chapter 43 : jangan terluka

5.1K 282 96
                                    

༺❀༻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༺❀༻

BERLIN meringis pelan ketika melihat mobil Helena terparkir, dia melirik pada jam tangan nya yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Berlin terdiam di depan pintu, tak berniat membukanya, untuk beberapa saat dia sedang merapal alasan.

Cemas, Berlin menghembuskan nafas berulang kali, jemari jemarinya nya saling bertautan, setelah meyakinkan diri cukup lama baru Berlin membuka pintunya. Berlin menoleh ke arah sofa, Helena terlihat tenang menonton televisi, Berlin menghela lalu sepelan mungkin melepas sepatu.

"Bunda ..." panggil Berlin pelan, takut.

Helena mematikan televisi, menoleh kearah Berlin. "Darimana aja kamu?" Helena bertanya, mengintimidasi, membuat alasan alasan yang telah Berlin susun dikepalanya buyar begitu saja.

"Maaf Bun ... Luna habis dari Cafe sama temen," terang Berlin setelahnya.

"Semenjak pindah sekolah berubah ya kamu, ngikutin siapa kamu jam segini baru pulang? Bunda gak pernah larang kamu berteman dengan siapapun, yang penting kamu gak ikuti kebiasaan teman teman kamu yang suka pulang malam itu ..." Helena menautkan alis, menghembuskan nafas kasar, "... kamu perempuan, Luna, gak ada yang tahu musibah datangnya kapan, apa susahnya sih pulang sekolah langsung pulang ke rumah? Kamu bosan sendirian? Kamu boleh ajak Kate ke rumah, jadi gak perlu keluyuran malam malam," ucap Helena lagi.

Berlin tak berkutik di tempatnya, menunduk. "Maaf Bunda, Luna salah," lirihnya pelan.

"Gak sekali kamu seperti ini, Bunda dapat laporan dari tetangga kalau kamu suka pulang malam, dan kemarin malam juga teman cowok kamu datang ke rumah. Bunda gak pernah mau percaya omongan jelek orang tentang kamu, makanya hari ini Bunda pulang lebih awal untuk memastikannya langsung, dan ternyata benar kamu pulang malam ..." Helena menjeda, beranjak dari tempatnya mendekati Berlin, "... siapa yang kemarin malam datang ke rumah? Milan?" tanya Helena.

Berlin mengangguk. "Dean lebih dulu datang sebelum Milan, Bun," jawabnya.

"Astaga, Luna." Helena mendesah tak habis pikir, wanita itu memijat pelipisnya. "CCTV banyak yang dihapus, kenapa? Kamu lakuin hal apa!?" mengerut, Helena bertanya dengan intonasi tinggi, membuat Berlin terkejut.

Berlin mendongak. "Beberapa hari ini ada yang stalking aku, rekamannya sengaja aku hapus karena aku takut Bunda nanti khawatir dan kepikiran. Sadar gak barusan aja Bunda curigai anak Bunda sendiri? Itu sama aja Bunda percaya sama asumsi gak jelas orang orang pengadu itu!"

Helena menatap Berlin sekilas, kemudian menunjukkan sesuatu. "Bisa kamu jelasin tentang itu?" Berlin termangu melihat gambar yang Helena tunjukkan, foto dirinya ketika sedang menghadiri acara besar besaran Salvador.

"Bunda stalking aku?" Berlin menatap Helena, tak percaya Bunda nya akan melakukan sejauh itu. "Aku bukan anak kecil lagi, Bunda, aku di sana juga sama teman teman yang lain. Aku tahu Bunda punya trauma sama geng motor, tapi gak semuanya seperti apa yang Bunda pikirkan, aku fun ... apa salahnya?"

MILAN [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang