Siapa dia? (3)

22 11 0
                                    

"Re-gan-z-za" Gumamku.

Lagi-lagi Reganzza. Aku benar-benar dihantui sosok ini, banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benakku perkara pria ini. Apakah dia benar benar hidup? Apakah dia benar benar ada di bumi? Apakah dia akan menghampiriku?

"Pft. Enggak, enggak. Ini terlalu jauh Rei" Ucapku pada diriku sendiri.

Bingung.. Aku bahkan tidak tahu harus apa sekarang, selain tertidur.

***
Waktu menunjukan pukul 00.00, aku terbangun karena dering alarm yang berisik. "Sejak kapan aku nyetel alarm tengah malam?" Gumamku sambil mematikan alarm tersebut.

Aku mengumpulkan kesadaranku lebih dahulu agar aku bisa berpikir jernih. Aku menatap tembok dengan tatapan kosong dan kembali mengingat jam berapa aku tertidur. Hingga aku memilih untuk bermalas malasan dulu dengan membuka handphoneku. Dan ya.. Aku mengingat sesuatu.

Aku bergegas ke ruang tamu, aku melihat sekeliling dan seperti biasa, pecahan kaca dimana-mana. Aku segera mengambil kain dan sapu kemudian bergegas mengambil pecahan-pecahan kaca tersebut dengan tanganku dan menyimpannya di atas kain yang sudah kuambil, lalu menyapu serpihan serpihan kaca kecil dan selanjutnya disimpan kembali pada kain tersebut dan membungkusnya. Kemudian dilanjutkan dengan menyapu dan mengepel seluruh ruangan di rumah ini. Tak sampai disitu saja, aku juga harus mencuci piring bekas makan malam Ibu dan Ayah, padahal aku sendiri belum makan apapun sejak pagi. Ya begitulah, aku selalu ragu untuk memakan makanan yang ada di rumah ini. Bukan tanpa sebab, melainkan saat aku kecil, setiap kali aku memakan makanan di kulkas, Ibu selalu bilang kalau aku ini tidak sopan. Padahal ini rumah Ayahku, dan segala yang ada di rumah ini adalah hasil jerih payah Ayahku. Tapi mengapa peranku disini benar-benar sebagai pembantu? Bukan sebagai anak bungsu dari pemilik rumah ini.

Setelah mencuci piring aku memilih untuk duduk sebentar di kursi meja makan, aku menghela nafas panjang sambil tersenyum miris menatap malangnya nasibku.

"Kenapa aku harus lahir ya?" Gumamku.

Tiba-tiba saja segala hal-hal buruk yang terjadi di masalalu kembali mengusik isi kepalaku. Tentang suara-suara teriakan, pecahan kaca, isak tangis, bentakan, dan hukuman. Semuanya mendominasi pikiranku saat ini.

Aku melihat ke arah kiri, dimana disitu terletak cermin besar. Aku menatap diriku penuh kasihan, aku tersenyum dan..

"Tapi kalo kamu gak hidup, semesta gak akan pernah ngerasain kebaikan kamu. Dan kalo kamu gak hidup, Kakak bisa lebih hancur karena menghadapi semuanya sendirian. Terus, kalo kamu gak hidup, semesta gak bakal tau kalo ada manusia ciptaan Tuhan yang sekuat kamu" Ucapku sambil terus menatap cermin, tak terasa air mataku turun bersamaan dengan luka yang tak kunjung sembuh.

Aku merasa semua pekerjaan rumahku sudah aku selesaikan, sisanya akan aku selesaikan di pagi hari karena aku merasa tubuhku sangat lemah. Aku melihat sebuah roti diatas kulkas, senyumku mengembang mengingat aku yang belum makan sejak kemarin, mungkin perutku juga senang? Aku segera meraihnya dan membawanya ke kamar.

***
Kasur tidur malam itu nampak sangat nyaman untuk sejenak mengistirahatkan pikiranku yang sedang kacau sebab luka yang dalam.

Aku merebahkan tubuhku, dan menutup mataku dengan ribuan semoga.

"Tapi kalau aku ingin pelukan nyaman Reganzza lagi, memang boleh?" Ucap hatiku malam itu.

Karena kalaupun aku berbohong, aku tidak pernah bisa membohongi diriku perkara aku yang ingin disayangi, perkara aku yang ingin dipeluk saat hancur, perkara aku yang hampir selalu kelelahan dan perkara aku yang tentu haus akan cinta. Maka apakah Reganzza bisa menjadi nyata untukku? Atau Reganzza hanya sekadar bunga tidur?

Aku membuka mataku, menatap kosong jendela yang ternyata belum kututup gordennya, kulihat sekitar dan aku tersenyum saat aku melihat bulan diatas sana, bentuknya yang menawan membuatku semakin merasa aman dan nyaman malam itu.

"Reganzza, kalau ternyata kamu merupakan satu dari seribu bagian dari bulan. Maka aku tentu tak akan ragu untuk bersaing dengan ribuan bahkan milyaran bintang di langit sana" Ucapku tanpa sadar.

Aku menutup gorden kamarku dan membuka handphoneku untuk mencari instrumen lagu yang pas untuk menemani malamku.

Alunan instrumen lagu 'Sampai Jadi Debu' mendominasi kamarku, membuatku tenang dan mengantarku kepada tidur lelapku.

***

Halo! Lebih sedikit dari sebelumnya. Sedikit obat untuk rinduku pada sosok itu, dan sampai bertemu di chapter selanjutnya!

Terima kasih sudah memeluk Reganzzaku. Semoga sehat selalu yaa!!

REGANZZAWhere stories live. Discover now