Bab 2: Another Multiverse

3 0 0
                                    

Kini aku telah berada di depan gedung penelitian milik negara, tempat yang akan membawaku pergi ke dimensi yang lain, sekaligus memberikan tantangan baru untuk kehidupanku.

"Silahkan lewat sini, Shimimaki-san." Suara yang berasal dari sampingku membuatku langsung melihat ke arahnya. Dapat aku lihat seorang wanita yang lebih tua dariku dengan setelan baju formal, tengah melihatku dengan senyum yang merekah di bibirnya yang dipoles lipstik berwarna merah, seraya menunjukkan jalan ke ruang percobaan itu berlangsung.

Aku pun hanya membalasnya dengan anggukan ringan, sebelum mengikuti langkahnya dari belakang. Ini merupakan kali pertamaku menginjakkan kaki di tempat seperti ini, karena yang biasa aku lakukan hanyalah berlatih, mendapatkan misi, makan dan juga tidur, tetapi mungkin dengan adanya percobaan ini, bisa membuatku mendapatkan kehidupan yang jauh lebih menarik.

"Kita sudah sampai," ucapan tiba-tiba dari wanita itu, membuatku tersadar dari lamunanku akan kehidupan yang akan aku dapatkan saat di dimensi lain, membuatku tidak bisa menahan diri untuk menggerutu dalam hati, karena acara haluku yang terganggu.

"Wah, saya tidak menyangka jika Shimimaki-san benar-benar mengikuti percobaan ini."

Aku yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum tipis, dengan badan yang sedikit aku bungkukan ke depan, menunjukkan kesopananku pada seorang pria paruh baya dengan jas lab berwarna putih.

"Anda berlebihan tuan, saya mengikuti percobaan ini, karena merasa jika percobaan ini akan dapat membawa dampak yang baik bagi kehidupan saya," balasku setelah menegakkan badanku, dan kembali melihat ke arahnya dengan senyum tipis.

Pria paruh baya itu hanya tertawa singkat sebagai respon, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Saya tahu itu, tapi apa anda tidak menyayangkan posisi anda? Bagaimanapun anda adalah salah satu anggota khusus yang begitu berbakat. Rasanya sayang jika anda mengorbankan diri hanya untuk sebuah eksperimen yang belum jelas seperti ini."

Dengusan pelan keluar dari mulutku saat mendengar ucapan itu, aku akui jika pangkatku memang cukup tinggi di kemiliteran untuk melakukan eksperimen ini, hanya saja ini sudah menjadi keputusanku, jadi aku tidak ingin mundur.

"Anda tenang saja, saya melakukan ini sebagai salah satu bentuk tanggung jawab saya pada masyarakat. Lagipula, semua jabatan itu aku dapatkan agar aku bisa semakin berguna bagi mereka. Karena itulah, tidak ada hal yang perlu disesalkan darinya," balasku dengan tatapan yang tertuju lurus pada pria tua tadi.

"Saya rasa anda adalah orang yang paling gentleman yang pernah saya temui Shimimaki-san, padahal anda seorang perempuan," kekehan yang keluar di akhir kalimatnya itu, mau tak mau membuatku ikut tersenyum karenanya.

Yah, aku akui jika aku memang memiliki sifat tomboy, tetapi aku tidak menyangka jika akan ada orang yang menyebutku gentleman. Bahkan di keanggotaan khusus militer aku merupakan orang yang paling sering membangkang dan melakukan apa yang kumau, sampai-sampai ketuaku angkat tangan dan memilih membiarkanku berlaku sesukanya, selama misi bisa berjalan dengan baik.

"Kalau begitu, mari kita mulai saja eksperimen ini," lanjut pria paruh baya itu, dan langsung menuntunku pada sebuah kapsul yang memiliki panjang sekitar dua meter, dengan pintu transparan di bagian depannya.

"Anda akan berada di dalam kapsul ini selama anda melakukan perjalanan lintas dimensi, bisa dibilang eksperimen ini hanya akan membawa jiwamu untuk pergi ke tubuhmu yang ada di dunia lain, dan jiwamu yang ada di dunia lain, kemungkinan besar akan tinggal di dalam tubuhmu. Bisa dibilang jika dalam eksperimen ini akan terjadi pertukaran kehidupan. Hanya saja jika mesin ini tiba-tiba rusak atau mengalami kesalahan teknis saat mencoba melakukan pertukaran, maka jiwa anda akan tersesat di dalam dimensi waktu, dan tubuh anda yang ada di sini akan mengalami koma, atau yang paling buruk mengalami kematian akibat malfunction yang terjadi pada tubuh anda."

Aku mendengar semua penjelasan yang dikatakan oleh orang tua itu dengan seksama, dan mencoba menyaring info mana saja yang penting agar tidak melupakannya. Jujur saja aku sedikit terkejut dengan kenyataan mengenai pertukaran jiwa itu, namun di sisi lain dia merasa sangat tertantang untuk mencoba hal ini.

"Jadi saya akan memastikannya untuk terakhir kali. Apakah anda bersedia melakukan eksperimen ini, terlepas dari segala macam dampak yang bisa anda terima kedepannya, anggota termuda pasukan khusus kemiliteran angkatan darat Shimimaki Seina-san?" pertanyaan yang lebih terdengar seperti pernyataan itu, membuatku tertegun namun tak berselang lama, aku pun langsung mengambil sikap sempurna dan menjawab ucapannya dengan nada lantang.

"Saya Shimimaki Seina anggota termuda pasukan khusus kemiliteran angkatan darat, akan menerima segala macam dampak yang akan dihasilkan dari eksperimen ini." Putusku final, mengundang senyum di wajah orang-orang yang ada di sana.

"Baiklah, kalau begitu. Untuk para petugas di sini, cepat pasangkan segala macam alat yang diperlukan dalam eksperimen ini ke tubuh Shimimaki-san, jangan sampai ada kesalahan sedikitpun." perintah yang keluar dari mulut pria paruh baya tadi membuat semua yang ada di sana langsung mengerjakan tugas mereka masing-masing yang membuat ruangan itu mendadak menjadi sangat sibuk.

Selama persiapan tubuhku dipasangi berbagai macam alat yang tidak aku mengerti fungsinya untuk apa, seperti berbagai macam kabel yang berbentuk seperti topi untuk kepalaku, jarum infus yang terpasang pada tanganku, dan juga berbagai peralatan yang dipasang pada tubuhku.

Namun ada satu benda yang menarik perhatianku, sebuah kalung dengan bandul berbentuk kristal dan warna merah darah. "Untuk apa kalung ini?" tanyaku pada pak tua tadi.

Pak tua yang merupakan kepala dari laboratorium ini pun langsung melihat ke arahku, lebih tepatnya pada kalung berwarna merah yang tengah aku pegang.

"Kalung itu untuk menunjukkan kapan waktu yang tepat untuk kau pulang. Saat dia menyala sekali dan hanya sebentar itu tandanya waktu kepulanganmu ke sini, tinggal seminggu lagi, jika dia berkedip sebanyak tiga kali, itu tandanya kepulanganmu kemari tinggal tiga hari lagi. Dan jika cahaya merah itu menyala selama satu menit, itu tandanya hari itu merupakan waktu kepulanganmu," jelasnya yang membuatku menganggukkan kepalaku mengerti.

"Tetapi satu hal yang perlu kau tahu, jika kalung itu bercahaya lama dan kemudian retak, berarti kepulanganmu kemari tidak bisa dilakukan, karena tubuhmu yang sudah tidak mampu untuk menampung jiwamu."

Perkataan yang keluar dari mulut pak tua tadi membuatku membeku, karena penjelasannya tadi merupakan sebuah kalimat halus untuk menyatakan jika tubuhku yang ada di sini sudah mati, karena itu aku tidak bisa kembali lagi kemari.

Menghela nafas sejenak, sebelum melangkahkan kakiku memasuki kapsul tadi saat semua persiapan sudah selesai.

"Apa kau siap?" tanya seseorang yang berdiri di depan sebuah meja tinggi, dengan sebuah tombol merah di atasnya, sedangkan pria paruh baya tadi dan beberapa orang dari kemiliteran termasuk menteri pertahanan yang baru sampai, menunggu di ruangan terpisah, tetapi masih mampu untuk melihat kondisiku.

Menarik nafas dalam, sebelum menjawab pertanyaan itu. "Ya," jawabku singkat, yang membuat orang yang berdiri di depan meja tadi melihat ke arah pria paruh baya itu, yang dibalas dengan anggukan.

Orang tadi pun langsung menekan tombol merah tersebut, yang membuat tubuhku terasa ditarik dari berbagai macam sisi. Perlahan pandanganku semakin kabur yang kemudian ditelan kegelapan akibat rasa sakit yang aku rasakan.

***

"Ugh, kepalaku pusing sekali," ucapku saat merasakan kepalaku yang seperti dihantam oleh benda tumpul dengan begitu kuat.

"Dimana ini?" tanyaku heran, saat melihat lingkungan yang terasa sangat asing bagiku. Namun belum sempat melihat lebih jauh, lagi-lagi kepalaku kembali terasa sakit, dengan berbagai macam memori yang mendadak masuk ke dalam kepalaku.

Setelah dapat mengendalikan diri, aku pun berusaha duduk untuk mengingat semua hal yang terjadi padaku. Perlahan namun pasti sebuah senyum mengembang di wajahku dengan sempurna dengan tanganku yang menggenggam erat bandul kristal dari kalung yang aku kenakan.

"Another Universe."

My UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang