Pernyataan Si Pelakor

Mulai dari awal
                                    

"Kalau begitu kami pamit Pak kyai, Bu nyai, nak Kazam. Assalamu'alaikum" kedua pasutri itupun beranjak dan pergi dari kediaman Kyai Abduh.

"Wa'alaikumsalam" jawab semuanya.

Kazam terdiam sambil memijat pangkal hidungnya. Ia jadi teringat waktu Ajma mengatakan jika Via itu menyukainya. Entah kenapa ada penyesalan tersendiri karena Ia sudah tidak mempercayai istrinya sendiri.

"Aku selama ini udah nahan rasa sakit aku karena cemburu liat keakraban kamu sama Via. Kamu gak pernah peka sama perasaan aku Mas. Aku tau kamu sama dia emang udah sahabatan dari kecil tapi, sikap Via ke kamu itu berlebih. Kamu sadar gak si, dia itu lagi berusaha deketin kamu dengan dia ngasih perhatian lebih, ngasih makanan, pura-pura nolongin kamu.

Aku tau gerak-gerik dia selama ini, dia itu nyimpen perasaan sama kamu. Dia berusaha menghancurkan rumah tangga kita, harusnya kamu sadar dengan perlakuan berlebihan dia selama ini sama kamu"

Suara Omelan Ajma terdengar jelas dan detail di telinganya. Hari ini, akhirnya Ia tersadar kenapa Via sering kali perhatian kepadanya. Jujur ada penyesalan karena Ia menganggap omongan istrinya hanya lah keoverthinkingannya saja karena efek cemburu.

'Ternyata aku yang selama ini salah menilai Via'

Kazam meringis sambil memegangi perutnya. Entah kenapa perutnya tiba-tiba saja terasa tidak enak.

"Kamu kenapa?" Tanya Umi Affah khawatir melihat Kazam tiba-tiba memegangi perut bagian atasnya.

"Kazam ke kamar mandi dulu" Kazam pun berlari dengan cepat menuju kamar mandi karena perutnya benar-benar terasa tidak enak.

Kazam pun langsung berjongkok dan memuntahkan semua isi perutnya kedalam kloset. Nafas Kazam menjadi tidak teratur dan kepalanya pun mendadak pusing.

"Apa asam lambung ku naik ya?" Pikir Kazam.

****

Menatap sebuah kalender dengan wajah cemasnya, bagaimana Ia tidak cemas sedangkan tanggal yang Ia kurung merah telah terlewati dua minggu. Ajma menghela nafas sambil menggaruk kepalanya frustasi.

"Duh.... gimana nih, aku gak mau jadi janda anak satu" Ajma merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan mulai menangis tanpa suara.

Ia tidak tau apa yang harus Ia lakukan. Ia ingin mengetesnya untuk memastikan kejelasan namun, entah kenapa Ia takut hasilnya akan positif. Jika Ia benar-benar hamil, itu artinya persidangan akan di tunda sampai Ia melahirkan.

Ajma meraih bantal guling di sampingnya dan memeluknya erat. Ia benar-benar bingung apa yang harus Ia lakukan sekarang, tidak mungkin Ia terus-terusan merepotkan Bi Indah dan Paman Dani disini jika saja Ia memiliki seorang anak nanti.

"Padahal dulu kamu sangat menanti kabar ini Mas. Kamu janji akan mendidik anak kita bersama-sama dan kamu yang menenangkan aku soal tidak usah khawatir mengenai keturunan, tapi sekarang? Pernikahan kita hanya tinggal menunggu surat dari pengadilan saja" Ajma menangis tersedu-sedu dengan menyembunyikan wajahnya di balik bantal guling.

Tok... Tok... Tok...

"Gianni" Ajma menoleh ketika mendengar suara Bi Indah. Ternyata Bi Indah sudah berdiri di ambang pintu sambil menatapnya khawatir.

Ajma pun cepat-cepat bangun dari posisinya dan menyeka air matanya walaupun Ia tidak yakin ekspresi sembabnya dapat hilang.

"Kamu kenapa nak?" Bi Indah berjalan masuk dan duduk di samping Ajma seraya memeluk tubuh perempuan itu.

"Aku.... Mmm...." Ajma bingung menjelaskannya bagaimana.

"Ada apa? Cerita sama Bibi" pinta Bi Indah.

Different Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang