[13] Kejutan

3.1K 257 1
                                    

BUG.

Sebuah pukulan melayang tepat di wajah tampan milik Reno yang sedang serius memerhatikan berkas di sofanya. Sementara Ilmi langsung beteriak kaget melihat apa yang terjadi di depannya.

Ia mendekati Reno yang kini tersungkur di lantai. Melihat baik-baik wajahnya yang kini sudah membiru karena pukulan tadi.

"Ren, nggak apa-apa?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.

Reno mengabaikan pertanyaan Ilmi. Ia memilih berdiri dan menatap orang yang baru saja memukulnya tanpa alasan.

"Maksud lo apa dateng-dateng ngasih pukulan?"

Ridwan menatap Reno menantang. Kedua matanya menajam bagaikan elang. Dan Ilmi tahu, laki-laki itu pasti sedang serius.

"Gara-gara lo, Vina diculik!"

Detik itu juga, baik Ilmi maupun Reno membelalakkan matanya. Sama-sama terkejut.

"Gue udah bilang, jangan suruh dia terjun langsung ke lapangan tanpa pengamanan!" sentaknya penuh emosi. "Tapi kenapa lo suruh dia datengin Dewi buat nyadarin tu cewek, hah!?"

Reno mengernyitkan keningnya. "Gue nggak pernah nyuruh dia," gelengnya.

"Brengsek!" Ridwan menghentikan tangannya di udara saat melihat Ilmi langsung berdiri di depan Reno. Membentengi laki-laki itu.

"Pukul gue. Jangan Reno." Katanya.

"Lo cewek!"

"Kenapa?" tanyanya dengan nada menantang. "Nggak berani!?" Ilmi menatapnya tajam. "Gue begini supaya lo tenang dulu. Bicarain baik-baik. Jangan asal mukul. Lo kira dengan lo mukul Reno, Vina bakalan balik?" Salah satu alis Ilmi terangkat. "Gue juga panik, Wan. Gue juga sama kagetnya sama lo. Tapi gue masih berpikir jernih. Reno nggak tau apa-apa dan jangan lo salahin seenak lo aja."

Di balik punggung Ilmi, Reno terdiam membisu. Pada setiap kalimat yang diucapkan perempuan itu menyiratkan sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang selama ini tak pernah didapatkannya. Dan... mengapa tiba-tiba jantungnya bergemuruh cepat lagi di saat perempuan itu berada di dekatnya? Apa dia sudah gila?

***

Setelah menyelesaikan kesalahpahaman dengan Ridwan, juga telah membuat rencana baru untuk ke depannya, Reno meminta Ilmi untuk tetap tinggal di kantornya.

Demi Radio Dewi yang Indah, Reno benar-benar ingin berkata sesuatu. Tapi, lidahnya mendadak kelu setiap kali ia membuka mulutnya. Dan itu membuat Ilmi akhirnya menyerah dan memilih untuk membaca buku novel di sofa empuk yang berada di ruangan Reno.

"Mi,"

"Hmmm...."

"Jadi sekertaris gue ya." Akhirnya. Reno menghembuskan nafas leganya setelah berhasil mengucapkan sesuatu.

Saat itu juga Ilmi mendongak. Mengalihkan tatapannya dari buku yang ia baca. Kemudian menatap Reno dengan kening berkerut.

"Lo lagi nggak sakit kan, Ren?"

Reno menggeleng.

Perempuan itu menyipitkan matanya. Merasa aneh dengan Reno. Belakangan ini Reno jadi sedikit sensitif.

"Lo tau gue kuliah jurusan Sistem Informasi, kan!?" tanyanya meyakinkan.

Reno mengangguk.

"Nah, elo berarti tau kalo gue nggak bisa jadi sekertaris lo." Katanya dengan nada final. "Lo kenapa sih? Salah makan? Atau... stres karena masalah balas dendam?"

Laki-laki itu hanya menggeleng pelan. Kedua matanya masih menatap Ilmi lekat. "Lo jadi sekertaris gue ya. Sekertaris pribadi." Katanya lagi dengan nada memaksa. "Lo nggak perlu ngurusin masalah perusahaan. Lo cukup ngurusin jadwal gue sehari-hari aja. Kayak pergi ke kantor, pergi ke reunian, pergi ke- ya pokoknya, yang umum-umum aja."

Beautiful HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang