Memang Ayah Bunda tidak dirumah karena ke luar negeri untuk menjenguk pamannya yang sakit di sana. Cilla juga tahu, bahwa Disa dititipkan ke mereka. Tapi tadi kan bukan sepenuhnya salah Cilla.

"Maaf, tapi tad-

"Jangan terus menyalahkan Disa. Kamu seharusnya bisa untuk sekedar mencegah" Leno menjeda bicaranya "Ayo Disa kita pulang" ajaknya kepada Disa yang setengah sadar

"Aku kak?"

"Sebagai hukuman kamu pulang sendiri" jawab Leno dan berlalu dari sana dengan Disa digendongannya

"Tapi ini hujan kak" ucap Cilla mengejar mereka berdua

"Pulang sendiri Cilla" dingin Leno

Langkah Cilla terhenti mendengar kalimat itu, "Aku kecewa sama kakak" gumamnya lirih dengan air mata yang sudah terjun.

Cilla kembali ke dalam kelas guna untuk mengambil tasnya sendiri dan tas Disa yang tertinggal. Kalau sudah begini, rasanya ia malas untuk pulang. Pasti nanti dirinya juga kena marah dirumah.

Tak ingin pulang cepat, Cilla mendudukan dirinya diundakan depan bawah papan tulis. Dirinya sendirian di dalam kelas yang keheningannya tenggelam dalam gemuruh air hujan.

"Kok belum pulang?"

"Masih nunggu hujan reda Bu" jawab Cilla ramah kepada sosok Ibu Guru yang berada di depan ruang kelas

"Jangan sendirian di kelas, mending ikut Ibu aja. Kita ke depan" ajak Ibu Guru tersebut

Tanpa mempertimbangkan lama-lama, Cilla mengangguk dan tersenyum. Kemudian berjalan mengikuti Ibu Guru itu sampai depan.

Setelah sampai di depan, Cilla dipersilahkan duduk kursi samping Bu Guru. "Kamu tadi main hujan?" tanya Bu Guru

"Iya Bu, tapi sebentar" jawab Cilla

"Jangan hujan-hujanan, nanti kalau ada gledek" ucap Bu Guru menasihati "Dulu saya abai waktu dikasih nasihat oleh Ibu saya, tapi suatu hari waktu saya hujan-hujanan ada gledek. Dia nyambar pohon, untung saja saya tidak kena" lanjutnya

Cilla mengangguk, dirinya dulu juga sering dinasihati perkara ini oleh bundanya.

"Ayo ma pulang"

Ajakan seseorang membuat keduanya menoleh. Berbeda dengan Ibu Guru yang tersenyum, Cilla justru membuatkan matanya melihat orang itu.

"Kenalin ini anak saya, namanya Vitore" ucap Ibu Guru memperkenalkan anaknya

"Ma, dia yang aku angkat jadi adik Vitore" ucap Vitore memberitahu mamanya

"Oalah kamu nak unyil to, kok ndak bilang si" seru Ibu Guru tersebut menepuk pelan lengan Cilla

"Namanya Cilla ma bukan unyil" ucap Vitore mendudukkan dirinya di sebelah mamanya

"Mama kan nggak tahu, kamu juga siapa suruh ngenalinnya unyil" jawab mama Vitore menyalahkan Vitore

"Khem ... kenalin nama Ibu Nadira" lanjut mama Vitore memperkenalkan diri "Khusus kamu manggilnya Bu Na" lanjut Nadira mengkedipkan sebelah matanya

"Maa"

"Apa? Udah ayo pulang" ucap Nadira menatap garang ke arah Vitore dan kembali tersenyum ke arah Cilla "Ayo Nyil" lanjutnya menggandeng tangan Cilla

"Mama sendirian, biar aku sama Unyil" ucap Vitore memberikan satu payung yang ia pinjam dari pos satpam

Rumah Vitore tak jauh dari sekolah, jadi mereka akan pulang dengan berjalan kaki. Vitore meminjam dua payung karena hanya itu yang tersisa, lainnya sudah dipinjam orang lain.

Memang, pos satpam menyediakan beberapa payung ketika musim hujan tiba. Alasannya singkat, agar para siswa-siswi yang diantar dengan mobil atau motor tidak kehujanan ketika akan ke kelas karena memang jarak dari gerbang pintu depan lumayan jauh. Sedangkan yang naik motor langsung ke parkiran samping pintu masuk.

"Enak saja kamu mau berduaan, hah!" marah Nadira menatap anak bungsunya

"Iya dong Ma" jawab Vitore terkekeh

"Saya ikut Bu?" tanya Cilla pada Nadira yang masih menggandeng tangannya

"Jelas dong, kamu kerumah saya dulu ganti baju nanti pulangnya diantar Vitore" jawab Nadira

"Tapi nanti takut dicariin kakak" ucap Cilla

"Biar aja, siapa suruh ninggalin kamu" ucap Vitore merotasikan bola matanya













Sampai jumpa di part selanjutnya. Saya ucapkan terima kasih telah bergabung di cerita 'Mengalah? Gak papa'

Semoga kita bisa bersilaturahmi disini.

Dukung penulis dengan memberikan Vote dan Follow juga.

Mengalah? Gak papa (END)✔Место, где живут истории. Откройте их для себя