Bab 6. Bertemu Arum?

1.1K 64 3
                                    

Di dalam kepalaku terus berputar-putar seribu pertanyaan. Namun, aku bersyukur Arum baik-baik saja. Meskipun aku masih tak tahu keberadaannya sekarang di mana.

Apa sebenarnya yang membuat dia pergi meninggalkanku? Tega sekali kamu, Sayang. Apa salahku? Bukankah selama ini sudah menjadi suami yang baik untukmu?

Adakah yang membuatmu menyerah selama menikah denganku? Aku tersentak ketika suara Ibnu terdengar berteriak memanggil.

“Ga ...!”

“Ga ...! Woy ... Lo lagi apa? Lo ngelamun!” tanya Ibnu di telepon. Aku memang tak bereaksi apa pun setelah temanku itu mengatakan informasi tentang Arum. Terlalu sibuk dengan pikiranku sehingga lupa masih dalam panggilan dengannya.

“Sorry, Nu. Terus May lihat Arum ke mana? Maksudnya apa dia membuntuti atau menyapa istri gue, misalnya.”

“Katanya dia mau susul tapi keburu pergi. Lagi pula mereka di tempat yang berseberangan. Apalagi jalanan lagi ramai banget mobil yang lalu lalang. Saat istri gue mau nyusul, Arum sudah enggak ada.”

Aku mendesah frustasi, bagaimana lagi aku harus mencari keberadaan istriku. Teringat dengan perhiasan, mungkin aku bisa bertanya kepada pemilik toko siapa tahu mereka masih ingat wajah Arum. Jadi, aku bisa tahu ke mana perginya istriku itu.

“Nu, apa Lo sudah tanya ke toko perhiasan itu?”

“Belum. Rencananya besok Gue ke sana. Sambil tanya-tanya sekitar stasiun siapa tahu ada pedagang atau petugas bahkan orang yang ingat wajah Arum.”

“Oke, Gue serahin semuanya sama Lo. Kebetulan Gue enggak bisa bantu . Ini lagi di Bandung, ada keperluan mendesak. Mungkin besok baru balik ke Jakarta lagi,” ucapku.

Setelah obrolan kami berakhir. Kusuruh Pak Mansur yang sejak tadi tak bersuara untuk melajukan mobil yang kami tumpangi, mencari tempat makan karena perutku sudah minta di isi.

Meski banyak sekali masalah yang menimpaku dua hari belakangan ini. Aku tetap harus makan, yang paling penting menjaga kesehatan agar tak sakit.

Apalagi kurasa akan sangat sulit mencari keberadaan Arum. Entahlah perasaanku yakin seperti itu. Semoga saja salah, istriku cepat ditemukan.

Mobil melaju membelah jalanan kota Bandung malam ini. Kupejamkan mata, tubuh ini merasa lelah dan mengantuk. Tiba-tiba bayangan Arum melintas begitu saja. Senyum, sikap manja, serta perhatiannya padaku kembali terbayang dalam ingatan seperti kaset yang sedang diputar.

“Mas rindu kamu, Sayang,” gumamku pelan. Bahkan sangat pelan. Mungkin hanya aku yang dapat mendengarnya.

Tak pernah aku merindukan istriku itu saat sedang di mana pun. Apalagi saat sedang bersama Erika. Seolah-olah istri mudaku itu selalu membiusku dengan segala pesonanya. Membuatku tak ingat sekitar. Yang selalu kuinginkan hanya lah memadu kasih terus menerus dengan Erika.

Namun, sekarang Arum lah yang selalu kulamunkan dalam setiap menit yang kujalani. Mengapa baru sekarang aku sadar kalau aku takut kehilangannya? Setelah dia pergi entah ke mana.

‘Memang benar, kamu tak akan pernah merasa orang yang kau sayang berharga. Setelah dia pergi barulah merasa kehilangan’

Tiba-tiba rasa penyesalan menguar begitu saja.

Jika mengingat kembali isi goresan pena Arum di kertas yang kudapat dari bocah bernama Ivan itu. Kurasa Arum kecewa padaku.

Dia menulis kalau semua laki-laki yang berada di sampingnya, pandai mempermainkan perasaan seorang istri. Dunia ini hanya diisi oleh para pria pembohong. 

Sesal (Alasan Menghilangkannya Istriku)Where stories live. Discover now