Coretan 1 (Yogyakarta)

Mulai dari awal
                                    

Suara langkahan sepatu heals itu menuju kearahnya. Disorot dari pakaian sampai pucuk kepalanya, sepertinya  seorang pramugari yang bertugas disana.

"Permisi kak, silahkan, ini makanannya," Ucapnya, menyuguhi beberapa box makanan.

Benar saja ia langsung tersadar. Raut wajahnya langsung terlihat kebingungan saat mendengar sapaan perempuan itu. Yang mungkin, kedatangannya secara tiba-tiba.

"O iya, terimakasih, teh," Ia menjawabnya dengan senyuman. Menerima makanan itu dengan sangat ramah.

Merasa belum lapar, Ia mengurungkan niatnya untuk menyantap. Membuka retsleting tas merah yang masih berada dipangkuannya. Memasukan box makanan, dan menukarnya dengan ponsel genggam.

Tiba-tiba saja, Ia mengide untuk membuka beberapa situs diinternet. Mencari sebuah tempat yang mungkin akan ia kunjungi di kota ini.

Merasa belum puas menemukan hasil yang pas, ia mencari ide lain. Dengan membuat sebuah postingan disalah satu akun social media.

 Dengan membuat sebuah postingan disalah satu akun social media

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelahnya, Ia kembali pada posisi semula. Melihat dataran langit biru dengan cuaca yang cukup cerah saat itu. dataran kosong yang berhasil di buat sempurna oleh coretan awan yang masih berkerumun. Matahari yang setengah melingkar, juga berbagai kawanan burung yang sedang menikmati kebebasan,  ikut menyertai pandangannya di balik kaca. Ia benar-benar di buat kagum oleh keindahan semesta yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Ternyata, seindah ini ya alam semesta, tapi enggak dengan kehidupannya tanpa kalian. Ibu, Ayah, Aylin, Askara rindu." katanya pada diri sendiri.

Dia Aksara. Empat tahun lalu, Aksara baru saja merencanakan perkuliahannya dengan keluarga tercinta. Namun terkadang, takdir tidak selalu sesuai dengan rencana makhluknya.

°°°

"YAH, BUK, Liat nih, ada peluang buat pertukaran pelajar ke luar negri", Seruanya memancarkan antusiasme yang luar biasa. Menyuguhkan selembar koran pada kedua orang tuanya.

Keduanya hanya menatap sendu satu sama lain. Banyak rasa yang tak bisa mereka sampaikan pada anak laki-lakinya. "Aksara, pergi kesana butuh biaya yang gak sedikit, Nak," Ucapnya lembut, mengelus pelan pucuk kepala anaknya.

"Makanya Ayah selalu bilang, buat belajar yang bener, bukan abisin waktu buat melukis terus," Sambar Marco menegaskan putranya.

Raut wajah Aksara sekejap berubah, ia sedikit menundukkan bagian kepalanya, menaruh koran yang ia genggam ke atas permukaan meja. Tepat di depan Karin, ibunya. Rasa semangatnya seakan di patahkan seketika itu juga. Mungkin saat ini ia selalu berfikir bahwa gak ada sedikitpun harapan untuk seorang Aksara mewujudkan impiannya.

Lukisan AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang