Membasuh (8)

14 9 8
                                    

"Za, mau pulang kapan?" Tanya Ario sambil memegangi perutnya.

"Sekarang" Jawabku sambil menoleh ke arahnya.
"Kenapa pegang perut seperti itu?" Tanyaku heran.

"Sakit perut, aku boleh pulang duluan?" Ucap Ario sambil terus memegangi perutnya.

"Tahanlah bodoh" Jawab Christian dengan lengan yang bergerak ke arah leher Ario seolah ingin mencekiknya.

"Ya ayo sekarang berangkat" Timpal Ario yang sudah tidak kuat menahan kotoran dan dosa di perutnya.

Kami semua pun beranjak pulang dengan cukup tergesa karena Ario yang merasakan kontraksi di perutnya, ia banyak makan hari ini sehingga makanan-makanan kemarin meminta untuk dikeluarkan.

***

Saat tiba di rumah, suasana rumah nampak sangat sepi, aku mencoba memanggil beberapa nama, tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Sebab semua orang rumah sedang tidak di rumah aku memilih untuk segera membersihkan diri dan beristirahat. Suasana malam disini sangat sepi, terdengar suara jangkrik yang saling bersahutan dari luar, juga di bersamai suara detik jam yang nyaring. Suara suara itu kian terdengar seolah mendukungku untuk tidur lebih cepat malam ini. Hingga semua tak lagi terdengar, aku tertidur pulas.

***

POV REIHANA

"Belajar yang giat, ya?"

"Iya, tapi capek"

"Gak apa apa. Kalau kamu capek tandanya kamu sedang berproses, gak ada proses yang gak capek kok"

"Jangan nangis, makan sambil nangis itu sakit" Lanjutnya. Ia kemudian mengambil piring yang kupegang dan beralih memelukku erat. Tentu aku menghabiskan tangisku dalam peluknya, karena kalau ingin berbohong pun, mataku tidak pernah bisa berbohong perkara aku yang lelah dengan hidupku sendiri.

Saat dirasa sudah tenang, aku melepas peluknya, aku mulai menghapus air mataku dan segera menghabiskan makananku.

***

Waktu berjalan begitu cepat, hingga aku menyadari kalau ini adalah hari kelulusanku, yang dimana aku akan melepas masa SMPku. Sebab aroma Covid-19 masih begitu pekat, masih banyak korban berjatuhan, masih perlu menggunakan masker, dan masih perlu menjaga jarak, kelulusanku diselenggarakan secara online.

Tentu ini hal yang menyebalkan, seharusnya hari kelulusan dirayakan dengan meriah, dengan kegembiraan dan kemudian ditutup dengan haru dan bangga. Tapi begitulah hidup, tak bisa ditebak.

Acara pelepasan siswa-siswi kelas IX berlangsung dengan lancar, hingga saat saat yang ditunggu-tunggu itu tiba. Benar, pengumuman 10 besar siswa terbaik.

Aku menunggu saat-saat itu untuk melihat seberapa jauh aku belajar dan seberapa keras aku mempelajari setiap mata pelajaran mati-matian. Tapi sial, namaku tidak ada di 10 deret tersebut hingga membuatku merasa semuanya sia-sia. Usai acara tersebut aku melepas seragamku dan berbaring di ranjang, dan hanya bisa menghembuskan nafas panjang.

"gapapa, udah hebat" Ucapku sambil mengelus dadaku, tapi aku benar-benar tidak sanggup, air mataku luruh bersamaan dengan lukaku di hari itu, kekecewaan tentu menghampiriku dengan hebatnya.

"Rei gagal lagi.."

"Ayah.. Rei gagal jadi anak Ayah yang cerdas seperti yang Ayah inginkan"

***

Suara ketukan pintu terdengar, mungkin aku akan terkena imbas dari kesialanku hari ini. Tak berselang lama, pintu terbuka dan menampakkan sosok pria paruh baya disana.

REGANZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang