16 [kopi pahit]

135 118 40
                                    

Bastian, pria dengan setelan baju kantor itu masih nyaman duduk diatas sofa. Jam dinding sudah menunjukan pukul 00.00 namun pria itu tak kunjung berpaling dari tempatnya. Segelas wine diatas meja menjadi teman setia malam Bastian kali ini. Rumah mewah pria itu terlihat sangat sepi, hanya terdengar suara dari televisi yang masih menyala dan suara Bastian yang sedari tadi meracau tak jelas tanpa henti. Yup, pria itu mabuk.

Tiga botol wine telah kosong, tak tersisa setetes pun wine didalamnya. Bastian mulai beranjak dari tempat duduknya, pandangannya mulai kabur, kepalanya pun terasa pusing. Dengan perlahan Bastian mulai berjalan menuju kamarnya.

Walau dalam keadaan mabuk Bastian dapat merasakan bahwa dadanya terasa nyeri, sangat nyeri.

"Shit!!" Bastian merintih kesakitan saat merasakan nyeri yang teramat didadanya. Cowok itu meremas dadanya.

Sesuatu terasa mengalir dibawah hidung cowok itu. Bastian mengusap hidungnya, ia tak tahu apa yang membuat hidungnya basah, pandangannya teramat buram sehingga membuat cowok itu tak dapat melihat warna dari cairan yang keluar dari hidungnya.

Dug!

Bastian menabrak sebuah dinding, "anjing! Sejak kapan ada dinding disini sihh?!!" Cowok itu terus meracau tanpa henti.

Pandangan cowok itu mulai gelap, ia ambruk begitu saja dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya.

*****

Srek!

Widy membuka gorden. Membuat cahaya sang surya memasuki kamar Alycia. Silaunya cahaya surya membuat gadis dengan piyama berwarna pink itu terbangun dari mimpi indahnya.

"Kak, ayo bangun!"

"Nghh. Iya bunda." jawab Alycia sembari mengusap matanya.

Widy segera keluar dari kamar putrinya.

Alycia duduk dipinggir ranjangnya, ia terdiam sejenak untuk mengumpulkan nyawanya. Rasa kantuknya masih menjalar diseluruh tubuh. Tak butuh waktu yang lama Alycia segera keluar dari kamarnya.

Baru saja keluar dari kamar, Alycia dibuat terkejut. Gadis itu tertunduk menatap sebuah koper berwarna hijau, ia juga baru menyadari bahwa ibundanya telah rapih pagi ini. "Bunda mau balik ke Jogja?" tanya gadis itu dengan suara berketar.

"Bunda kan kemarin sudah cerita sama kamu, bahkan jauh - jauh hari bunda juga sudah cerita. Kamu lupa?"

Duh. Alycia lupa. Penyakit pikunnya itu menyebalkan.

Sontak gadis dengan muka bantal itu memeluk Widy, "tapi nanti jenguk saya lagi ya, bunda."

"Iya nak, pasti. Bunda kan juga bakal kangen banget sama kamu." Widy mengusap lembut kepala Alycia. "Jangan sedih! Kamu tau sendiri kan kalau bunda gak suka kamu nangis?!. Ayo sekarang kita sarapan bareng!" Seloroh Widy.

Dua puluh menit berlalu.

Acara sarapan dan sedikit berbincang kini telah usai. Alycia dan Widy pun segera pergi ke garasi untuk memasukkan koper.

"Bunda hati - hati ya." cetus Alycia sembari memeluk Widy.

Widy membalas pelukan dari sang putri, " iya sayang, kamu juga harus hati-hati. Jangan aneh - aneh, makan teratur dan jangan lupa untuk refreshing biar gak stres, oke ?"

Alycia tersenyum dan mengangguk. Sejujurnya ia ingin ibundanya lebih lama menghabiskan waktu disini, namun kondisi berkata lain, Alycia juga memiliki adik yang harus diurus. Walau usianya sudah 17 tahun, namun adik Alycia juga tentunya masih butuh dampingan seorang ibu, belum lagi bisnis Widy yang memang harus ia pantau.

INEFFABLE Where stories live. Discover now