[32] Takdir Ilahi!

En başından başla
                                    

"Mau?" tawarnya.

Azlan menatap jagung bakar itu, kemudian kembali menatap Silmi. "Emang boleh?"

"Boleh dong. Tapi ini bekas aku..."

Satu gigitan di pinggir jagung bakar, Azlan mengunyah hasil gigitannya dengan khidmat.

"Emang kenapa kalau bekas istri? Nggak dosa, justru berpahala." Timpalnya.

Silmi membuang pandangan ke sembarang arah. Bibirnya berkedut menahan senyum.

Azlan memiringkan kepalanya dengan ekspresi polosnya. "Aku tebak pasti pipi adek lagi merah kayak tomat."

"Nggak ya!!" Elak Silmi.

Azlan menyandarkan diri di sandaran kursi sembari bersedekap dada, wajah tengilnya membuat Silmi kesal.

"Aku ini sebenarnya peramal, dek... Tapi yang bisa aku ramal cuma kamu."

Silmi terkekeh pelan. "Ngawur banget sih, kak, ihh!!"

"Kamu pasti nggak percaya lagi..." celetuk Azlan.

"Eummm.... Percaya deh."

Mata Azlan langsung berbinar, ia mencubit pipi yang dibaluti kain itu dengan gemas.

"Iiiii, entah kebaikan apa yang pernah aku lakuin dulu sampe dianugerahi istri gemoy begini." Tangan Azlan masih setia mencubit pipi Silmi, membuat wanita itu merengek minta dilepaskan.

"Ahahaha, gemoyyyyy banget!!" Sebab kasihan juga, Azlan akhirnya menghentikan aktivitasnya.

Silmi menggerutu kesal, ia menyipitkan mata tanda permusuhan kepada suaminya.

"Kak Azlan!!"

"Dek Silmii!!!"

***

Tepat pukul 03:00 dini hari, Azlan terbangun dari tidurnya. Ini memang sudah menjadi kebiasaannya sejak di Mesir tahun lalu.

Tangannya mengucek mata cukup kuat selagi menahan diri untuk tidak menguap. Ia menoleh ke samping dimana Silmi tertidur pulas menghadap kearahnya.

Sudut bibir Azlan terangkat membentuk senyuman tulus, tangannya mengelus lembut rambut sebahu sang istri dengan perasaan bahagia yang tidak dapat di definisikan lagi saking bahagianya.

Tangannya kemudian turun untuk mencubit pipi yang semakin hari semakin bulat itu, telunjuknya menusuk-nusuk pipi tersebut hingga membuat sang empu terusik dari tidurnya.

Silmi mengerjap pelan, matanya menyipit lantaran cahaya lampu kamar menusuk indra penglihatan.

"Kak?"

"Hm?"

"Udah sholat tahajjud?"

"Belum, nungguin kamu."

Silmi mengangguk pelan, kemudian ia bangkit dari pembaringannya. Meraih ikat rambut di samping nakas kemudian mengikat rambutnya asal.

"Yaudah, aku cuci muka dulu sekalian wudhu."

Azlan langsung mendekat. "Aku ikut, kita barengan aja."

"Ke kamar mandi?"

Pemuda itu mengangguk semangat. Sedangkan Silmi mengerutkan kening.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin