330 34 0
                                    

Tiada yang lebih merdu selain dari hujan di musim semi itu, Jaemin menjulurkan tangannya menikmati bagaimana air hujan berjatuhan di telapak tangannya.

"Yang Mulia..."

"Akh!"

Jaemin menyentuh kepalanya sendiri, merasakan bagaimana sakit yang teramat pada bagian itu juga bagaimana suara yang nampak tak asing itu memenuhi kepalanya.

"Kau..."

Rasanya seperti Dejavu bagaimana Jaehyun telah berada di sebelahnya, hanya saja dengan raut muka berbeda dari bayangan yang ia lihat, kebahagiaan lalu kekhawatiran.

Ah nampaknya itu bayangan saat mereka masih hidup seperti layaknya bangsawan, tapi yang Mulia? Dia tak paham dalam bagian itu, apa orang itu memanggil orang lain yang ada disana?.

Jaemin tak mau memikirkan itu lebih banyak, karena bagaimana pun memikirkannya semakin membuat kepalanya sakit.


"Hyung aku ingin melihat bunga sakura yang ada di rumah Renjun, bolehkah?."

Jaehyun tersenyum lalu mengusap surai gelap dimana itu membuat sang pemilik tersipu karena nya.

Dia mengiyakan dengan syarat tentu saja, bagaimana pun Renjun itu orang yang sangat berbahaya bagi Jaemin nya yang polos.

Dia tidak mau Jaemin nya kembali dalam keadaan di seret oleh para pengawal bangsawan kejam itu karena telah mencuri buah di kebun mereka.

"Pergilah, jangan menerima tawaran Renjun tentang mencuri mangga lagi, lalu jaga sikap dan perilaku mu saat ada para bangsawan, dan jangan menjahili anak anak kecil hingga menangis. Hyung tidak mau ada seorang wanita paruh baya datang untuk memarahimu lagi, Minjae mengerti kan?."

"Baik Hyung, Minjae berjanji."

Lalu jari kelingking mereka bertaut.

Jaemin menyanggupinya lantas segera berlari kecil kearah Renjun yang telah menunggunya di balik pohon lumayan besar tak jauh dari rumah mereka, karena sebenarnya Renjun malas mendengar ceramahan Hyungnya Jaemin yang membosankan.

Jaehyun merasa lega saat melihat kepergian keduanya, dia berharap sebelum Jaemin dan Renjun kembali—para prajurit yang kerajaan kirim telah pergi dari desa ini.

Karena sekarang ia sudah mulai semakin serakah, ia ingin hidup bersama dengan sang pujaan lalu menggenggam tangan yang nantinya sudah mulai keriput, dan mengungkapkan betapa hangatnya hidup bersama sang Pujaan.

⭑ ๋࣭ ୨🌸୧ ๋࣭ ⭑

Musim semi nampak begitu indah dengan banyaknya bunga sakura yang mulai bermekaran, akan tetapi itu masih tak bisa membuat perasaan nya menghangat.

Dia masih berdiri sendirian di atas paviliun kesukaan ibunya, tengah menunggu seorang yang telah berjanji untuk datang padanya, berjanji akan memberikan cincin yang lebih indah dari pada cincin giok berwarna biru yang kini sudah tidak bisa ia kenakan lagi.

Meskipun ia telah melalui penantian yang panjang, nampaknya di musim semi kali ini dia tak kembali datang.

Apa dia telah melupakan janjinya?.

"Yang Mulia..."

Tubuhnya meremang tak kala mendengar suara berat yang teramat asing di belakangnya, lantas ia memutar tubuhnya ke belakang melihat siapakah gerangan yang berani melangkah ke paviliun yang telah di anggap angker oleh orang orang di istana.

"Kau..."

Angin berhembus dari dahan ke dahan sakura, menisikkan kerinduan dua jiwa, dua sukma, Putra Mahkota dan teman masa kecil nya.

Tanpa sadar air mata luruh begitu saja, kini redup itu telah menampakkan lagi binarnya, maka kaki itu ia langkahkan ke depan segera mendekap tubuh yang kini semakin besar dari terakhir kali ia melihatnya, itu sudah lama sekali.

Dia kembali, bayangan pepohonan, serpihan bunga sakura yang berguguran juga sehimpun doa yang telah terkabul.

Angin bertiup perlahan menabrak tubuh keduanya yang tengah berada dalam kesunyian, selebihnya yang tersisa adalah air mata.

"Maafkan hamba yang terlalu lama kembali,"

"Sedangkan, bagaimana dengan aku yang hanya menunggu kedatanganmu?."

⭑ ๋࣭ ୨🌸୧ ๋࣭ ⭑

Jaemin berkali kali melihat ke arah kiri dan kanan, merasa aneh tentang tempat yang tengah ia lewati bersama Renjun saat ini, bukankah seharusnya mereka melihat bunga sakura di rumah Renjun akan tetapi kenapa dia malah membawanya masuk ke dalam hutan yang tak pernah ia tapak.

"Renjun~a kita akan kemana? a-aku takut Hyung pasti akan marah."

"Sudah ikuti saja aku, aku akan menunjukkan tempat indah yang ada di atas sana."

Jaemin melihat sekitar dengan takut, lantas segera ia eratkan genggaman pada hanbok lusuh yang Renjun kenakan.

Ia bersusah payah menyamakan langkahnya dengan langkah Renjun, dia cukup gesit sangat berbanding terbalik dengannya yang berjalan tergopoh-gopoh.

"Renjun aku takut..."

"Minjae~aa dengarkan aku, di bawah sana beberapa orang bertubuh besar tengah mencari mu, dan kau pasti tak ingin berpisah dengan Hyung mu kan? Jadi teruslah berjalan ke atas, ada aku yang akan menjagamu."

"T-tapi bagaimana dengan Hyung ku? Dia akan baik baik saja kan?."

Renjun tak yakin tapi ia segera menganggukkan kepalanya mantap, tak mau membuat temannya berubah pikiran dan kembali kebawah, jika itu terjadi maka hanguslah kepingan uangnya yang telah Jaehyun berikan padanya.

Lantas segera ia genggam tangan Jaemin dan membawanya ke tempat yang tak akan para pria berbadan besar itu datangi, sebuah kuil yang ada di atas bukit.

"Renjun sebentar—akhh kepalaku sakit."

"Hey Minjae~aa kau kenapa? Hey kau dengar aku?."

Jaemin lagi lagi merasakan sakit pada kepalanya, juga telinganya yang berdenging tak bisa mendengar suara Renjun yang menatapnya khawatir, hingga seperdetik kemudian tubuh itu ambruk tak sadarkan diri disana.


TBC.

⭑ ๋࣭ ୨🌸୧ ๋࣭ ⭑

Sunshine In The Rain | 2jae [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang