Bab 11

14.7K 1.4K 71
                                    

Halo! Sebelum masuk cerita boleh tes ombak dulu dong 🌊🌊🌊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo! Sebelum masuk cerita boleh tes ombak dulu dong 🌊🌊🌊

Happy Reading!!!

***

Selama hampir minggu bisa dikatakan Arum tak ubahnya seperti zombie penulis yang kehilangan jiwa menulisnya. Pikirannya entah hilang ke mana. Setiap dia berhadapan dengan layar komputernya, otak Arum mendadak kosong. Ide-ide yang biasanya mengalir walau di tempat ramai sekalipun, mampet. Seperti ada yang menghalangi.

Mungkin lebih tepatnya rasa dongkolnya terhadap Pra seolah menghalau ide-ide itu untuk muncul.

Ia menepati apa yang Pra ucapkan. Ia marah. Ah, bakan tanpa harus Pra suruh, Arum tentu saja akan marah. Siapa yang tak marah dan dongkol mendengar ucapan pedas dari orang yang paling dibenci?

Keesokan harinya, setelah semalam Pra mengantar Arum pulang, Pra menghubungi Arum. Mengajak Arum bertemu.

Untuk apa? Untuk apa lagi lo minta ketemu sama gue Pra? Minta maaf? Hah, basi! Batinnya.

Namun seolah ada pergolakan lain di dalam kepala Arum. Ia pikir Pra akan kembali menghubunginya keesokan harinya lagi, atau besoknya lagi, atau besok-besoknya lagi. Namun tak ada. Pria itu tak benar-benar tulus meminta maaf padanya. Sudah Arum duga, Pra memang tak bisa di percaya.

Tapi kenapa, kenapa ketika pikirannya sudah melabeli pra itu tak baik, ia masih menunggu chat pria itu lagi? Arum merasa otaknya sepertinya konslet. Untuk apa dia malah menunggu balasan anjing galak suka marah-marah dan menyebalkan itu?

"Kok gue ngerasa baca tulisan lo kayak lagi ngigau ya Rum? Satu bab ke bab yang lain kayak gak nyambung aja, gak ada benang merahnya."

Dua hari lalu dia menemui editornya lagi. Sialnya awal bulan lalu ia menyanggupi bahwa buku seri ketiganya akan terbit akhir bulan depan. Namun sayangnya, Arum hanya mampu menulis lima bab awal. Biasanya dia akan update setiap hari, tapi dua minggu ini bagai penjara. Ide Arum buntu. Alhasil ia hanya menulis seadanya.

"Iya nanti gue benerin lagi," ucapnya lesu. Dia bukannya malas, tapi bingung juga harus menyelesaikan bagaimana.

Bella, editornya itu menghela nafas pendek. "Lo capek? Apa ada masalah? Gak biasanya lo buntu ide kayak gini."

Mereka berteman mungkin ada lebih dari lima tahun. Sebelum bertemu Bella, Arum memang beberapa kali menjalin kerjasama dengan editor lain. Menurutnya tak ada yang pas. Baru bersama Bella Arum seperti menemukan dirinya yang lain, meskipun ucapannya sedikit nyelekit.

Arum tersenyum kecut. "Gak apa-apa sih," jawabnya bohong. "Gue cuma-"

"-writer's block?"

Arum mengangguk tak yakin.

Bella menggeser laptopnya menghadap Arum. "Tapi menurut gue, setelah gue baca-baca dan bandingin tulisan lo dengan tulisan lo yang dulu. Kayak gak ada perubahan gitu, ternyata makin ngebosenin. Bukan topiknya, tapi pemilihan kata lo... boring."

(un) Match CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang