Bab 3: First Day

2 0 0
                                    

"Ahh, ternyata dimensi lain benar-benar ada yah," gumamku saat melihat lingkungan tempatku bangun, sebuah kamar sempit, dengan kasur usang sebagai tempat mengistirahatkan badan yang penat, sangat jauh berbeda dengan tempat penelitian tempat eksperimen berlangsung.

Selain itu, kondisi kamar ini terlihat begitu suram, lampu yang temaram, lemari kecil di sisi pintu, dan sebuah meja belajar yang berhadapan langsung dengan jendela. Belum puas, aku pun memutuskan untuk melihat isi lemari, tetapi bukannya takjub aku malah merasa semakin miris saat melihat beberapa baju yang sudah lusuh.

Merasa cukup melihat lemari yang mengenaskan itu, aku pun beranjak ke meja belajar, susunan buku yang tertata rapi, dengan lampu belajar kecil. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatianku, sebuah buku berwarna navy dengan gambar bintang-bintang kecil berwarna emas.

Saat membuka halaman pertama dapat aku lihat tulisan 'DIARY' yang ditulis dengan besar. "Ahh, jadi ini buku diary miliknya," ucapku dengan kepala yang mengangguk. Yah, aku memang tahu, jika orang yang tubuhnya aku diami ini memiliki diary, yang mencatat secara jelas semua kejadian yang dia alami.

Tanpa menunggu lama, aku pun langsung membuka halaman berikutnya dan membaca diary itu dengan seksama, masa bodoh dengan privasi, toh tubuh orang ini juga merupakan diriku sendiri, jadi tidak masalah jika aku membacanya.

"Sialan," desisku kesal, dan langsung menutup buku itu dengan kasar. Bukan karena apa, hanya saja setiap tulisan yang ditorehkan oleh diriku yang ada di dunia ini, sungguh menyedihkan. Orang tua yang selalu bertengkar setiap kali bertemu, ayah yang hobinya mabuk dan berhutang dimana-mana untuk bermain judi, ibu yang menjadi seorang jalang untuk memenuhi nafsu birahinya, dan tak jarang pula membawa client-nya ke dalam rumah untuk melakukan hubungan menjijikkan itu.

Sungguh, mengingat semua yang ada di dalam diary itu membuatku mual seketika. Apalagi dengan kenyataan jika diriku di dunia ini yang selalu mendapatkan kekerasan dari kedua orangtuanya, entah itu secara verbal maupun dengan kekerasan fisik. Hingga tanpa sadar, aku langsung mencari cermin yang ada di dalam ruangan yang lebih pantas disebut sebagai gudang itu.

"Wah, menyedihkan sekali aku," ujarku sinis saat melihat penampilanku sendiri di cermin, kulit pucat, tubuh yang kurus, belum lagi dengan beberapa bekas luka di tangan, dan lebam yang sudah mulai menghilang dari wajahku.

Tetapi ada sesuatu yang menarik perhatianku, yaitu rambutku yang berwarna putih keperakan dengan iris mata berwarna merah, belum lagi dengan hidung mancung, dan mulut yang kecil, dengan garis rahang yang lembut. Rasanya aku seperti menjadi sebuah karakter dalam serial animasi.

Sebuah kekehan kecil keluar dari mulutku setelah memikirkan hal itu, namun atensiku langsung beralih pada sebuah seragam sekolah yang tergantung dengan rapi di belakang pintu. Tanpa membuang waktu, aku pun langsung berjalan ke sana dan mengambil seragam itu.

"Tidak buruk," ucapku saat melihat model seragam itu, kemeja berwarna putih, dengan jas berwarna abu-abu, begitu juga dengan rok sepaha yang warnanya senada dengan jas.

Selama memperhatikan baju itu, mataku menangkap sebuah note di kantong jasnya. 'SMP Kunigigaoka kelas 3-E' kata yang tertulis di note itu membuatku paham, jika aku akan masuk ke sekolah tersebut dengan kelas 3-E.

Menurut ingatan dari diriku di dunia ini, aku dipindahkan ke sekolah itu, karena aku yang selalu tertidur di sekolah sebelumnya, belum lagi dengan nilaiku yang anjlok setiap kali ujian berlangsung. Dan untung saja, masih ada sekolah yang masih mau menerima murid sepertiku, yah meski harus memasuki kelas buangan, tetapi tak masalah, selama diriku masih bisa sekolah.

"Kalau begitu, lebih baik aku tidur saja sekarang, mumpung rumah sedang sepi," ujarku, dan berjalan mendekati kasur, mencoba mengistirahatkan tubuhku yang lelah, untuk menghadapi hari esok.

My UniverseWhere stories live. Discover now