1. Burung dalam Sangkar

27 4 11
                                    

Episode 1

*

"Kasus Deadly Curse kali ini menurun dengan drastis. Ini semua berkat para ilmuan hebat yang mencurahkan segala yang mereka punya untuk meneliti tentang para korban yang berubah menjadi monster."

"Mari kita sambut bapak Dyiu atas kerja kerasnya dalam menyelamatkan umat manusia. Seorang ilmuan hebat yang mampu menemukan cara untuk memutus rantai penyebaran wabah Deadly Curse. Tepuk tangan semuanya kepada pahlawan kita!" Sebuah televisi besar yang tertempel di dinding menyala, menyiarkan sebuah acara siaran langsung dengan tema mewawancarai sang pahlawan. Begitu katanya.

"Saya sangat berterima kasih kepada GOC Group telah mengundang saya kemari. Saya sangat tersanjung sebelumnya, tidak sabar untuk menceritakan keadaan hati saya yang sedang bergembira ini kepada para penonton semua," tutur seorang lelaki tua berjas hitam dengan rambut hitam kecoklatan. Presenter itu bilang namanya adalah bapak Dyiu, ya, kurasa itu namanya.

"Bisakah anda ceritakan apa yang terus memotivasi anda untuk terus maju dan berusaha sampai sejauh ini?" Wanita itu kembali bertanya.

"Tentu. Dahulu, saya tinggal di sebuah apartemen kecil di Sydney. Saat itu saya masih berusia 16 tahun, punya seorang adik yang berusia 8 tahun. Kami hanya tinggal berdua dikarenakan kedua orang tua kami bekerja. Saat itu, adikku ingin membeli es krim di toko yang berada tepat di seberang apartemen kami. Entah kenapa aku menurutinya. Kami lalu turun ke bawah, menyebrang jalan dan menghampiri toko es krim tadi. Dia tampak begitu bahagia. Dan-," Dia mengambil napas sejenak.

"Entah apa yang terjadi, adikku tiba-tiba berubah menjadi besar, matanya berwarna ungu gelap, kulitnya berwarna merah dengan urat nadinya yang seperti akan keluar kapan saja. Kuku-kukunya terlihat lebih tajam. Itu benar-benar mengerikan. Aku seperti melihat monster tepat di hadapanku, padahal itu adikku sendiri."

"Sepertinya dia mulai kehilangan kesadaran, tapi sayup-sayup aku mendengarnya. Dia memanggilku, berkali-kali dia menyebutku. Dia menangis meminta tolong, sakit katanya. Aku ketakutan, suara adikku terdengar serak dan kecil tapi auranya menakutkan. Aku berlari, aku kabur menjauhinya yang sedang kesakitan. Aku-," Tit.

"Membosankan." Aku mematikan televisinya. Beranjak dari tidurku, mendekat ke jendela besar di sisi kanan kamar.

Semuanya tampak kecil. Dan semuanya tampak membosankan. Pemandangan yang kulihat selama 17 tahun lebih. Mereka sama. Tetap sama bagaimana pun kulihat mereka.

"Hah ... aku gila lama-lama," Lihat, aku berbicara sendiri seperti orang gila.

Aku menghampiri kulkas empat pintu yang berada di luar kamar, tepat di samping pintu kamarku. Mengambil sebotol minuman rasa buah, kesukaanku. Ruangan ini benar-benar sempit, sampai pengap rasanya. Aku bahkan tidak bisa bergerak bebas di sini.

Aku tidak tahu jelas berapa ukurannya. Yang jelas isinya hanya ada kasur dengan ukuran king, televisi, ruang berias, ruang kerja/belajar, ruang membaca dengan segudang buku-buku di dalamnya, kamar mandi dengan bath up, dapur kecil untuk memasak atau menghangatkan makanan, ruang olahraga, ruang bioskop, ruang kolam renang kecil, ruang golf, dan ruang tamu yang luasnya 2 kali lebih besar dari kamarku.

 Yang jelas isinya hanya ada kasur dengan ukuran king, televisi, ruang berias, ruang kerja/belajar, ruang membaca dengan segudang buku-buku di dalamnya, kamar mandi dengan bath up, dapur kecil untuk memasak atau menghangatkan makanan, ruang olahra...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Deadly Curse: The Horned Humans Vs. SenaWhere stories live. Discover now