MLB-16

280 23 0
                                    

Keadaan Riby semakin hari semakin membaik. Larina dan Glen selalu membawanya ke psikiater untuk menghilangkan traumanya.

"Ma ... besok Riby ke kantor ya."

"Mau ngapain, sayang?"

"Kerja ..., Riby kan udah sembuh. Jadi harus kembali kerja donk."

"Ya ampun sayang ... memangnya kamu tidak lelah dengan kejadian yang menimpa kamu ini? Nanti kamu kenapa-kenapa lagi, sayang ... nggak, mama nggak setuju."

"Ma ... Riby janji akan lebih berhati-hati ... dan akan keluar dari tim. Bener deh ... janji...."

"Kenapa baru sekarang kamu baru berniat pindah ke single project. Coba dari kemarin-kemarin ... kamu aman-aman aja deh." Glen ikut dalam pembicaraan Larina dan Riby.

"Kamu minta pendapat kakak kamu ya, Bi. Tanya Ramon dan juga Rey. Karena mereka akan paling repot jika kamu kenapa-kenapa," saran Larina.

"Ya udah deh, ma ... pa ... Riby main ke apartemen Kak Ramon ya. Nggak enak kan kalau nyuruh kak Ramon kesini terus."

"Ya sudah. Tapi ini masih jam empat loh, Bi. Ramon belum pulang."

"Aku punya kunci cadangannya kok, ma. Riby siap-siap dulu ya." Riby segera bersiap. Supir mengantarkan Riby sampai depan gedung apartemen Ramon. Sejak kejadian buruk yang menimpa Riby, Glen memutuskan untuk memakai supir pribadi.

Riby mendorong pintu dengan perlahan, ia melihat beberapa majalah berserakan di ruang tamu. Ada beberapa botol minuman kemasan yang sudah kosong di atas meja makan. Riby menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Kak Ramon ... kenapa jadi penjorok seperti ini." Riby langsung merapikan semuanya tanpa membuang waktu lagi. Riby memandang ke arah dapur, piring kotor ternyata sudah menumpuk di tempat pencucian piring. Riby mencuci semuanya, hingga tak ada satupun piring kotor yang tersisa. Diraihnya sapu, lalu menyapu seisi ruangan dengan cepat.

Keringat Riby bercucuran. Meneguk segelas air, lalu dinyalakannya Ac. Seketika udara dingin menerpa tubuhnya.

Pintu terdengar seperti sedang dibuka. Riby menoleh, Ramon datang dengan menjinjing dua kantong besar, dan sebuah paper bag di tangannya."Hai, sayang."

"Kakak nggak kaget, aku disini," tanya Riby kecewa karena kehadirannya tidak membuat Ramon terkejut.

"Mama sudah memberi tahu kakak, Bi. Makanya tadi kakak singgah sebentar untuk belanja makanan." Ramon meletakkan belanjaannya ke atas meja dapur, namun tetap menjinjing paper bag di tangannya.

Riby melongok ke isi bungkusan. Mengambilnya satu persatu dan memasukkannya ke dalam kulkas sesuai dengan tempat seharusnya.

"Kamu yang bersihkan semua ini, sayang?" tanya Ramon kaget,

"Hmmmm ...." Riby hanya bergumam.

"Terima kasih, sayang. Orang yang biasanya bertugas bersih-bersih, sedang cuti. Jadi ... ya kotor," balas Ramon yang kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian.

"Kak ... masakin aku donk," pinta Riby.

"Masak apa?" Ramon muncul, sekarang ia sudah berganti pakaian santai.

"Apa aja ... aku mau makan malam di sini sama kakak." Riby tersenyum.

Ramon melihat gelagat aneh dari seorang Riana Riby Kusuma. Tidak biasanya Riby bersikap seperti ini."Kamu mau minta sesuatu ya sama kakak?"

"Hah!"

"Tumben kamu bersikap seperti ini. Pasti ada maunya."

"Ah ... nggak ada apa-apa kok. Kakak salah sangka deh."

My Lovely BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang