21. YOU'RE THE ONE

1K 170 67
                                    

Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤

Kalau habis baca part ini Jangan lupa SS + upload ke SG, tag @javas.sadega dan @bentangbelia ya

***

"Woi! Anak baru! Bantu ambilin semennya! Buruan!" teriakan itu membuat lelaki dengan rompi hijau dan helm proyek yang sedang mengangkat kantong pasir itu menoleh. "Bentar lagi gua kelar!"

Hari ini adalah hari pertama Javas menjadi pekerja konstruksi. Javas mulai kerja dari jam sepuluh malam sampai jam empat pagi. Cari mati memang. Tapi hanya ini satu-satunya cara untuk menambah pemasukannya.

Satu hal yang Javas baru ketahui tentang hidup ini, orang miskin memang tidak punya banyak pilihan. Berbeda dengan pada saat ia kaya, untuk makan saja Javas sampai bingung mau makan apa lagi.

"Javas, kamu kan mahasiswa. Memangnya kerja begini tidak mengganggu kuliah kamu?" Atasan Javas menghampiri Javas yang sedang istirahat di pinggir jalan.

Javas menggeleng. "Tidak apa-apa, Pak. Saya kuliah jam delapan. Jadi masih ada waktu buat istirahat di rumah begitu pulang."

"Baiklah kalau begitu, jaga kesehatan kamu," pesan atasannya sambil menepuk-nepuk pundak Javas.

Padahal saat ini Javas sengaja istirahat sebentar karena kepalanya mulai pusing. Tubuhnya pun terasa remuk karena mengangkat beban puluhan kilogram selama berjam-jam.

"Enggak apa-apa, nanti juga terbiasa," batin Javas dalam hati.

Setidaknya itulah yang selalu Javas katakan untuk dirinya setiap ia merasa lelah. Karena saat ini, tidak ada yang bisa membantunya bangkit selain dirinya sendiri.

***

"Part time restoran gue dapet dua setengah juta. Kerja proyek dua juta. Buat bayar rumah masih kurang empat juta lagi buat setahun bayar kontrakan, berarti gue harus cari kerjaan lagi yang..."

Bruk!

"Woi!! Ngajak gelud lo?!" Lamunan Javas buyar begitu mukanya dilempar roti oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Aidan?

"Makan. Bengong terus lu dari tadi." Aidan terkekeh sembari duduk di samping Javas. Cowok itu juga beli roti sendiri rasa cokelat.

Tapi Javas mendecak, ia bangkit dari tempat duduk seraya menenteng ranselnya di pundak. "Buat lu aja makasih. Gua harus pulang."

"Lah? Pulang? Abis ini masih ada dua matkul, sinting," tegur Aidan tidak habis pikir.

"Nanti gua hubungi dosen kalau gua enggak bisa masuk. Gua ada janji, harus ketemuan sama orang," jawab Javas tanpa melihat ke belakang sama sekali.

"Ikut!"

"Muatamu ikut!"

Javas tidak menghiraukan Aidan yang masih heran kenapa Javas bolos dua matkul hari ini. Dia harus segera mencari pekerjaan sambilan lagi secepatnya karena ternyata gaji menjadi pekerja proyek masih kurang untuk bayar sewa rumah setahun. Mungkin Javas bisa cari-cari ruko setelah ini dan menawarkan diri untuk jaga toko.

"Gila. Baru mau cari kerja aja udah lemes banget gua. Kayaknya mesti ke lawson dulu beli americano biar melek," keluh Javas dalam hati saat melangkah ke parkiran.

Cowok itu akhirnya berbalik arah menuju minimarket, namun tiba-tiba sebuah suara lembut di belakang dia mengagetkannya. Suara Janna.

Ah ... Javas jadi teringat kejadian memalikan kemarin lagi. Tapi melihat senyum Janna yang ceria, kecanggungan itu hilang.

"Javas!!" Baru kali ini Javas melihat Janna tersenyum lebar, cewek itu terlihat senang sekali. "Makasih ya, kemarin nilai aku animasi bagus bagus karena kamu bantuin!"

"Eh? Iya kah?" Javas menatap Janna terkejut.

Janna mengangguk-angguk. "Iya! Aku dapat A!"

"Alhamdulillah, bagus lah kalau gitu." Javas tersenyum. "Udah cocok jadi desainer grafis dong kamu ya haha."

Muka Janna pucat. Ia menggenggam kedua tali ranselnya dengan gugup. "Hehe. Aku masih engga yakin sih sebenernya. Soalnya susah banget. Lagian kan aku sebenernya engga begitu suka design ..."

Melihat ekspresi Janna yang murung, Javas sedikit mengerti bahwa gadis itu takut gagal.

"Aku rasa salah pilih jurusan bukan akhir dari segalanya sih. Jalani aja dulu. Hasilnya baik atau buruk, itu akan jadi pengalaman buat kamu. Enggak akan ada yang sia-sia, Na," ujar Javas.

"Bener juga, sih." Janna tersenyum kecil, lalu melirik Javas yang berjalan di sampingnya. "Kalau kamu gimana, Javas? Rencana kamu habis lulus, kamu mau jadi desainer grafis juga?"

"Hmm ... Aku sih belum kepikiran." Javas menerawang jauh.

"Intinya ... Kalau aku lulus nanti, kamu orang pertama yg bakalan nerima bunga aku. Kalau Mama yang bakalan nerima topi sama rompi aku nanti," ujar Javas membuat hati Janna mencelus.

Janna menunduk malu. Benarkah? Seistimewa itukah Janna sampai Javas menjadikan dia orang pertama yang akan menerima bunga kelulusannya? Ah ... Lagi-lagi Janna jadi berharap.

"K—Kenapa aku yang pertama kamu kasih bunga?" tanya Janna hati-hati.

"Karena kamu teman terdekat aku, Na. Masa iya aku kasih ke Aidan, kan enggak mungkin." Javas tertawa.

Janna jadi ikut tertawa. Geli sendiri membayangkan Javas memberikan bunganya ke Aidan seperti memberikan bunga ke pacar. Yang ada Aidan lempar bunganya ke muka Javas!

"Na, aku ke minimarket dulu ya, abis itu pulang. Kamu mau ke mana ini?" tanya Javas.

"Aku mau samperin Erika sih, ke warnet."

"Kalau gitu bareng aja. Searah, kan?"

"Iyaa."

Keduanya berjalan berdampingan menuju gerbang kampus. Namun di tengah jalan, Javas berhenti dan memegangi kepalanya yang sakit.

Janna ikut berhenti. Ia tatap wajah Javas yang pucat dengan panik. "Javas, kamu enggak apa-apa?"

"Enggak, aku cuma ngantuk dikit. Paling abis ini aku tidur bentar udah sehat lagi." Javas menghela napas sejenak, lalu memaksakan jalan lagi. "Ayo."

Janna menatap Javas khawatir. Wajah lelaki itu terlihat pucat sekali. "Kamu mau beli apa, Jav? Gimana kalau aku yang beliin aja? Kamu tunggu aja di rektorat."

"Enggak usah, Na. Aku baik-baik aja, serius." Javas terus meyakinkan Janna. Padahal Javas merasa ada yang salah pada tubuhnya.

Akhir-akhir ini perutnya sering perih, kepalanya sakit dan tubuhnya selalu lemas seperti di awang-awang. Tak jarang Javas berhalusinasi sampai Aidan mengiranya mabuk.

Tapi Javas tidak boleh membuat siapapun curiga, apalagi Janna. Javas harus tetap kelihatan baik-baik saja apapun yang terjadi.

***

Siapa yang ga sabar sama part selanjutnya?

Spam komen buat next!!!

Spam komen yang banyaaaaaak banget buat aku!! Biar aku semangat dan berkembang terus buat memuaskan kaliaaann!!!

Terima kasih sudah membaca dan mendukung aku, semoga kalian suka ceritanya! Ditunggu kelanjutan kisah Javas & Janna di next episode yaa <3

See you on the next part

Javas dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang