"Eh-, iya."

Kelima pemuda itu saling melempar pandangan penuh arti. Melihat Fitrah yang mengangguk sekali, Akhyar mengeluarkan sebuah amplop putih dari saku celananya kemudian menyodorkan kepada Nadhif dengan hati-hati.

"Itu surat kagak pernah keluar dari kanton apa? Perasaan di bawa-bawa mulu ama si Ustadz." Celetuk Agung.

"Si Akhyar jaga amanah. Nggak kayak lu, disuruh kewarung beli garam malah beli rokok." Timpal Randi asal nyeleneh.

"Astagfirullah, kapan saya seperti itu? Kamu fitnah."

"Alay."

Nadhif tersenyum tipis melihat interaksi itu, begitupun Silmi yang sejak tadi tak mengeluarkan suara.

"Terimakasih, kalau begitu saya pamit. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka bersamaan.

Nadhif bersama dengan Silmi pergi setelah pamit. Mereka berjalan menuju kelas 12C.

"Sopannya. Pantes Afnan kepincut. Masih halal sih saya nikung." Kata Agung sembari senyum-senyum layaknya orang tak waras.

"Astagfirullah, tak aduin kamu ke, Mas Afnan." Seloroh Fitrah dengan logat jawa. Yang lain tertawa mendengarnya.

"Becanda, yaelah."

***

Nadhif tiba di rumah dan segera berlari menuju kamarnya. Seperti biasa orang tuanya keluar kota, namun kali ini tidak sampai menginap disana. Katanya akan pulang sekitaran jam 8 malam.

Melempar tas secara asal, Nadhif membuang dirinya diatas kasur tempat tidur. Jantungnya berdegup kencang disebabkan terlalu takut membuka amplop dari Afnan ini.

Kedua tangannya memegang kedua sisi amplop dan menatap lekat.

Inginnya membuka bersama Silmi, namun sahabatnya itu menolak. Silmi menjaga privasi Afnan yang hanya untuk Nadhif. Maka tidak sepantasnya ia ikut nimbrung disebabkan rasa kepo, rasa ingin tahu terlalu besar itu tidak baik, katanya.

Nadhif tersenyum tipis mengingat perkataan sahabatnya tadi. Bijak dan dewasa.

Perlahan-lahan tangannya mulai menyobek pinggiran amplop. Mengeluarkan sebuah kertas putih dari dalam sana.

Nadhif semakin dibuat penasaran. Mungkin surat ini dapat menjelaskan mengapa Afnan tak muncul setelah hampir satu minggu lamanya.

Gadis itu berkeringat dingin. Segera ia melepas khimar, kemudian cadar dan terakhir ciputnya. Menghembuskan nafas panjang, tangannya membuka lipatan kertas tersebut.

Assalamu'alaikum.

Perkenalkan nama saya, Atharauf Afnan Isrul.
Lahir di bulan Agustus tepat di bulan kemerdekaan
Indonesia. Mungkin itu sebabnya kelahiran saya
begitu bermakna bagi keluarga.

Haha, basa-basi biar tidak basi.

Entah harus dimulai kata dari mana,
saya hanya mau mengucap kata 'pamit,
maaf, dan terimakasih.'

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Where stories live. Discover now