Chapter 3 : Descendant

42 28 0
                                    

Kuda cokelat itu berpacu kencang. Seseorang yang mengayunkan talinya seakan dikejar waktu untuk sampai di sebuah tujuan. Tudung yang tadinya menutup kepala, kini berkibar, lalu terbuka ke belakang karena angin, memperlihatkan wajah rupawan dengan rambut pirang yang tak melebihi batas leher.

Aiden Orfeolo, pria itu sudah sampai di negeri ini semalam, tetapi dia baru bisa benar-benar sampai di tujuannya saat matahari kembali menjingga di hari berikutnya.

Di depan sana, Aiden bisa melihat satu-satunya pintu masuk kompleks Akademi Calic, akademi yang setiap muridnya dibekali ilmu sihir dasar. Makin dekat dengan gerbang, pria tersebut memelankan kudanya, kemudian herhenti.

Seseorang yang berada di dalam gerbang, lebih tepatnya ada di pos penjaga, mengalihkan perhatiannya dari koran ke suara tapak kuda yang mendekat kemudian hilang. Dia pun berdiri dan melangkah ke gerbang.

"Hei," sapanya, Geez.

Aiden yang sedang mengamati akademi menoleh. Dia segera turun dari kuda, lalu mendekati Geez.

"Siapa kau? Apa aku pernah melihatmu?" tanya Geez.

Aiden melempar senyum sebelum menunduk hormat. "Sebelumnya aku meminta maaf karena tidak menyapa lebih dulu. Namaku Aiden dan ini pertama kali aku datang ke sini."

Aiden mengulurkan lembar identitasnya, lalu Geez membaca lembaran itu dengan jeli. Beberapa kali dia melirik Aiden saat membaca, seolah sedang memastikan sesuatu.

"Untuk apa jenderal besar Oraderata datang ke Akademi Calic?"

"Aku ingin bertemu dengan temanku. Menurut informasi yang kudapat, dia tinggal dan bersekolah di akademi ini," jawab Aiden.

"Hanya itu?"

"Iya."

"Bisa sebutkan namanya?"

"Caroline."

"Caroline? Anak bodoh itu?"

Aiden terkekeh. "Iya, dia. Apa–"

"Namaku Geez," sela pria itu. "Aku akan membuka gerbangnya, tapi aku tidak bisa mengantarkan. Aku harus, menjaga pos karena temanku sedang ke toilet."

"Tidak masalah."

Geez membukakan gerbang. "Kupikir kau harus menemui salah satu guru. Ruangannya di sebelah kiri setelah pintu masuk bangunan yang itu."

Aiden melangkah masuk hingga sejajar dengan Geez. Dia tersenyum. "Baiklah, Tuan Geez. Terima kasih. Ah, boleh aku titip kudaku?"

Geez melirik ke arah kuda cokelat di luar gerbang. Kuda itu tampak santai tetapi tidak diikat. "Apa kau tidak mengikatnya?"

"Ah, dia tidak akan ke mana-mana," sahut Aiden. "Aku menitip karena ... dia tidak suka sendirian," lanjutnya sembari menggaruk tengkuk.

"Apa?"

"Aku tidak akan lama."

][

Julia mengetuk pintu kamar Cara, kemudian Cara keluar dengan wajah kesal dan malas-malasan. Seharian dia hanya tidur-tidur, dan hal itu membuatnya makin malas saja.

"Ck! Siapa?!"

"Caroline," tegur Julia.

"Oh? Julia? Kenapa?"

Tak lama kemudian, Julia membawa Cara ke luar asrama. Dua perempuan tersebut berjalan beriringan dengan ekspresi yang berbeda. Julia tampak galak seperti biasa, sedangkan Cara tampak berseri-seri, apalagi ketika melihat Aiden duduk di salah satu bangku taman.

The Stupid WitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang