"Ya udah, aku yang beliin?" tanya Norin melihat Evas tidak lagi bersuara.

"Iya!"

"Terus, ngasihnya?"

"Besok aja!"

"No!" Norin menggeleng tegas. "Kan, kamu bisa samperin aku ke kamar."

"Kok kamu bisa tahu aku nginep sana?"

Norin mengedipkan mata. "Istrimu posesif, kan?" tanyanya. "Nyuruh kamu terus aktifin lokasi? Itu membuka jalan buat nyari kamu, Sayang."

"Dasar!" Evas mengusap puncak kepala Norin. "Udah, ya. Jangan ganggu lagi."

"Nggak mau ngasih hadiah?"

"Duit yang aku kasih udah habis?"

"Bukan hadiah itu!" Norin menggerakkan tangan Evas dengan manja.

Seketika Evas tahu maksudnya. Dia membungkuk dan mengecup bibirnya. "Udah, ya!" Setelah itu dia berjalan menjauh.

"I love you!" teriak Norin, tapi Evas tidak mengubris.

Norin tersenyum samar kala melihat beberapa wanita yang dilewati Evas memperhatikan. Pesona lelaki itu memang kuat. Bahkan, Norin dengan mudah jatuh hati. "Gue pastiin, nggak lama lagi gue jadi Nyonya Evas." Senyumnya semakin lebar setelah mengatakan itu.

***

Hari Senin, Amor kembali menjadi ibu rumah tangga yang tidak banyak melakukan kegiatan. Dua hari sebelumnya terlewati dengan begitu cepat. Rasanya Amor belum siap berpisah dengan dua hari itu.

"Perhatian banget," gumam Amor sambil menatap kantung belanjaan yang belum ditata. "Love you, Suami." Amor lalu mengeluarkan kantung belanjaan itu satu persatu.

Amor mengambil sebuah tas berwarna hijau lumut yang harganya setara dengan sebuah rumah kelas menengah. Dia meletakkan di rak khusus tasnya lalu beralih mengambil tas lain yang juga dibeli.

Tidak hanya tas, Amor juga membeli beberapa heels. Memang modelnya sama, tapi dari segi warna berbeda. Wanita selalu ingin memiliki aksesoris dengan warna yang berbeda, meski modelnya sama.

Tet....

Perhatian Amor teralih. "Siapa?" gumamnya kemudian keluar dari walking closet. Dia menuju ke layar yang tertempel di tembok dekat ranjang dan melihat seseorang yang berdiri di depan pintu gerbang. Kemudian satpam rumah membuka dan menerima amplop cokelat.

Amor mengernyit, merasa aneh karena kurir itu mengenakan setelan serba hitam. "Ck! Penipuan pasti." Dia memutuskan keluar untuk mencari tahu.

"Bu, ini ada paket." Pembantu Amor membawa amplop cokelat itu.

"Dari siapa?" tanya Amor sambil menuruni tangga.

"Tanpa pengirim."

"Jangan-jangan orang nipu." Amor sudah hafal dengan modus seperti itu. Dia menerima amplop cokelat itu dan membawanya ke kamar. "Oh, ya tolong buatkan saya jus jeruk. Nanti antar ke kamar."

"Baik, Bu!"

Amor kembali ke kamar dan meletakkan amplop itu begitu saja. Dia kembali menata barang-barang belanjaannya ke lemari. Wanita, jika ingin menata sesuatu pasti tidak bisa hanya dimasukkan begitu saja. Amor lantas menata ulang sebagian sisi agar sandal-sandalnya tertata rapi.

Tet.... Bel rumah kembali berbunyi.

Kali ini Amor tidak begitu memedulikan. Dia menata sepatu dan mengelompokannya sesuai warna. Dia juga mengecek, sepatu mana saja yang sudah usang.

"Belanja terus, ya!"

Amor berjingkat saat mendengar kalimat itu. Dia menoleh, melihat seorang wanita yang mengenakan rok panjang dengan model abstrak dan blouse putih tanpa lengan. "Mama...." Seketika dia mendekat, hendak menyalami. Tetapi, mama mertuanya melewatinya begitu saja.

Ayum melihat sepatu-sepatu Amor yang tergeletak. Lalu menatap ke rak lain dan melihat tas yang cukup mencolok. "Habisin duit lagi?"

"Ma. Nggak gitu," jawab Amor berusaha sabar. "Evas yang belanjain aku."

"Evas memang baik. Jangan kamu manfaatin dong."

Amor tersenyum kecut mendengar tuduhan itu. "Mama ke sini mau apa?"

"Emang nggak boleh dateng ke rumah anak sendiri?" Ayum berbalik dan menatap Amor yang kesulitan menjawab. "Evas sudah lama nggak pulang," lanjutnya kemudian keluar kamar.

Amor segera mengikuti sebelum mendapat sindiran keras. "Evas minggu ini sibuk, Ma."

"Nggak kamu larang, kan?"

"Mana mungkin, Ma!" jawab Amor sambil menuruni tangga. "Mama mau minum?"

Ayum tidak langsung menjawab. Dia berjalan menuju ruang kerja Evas lalu memutuskan masuk. Amor bergegas mengikuti, bingung dengan tindakan mama mertuanya.

"Mama nyari apa?" tanya Amor penuh penasaran.

Ayum meletakkan tas jinjingnya lalu menghadap Amor. "Ruangan ini nggak boleh sembarangan orang masuk, kan?"

"Iya, Ma."

"Mama perlu ngomong sama kamu," ujar Ayum membuat ekspresi Amor berubah khawatir. "Kamu udah isi?"

Tanpa sadar tangan Amor terkepal. Dia sudah menebak jika mama mertuanya tidak akan jauh-jauh menanyakan kehamilan. "Belum, Ma."

"Keluarga kita butuh keturunan. Mau siapa nanti yang lanjutin perusahaan?" tanya Ayum.

Amor mengangguk. "Tunggu sampai...."

"... nunggu kamu hamil?" tanya Ayum. "Sampai kapan? Nunggu sampai Evas tua?"

Amor menarik napas panjang. "Aku kepikiran buat bayi tabung."

"Telat banget!" jawab Ayum. "Kenapa kamu nggak nyuruh Evas nikah lagi aja? Mama yakin, ada yang salah sama tubuhmu."

MI AMOR: WANITA YANG DIKHIANATIWhere stories live. Discover now