Valley

6 1 0
                                    

Pranggg...

Tangan nan mungil itu sebisa mungkin untuk menutup telinga yang telah memerah akibat isakan yang ia tahan sedari tadi. Seragam putih itupun telah basah dipenuhi air mata.

Namun, anak usia 7 tahun itu memilih untuk tetap berada di sana menyaksikan wanita gila yang kini tengah memegang sebuah pisau dapur berniat mengarahkan kepada seorang pria yang sebisa mungkin mengambil alih dengan menahan bahu wanita itu.

Akan tetapi, dalam sekejap Caraka melihat benda tajam itu melayang ke arah perut sang Ayah, cairan merah lepas begitu saja, karena wanita yang ia sebut sebagai seorang Ibu itu, kembali mencabut pisau tersebut dan mencampakkan nya ke sembarang arah.

Caraka kemudian berlari menghampiri Ayahnya dan melepaskan semua air mata yang ia punya, sesak di dadanya makin menjadi-jadi.

Sedangkan Ibunya kini tertawa konyol, bangga dengan apa yang telah ia perbuat, kemudian pergi meninggalkan Caraka bersama sang Ayah dengan membawa aset perusahaan yang dimiliki suaminya itu.

"Papa bangun pa! Raka mau ke sekolah, anterin Raka! Hiks...Bunda jahat! JAHATTT!!!" Caraka terus meracau membuat dadanya semakin sesak untuk bernapas.

"-PAPAAA!" Caraka terduduk dengan keadaan kacau, terengah-engah menatap dirinya tepat didepan cermin.

"Sial! Gue mimpi itu lagi..." Umpatnya mengacak rambut legam nya itu.

Caraka bangkit dari keadaan berbaring, melirik kearah jam weker di atas nakas yang menunjukkan pukul 5.52 pm.

"Masih sore ternyata." Gumamnya sembari berniat untuk kembali menarik selimut guna melanjutkan tidurnya.

Namun, setelah beberapa detik bersiap untuk kembali bertarung di alam mimpi, Caraka kembali terduduk.

"Astaga!! Gue kan ada janji!!!"

Buru-buru ia menuju kamar mandi dan bersiap untuk menepati yang ia sebut janji.

Caraka berjalan terburu-buru menuruni tangga, merapikan pakaiannya serta membenarkan posisi tas yang ia sandang di bahu sebelah kiri.

"Kemana?" Pertanyaan yang diiringi dengan suara gelas kopi yang diletakkan diatas meja itu sontak membuat Caraka berhenti.

"Aku ada pertemuan sama investor, boleh ya pa?" Tanya nya dengan wajah kasihan.

"Kenapa tidak? Kayak anak kecil aja izin begitu. Papa kan cuma nanya kemana." Gurau sang Ayah kembali menyeruput kopi nya.

"Okay, Pa! Raka pamit dulu." Caraka menyalami Ayahnya, kemudian bergegas meraih kunci motornya dan keluar dari rumah yang mewah namun dipenuhi kehampaan itu.

Hanya satu titik cahaya kebahagiaan Caraka di dalamnya, yaitu Gupta, sang Ayah yang kini bahkan telah kesulitan untuk beraktivitas di usia nya yang masih menginjak kepala lima. Tak ada yang lain, mereka benar-benar hanya mengisi kehampaan itu berdua, sebagai seorang Ayah, dan Anak laki-laki yang hebat.

~To be continue ~

HATERWhere stories live. Discover now