FOUR

12 2 4
                                    

Title: The Odyssey ㅡ FOUR

Word: 2.931

Character: The Boyz x OC

✢✢✢

Pagi terlalu cepat datang, dan meski menjadi yang paling awal terlelap, kantuk masih saja memberatkan kelopak mata Soojin yang terus menutup setiap 5 detik. Alhasil, Juyeon harus relaㅡtentu saja dia tidak keberatanㅡmeminjamkan punggungnya sebagai tempat bersandar Tuan Putri.

Mereka sudah berpisah dengan Haknyeon sejak pagi buta, saat matahari bahkan belum memulai tugasnya. Namun meski terasa begitu lama, jarak yang ditempuh ternyata belum seberapa.

Tidak heran, karena menunggangi seekor kuda dengan beban dua orang dewasa pasti menguras lebih banyak tenaga. Maka dari itu, Haknyeon menyarankan agar singgah di rumah orang tuanya di dekat perbatasan, untuk mendapat seekor kuda lain serta perbekalan.

Juyeon pernah berkunjung ke kediaman keluarga Ju, tak jauh dari dermaga yang akan mereka seberangi nanti. Meski ingatan itu mulai mangabur karena ia lebih banyak berada dalam tembok istana daripada bertugas keluar, namun beberapa area masih tampak familiar.

Juyeon tak lagi berada di atas kuda sejak gadis itu sepenuhnya terjaga.

Jika sebelumnya Juyeon sukarela membiarkan Soojin terlelap di punggungnya, kini tidak ada alasan untuk berada di tunggangan yang sama dengan seorang anak Raja.

Meski begitu, Juyeon yang memilih berjalan kaki justru membuat Soojin jengkel.

Padahal gadis itu sudah sangat memahami karakter Juyeon dan seharusnya tidak perlu kesal. Menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama, aneh jika ia tidak mengenal pengawal pribadinya dengan baik kan?

Tapi kali ini Soojin benar-benar tidak bisa habis pikir, bagaimana bisa Juyeon masih memperlakukannya begitu hormat bahkan di luar istana seperti sekarang? Tidak kah Juyeon lelah dan inginㅡsetidaknyaㅡmemikirkan diri sendiri terlebih dahulu?! "Apalagi lengannya masih belum pulih sempurna!"

"Saat ini aku hanya Putri dalam pelarian. Istanaku dikuasai orang lain dan hanya ada kau saja yang menemaniku dari sekian banyak orang di luar sana.."

Meski tenggorokan terasa kering akibat minum yang sudah habis, hal itu tak lantas menghentikannya menggerutu.

".. jadi jangan perlakukan aku seperti saat di istana.. jangan hanya memikirkanku saja! Pikirkan juga dirimu!"

Namun apa boleh buat, omelan itu tak berbalik apa pun dari si lawan bicara. Juyeon yang terus diam malah semakin membuat Soojin murka.

"Lee Juyeon! Tanganmu masih sakit kan!?"

"Sudah jauh lebih baik, Yangㅡ"

"Bohong! Aku tahu kau masih berjuang melawan sakitnya! Bagaimana pun juga, tanganmu belum diobati dengan benar sejak malam itu!"

Soojin sering kali melihat Juyeon mengusap lengan, berusaha tenang meski ngilu mulai mengganggu perjalanan. Bohong jika itu tak Soojin perhatikan, karena apa lagi yang bisa ia lihat selain jalanan dan Juyeonㅡhanya untuk mengecek saja, dalihnya dalam hati.

Tapi Juyeon yang bungkam bukan berarti ingin mengabaikan Tuannya. Juyeon malah berusaha mencerna setiap ocehan Soojin dalam-dalam, menerka apa yang ingin disampaikan.

Namun apakah dia pantas mengabulkan permintaan Soojin? Memperlakukannya 'beberapa derajat' lebih rendah demi mendahulukan kepentingan pribadi..?

Sekeras apa pun Soojin meminta, Juyeon justru merasa situasi mereka jauh dari kata aman, di mana dia harus memberi perhatian dan perlindungan lebih Tuan Putri mereka yang berkelana di lingkungan asing.

The OdysseyOn viuen les histories. Descobreix ara