Bab 12.

378 16 2
                                    


POV Arum 

Apa yang terjadi? Ke mana dompetku yang kusimpan di tas? Jangan-jangan?

Aku kembali ke tempat di mana wanita tadi duduk. Namun, dia sudah tak ada, kabur membawa sisa uang di dompetku. Tubuhku terkulai lemas, bagaimana aku bisa pergi ke Solo dan memulai hidup di sana kalau tak membawa uang sepeser pun? 

Di dompet tersebut ada uang tabunganku senilai lima juta rupiah, tadinya akan kupakai untuk membayar kontrakan dan modal usaha kecil-kecilan, sisanya menyambung hidup sehari-hari. Akan tetapi, jika sudah seperti ini, apa yang harus kulakukan?

Kembali ke rumah Mas Arga, itu tak mungkin. Tekadku sudah bulat untuk pergi dari kehidupannya. 

Kutitipkan kantong yang berisi baju dan tas selempang milikku ke petugas di sana. Setelah menceritakan apa yang barusan kualami kepada petugas keamanan lalu meminta bantuan meminjam uang  untuk ongkos angkutan. Sebagai jaminan, semua tas dan KTP kusimpan di pos. Untunglah masih ada orang baik yang mau membantuku. Pria paruh baya tersebut meminjamkan senilai uang yang kubutuhkan.

Mungkin dia iba, sehingga tanpa berpikir banyak membantuku yang sedang kesulitan. Ia juga berjanji menjaga barang-barang milikku dengan aman sebelum kembali ke stasiun.

Sepanjang perjalanan di dalam angkot, aku terus memegang kalung di leher. Sudah tepatkah keputusan ini? Tadinya, akan kusimpan kalung dari Mas Arga sebagai kenangan darinya. Namun, jika tak menjualnya, diriku tak mungkin bisa pergi dari kota ini.

Uang yang kubawa ternyata raib dicopet. Mengapa cobaan ini terus datang bertubi-tubi? Terkadang diriku lelah dengan segala yang terjadi.  Akan tetapi, mengeluh pada-Nya bukan hal yang tepat. 

Tak berapa lama angkot berhenti di depan toko perhiasan. Aku menjual kalung hadiah dari Mas Arga. Cukup lama memandang benda tersebut, merasa berat sekali untuk melepasnya. Selain cincin pernikahan, itulah barang yang menurutku paling berharga. Bukti cinta suamiku dulu. Sebelum ... wanita lain hadir di antara kami.

Kini, kenangan dari suamiku itu sudah tak kumiliki. Seperti cintanya, yang telah dengan tega dia bagi dan berikan untuk yang lain. Sementara mengejar waktu untuk ke stasiun, agar tak ketinggalan kereta. Kupesan ojek online untuk mengantarku ke tempat tujuan dengan cepat.

Untunglah, meski sempat terjadi tragedi yang tak diinginkan. Akhirnya, aku bisa pergi juga dari kota Jakarta. Di mana kenangan bersama Mas Arga tersimpan dalam memori. 

‘Selamat tinggal, Mas. Maafkan aku, bila selama kita bersama, hanya bisa menyusahkan Mas Arga saja. Berbahagialah dengannya yang kamu cinta.’

**

Setelah menempuh perjalanan selama 9 jam, akhirnya aku sampai juga di Solo. Sebuah kota di Jawa Tengah, dengan batik sebagai ciri khasnya. Turun di  stasiun Purwosari pukul sepuluh malam. Kesan nyaman itu yang kurasakan ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Semoga ini menjadi awal kehidupan baruku yang damai nanti.

Aku pergi ke rumah temanku Shofie dengan menaiki sebuah taksi. Sebelumnya, dia sudah memberikan alamat rumahnya yang berada di komplek . Dia juga sudah membantu mencarikan untukku kontrakan yang pas. Sebelum itu Shofie meminta untuk terlebih dulu ke rumahnya.

Saat pertama kali datang ke rumah Shofie, dia menyambut diriku. Kami berpelukan meluapkan kerinduan yang amat dalam.

"Ya Allah, Rum. Kamu pangling banget. Apalagi dengan penampilanmu yang tertutup ini. Semakin cantik dan anggun."

"Kamu justru yang bikin aku kagum. Semakin terlihat cantik dan energik. Benar-benar beruntung suamimu, Shof."

Dia mengajakku masuk ke dalam rumah mewahnya. Temanku itu memang dari keluarga yang berada, tetapi sama sekali tak sombong dan bukan tipe orang yang pemilih dalam berteman. Nyatanya, saat bersamaku, dia tak pernah membeda-bedakan. Malah terkesan sangat menghormati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 04, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sesal (Alasan Menghilangkannya Istriku)Where stories live. Discover now