh ka dokter kandungan,” cerocos teh Ani.

“Udah dong, teh. Cuma saya sama suami milih buat gatau aja biar suprise gitu,” balas Bu Ade dengan senyumannya.

“Waduh, nanti bingung gak tuh beli bajunya?” tanya Bu Ratih.

“Enggak dong. Saya belinya warna netral, jadi biar bisa masuk ke gender mana aja,” Bu Ratih hanya ber-oh ria.

“Bu ibu, ada yang udah denger berita baru hot hot gak nih?” tanya Bu Endang memulai topik pembicaraan baru.

“Apa tuh?”

Bu Endang tersenyum misterius sambil melirik Alana yang sedang menyuapi kedua anaknya makan.

“Si Alana katanya hamil lagi,”

“HAH?!”

Bukan ibu-ibu yang berteriak tersebut tetapi Alananya sendiri. Dia reflek menoleh ke arah Bu Endang. Semuanya juga ikut terkejut dengan teriakan spontan Alana.

“Kenapa kaget, Al? Betul kan?” tanya Bu Endang heran.

“Ih kapan Alana hamil? Ngarang ah Bu Endang,” ucap Alana menyangkal.

Semuanya menatap Bu Endang dan Alana bergantian.

“Waktu itu suami kamu cerita sama suami saya,”

Alana terdiam mendengar itu. Dia memikirkan darimana suaminya mengetahui dirinya hamil? Sedangkan dirinya saja tidak tahu sama sekali.

“Emang gimana ngomongnya?” tanya Alana penasaran.

Bu Endang menarik senyumnya, “Tuhkan bener hamil,” katanya.

Sontak ibu-ibu di sana langsung berseru senang. Mengetahui anggota termuda dari mereka, Alana sedang hamil.

“Selamat ya, Al,” kata teh Ani memberikan ucapan.

“Widih, si kembar bentar lagi punya adek nih,” ujar Karina, si ibu muda juga.

Alana yang diberikan ucapan itupun langsung kebingungan dan juga kewalahan menanggapi ucapan-ucapan tersebut. Dia melamun, berpikir keras. Dimana letak dirinya hamil?

“Aduh, ibu-ibu, saya gak hamil. Bohong kali suami saya, tuh,” ujar Alana mengklarifikasi.

“Masa main-main sih, Al? Kan itu rezeki,” nasihat dari umi Feli.

“Tapi serius, saya gak ha—”

Belum sempat Alana menyelesaikan kalimatnya. Bu Endang sudah berseru ria.

“Ayo kita rayakan kabar gembira ini! Teh Ani, nyalain spikernya,” titah Bu Endang.

“Siap!” teh Ani langsung melaksanakan perintah Bu Endang. Lalu mereka kembali bernyanyi bersama-sama sebagai perayaan kabar Alana hamil.

Sedangkan Alana sendiri hanya bisa pasrah mendapat fitnah seperti itu. Dirinya tidak ambil pusing, dan lanjut menyuapi si kembar. Walaupun dalam hati ia sudah gondok dengan suaminya sendiri.

“Awas kamu, mas! Bisa-bisanya fitnah aku!”

♡♡♡
To Be Continue

Day In My FamilyTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon