[10] Kebebasan yang Tak Diinginkan

3.5K 287 1
                                    

Setelah menggendong Ilmi dan membawanya ke kamar perempuan itu, Reno berjalan ke arah dapur. Menyiapkan handuk kecil, baskom dan air hangat. Mengambil obat demam dari kotak P3K dan menyiapkan segelas air putih.

Laki-laki itu masuk kembali ke kamar Ilmi. Duduk tepat di sebelah kirinya. Mengompres Ilmi dengan kain yang sudah ia celupkan ke dalam air hangat. Mengelap wajah sampai lehernya.

"Mi, bangun dulu." Reno menggoyangkan tubuhnya pelan. "Sebentar aja," ucapnya saat melihat Ilmi menggeliat tak mau. "Lo harus minum obat."

***

Ilmi mengerjap-ngerjapkan matanya. Memejamkan matanya sekali lagi untuk membiasakan cahaya yang menusuk iris matanya. Ia melirik ke samping kirinya. Sebuah tangan besar, kepala dengan rambut beraroma mint menyeruak hidungnya. Di meja samping tempat tidurnya terdapat gelas dan obat demam.

Ia menyentuh dahinya. Kain itu masih bertengger manis di sana. Ia mengernyit untuk kesekian kalinya sambil menatap orang yang tidur tepat di sampingnya.

Berusaha untuk mengingat apa yang terjadi sebelum akhirnya ia tertidur dan baru bangun pagi ini.

Terkejut. Ia mengingat sepintas tentang kedatangan Reno. Laki-laki itu pergi ke kamar mandi dan tiba-tiba ia merasa tubuhnya menggigil kedinginan dan rasa kantuk menyergapnya.

Tangan itu bergerak. Tubuhnya menggeliat dan Ilmi langsung terkesiap.

"Lo udah bangun?" Suara serak itu membuat Ilmi tiba-tiba merasa gugup. Reno bangun dan menatap Ilmi dengan kedua mata menyipit. "Gimana? Udah mendingan?" tanyanya.

"E-elo ke-kenapa masih di sini?"

Reno berdecak pelan. "Lo sakit begini, mana mungkin gue tinggal."

Laki-laki itu mengulurkan tangannya, membuat Ilmi menjauhkan dirinya dari Reno. Melihat Ilmi yang menjauh, Reno tertawa. Ia menarik paksa bahu Ilmi untuk mendekat, kemudian menyentuh dahinya pelan.

"Udah mendingan." Katanya setelah melepaskan sentuhannya di dahi Ilmi. "Udah jam tujuh, lo mau kerja? Atau mau ijin aja? Nanti gue telfon Baron kalau mau ijin."

Mengingat Baron, Ilmi teringat kembali pertemuannya dengan Baron. Saat anak laki-laki itu marah padanya. Kecewa padanya.

"Gue kerja aja," ucap Ilmi sambil berusaha mendudukan tubuhnya. Namun tak berhasil. Pening kembali menyergapnya meskipun tubuhnya tak sepanas semalam.

"Yakin?" Salah satu alis Reno terangkat saat melihat kondisi Ilmi yang belum dikategorikan sebagai sembuh total. "Gue telfon Baron deh," ucapnya. "Mana ponsel lo?"

***

Setelah mendapat berita singkat dari Baron tentang pemecatan Ilmi, Reno dan Ilmi bergegas ke Sun World. Reno memilih untuk menunggu di dalam mobil karena tidak mungkin masuk ke dalam Sun World secara sembarangan. Sementara Ilmi memaksakan diri untuk masuk.

Meskipun pening masih menyergap kepalanya, ia berusaha untuk datang. Ia harus meminta penjelasan atas pemecatannya yang tiba-tiba.

Bukan masalah jika ia harus dipecat, toh ia akan mencari pekerjaan lain. Dan Reno sudah mengatakan bahwa ia bertanggung jawab sepenuhnya atas pekerjaan Ilmi. Tapi, jika ia dipecat begini, berarti ia tidak berhasil melakukan apa pun untuk melakukan balas dendam.

Dengan langkah tergesa-gesa dan sedikit sempoyongan, ia berjalan di koridor menuju ruang direktur di mana Brian berada.

Namun, ia langsung menghentikan langkahnya saat melihat seorang perempuan manis berjalan dengan beberapa pengikut di belakangnya. Rombongan itu menghentikan langkahnya tepat di depan Ilmi.

Beautiful HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang