Bab 9 bag 2

992 44 4
                                    

POV Arum

Saat aku sedang duduk di meja makan menunggu Bi Surmi beres memasak, suara notifikasi di ponsel terdengar. Ternyata sebuah pesan dari nomor tidak dikenal. Siapa yang mengirimkan pesan padaku?

Karena penasaran kubuka aplikasi berwarna hijau tersebut. Ketika melihat isinya dahiku mengernyit, di dalamnya terdapat sebuah foto undangan pernikahan.

Apa itu undangan untukku?

Namun, apa yang kulihat? Kenapa namanya sama dengan suamiku? Apa maksud semua ini?

Dadaku bergemuruh, hawa panas menjalar ke seluruh anggota badan, bahkan air mataku sudah menggenang di pelupuk mata. Cairan bening ini bagai sebuah kaca yang menghalangi netra membuat penglihatanku tak jelas. Setetes demi setetes air mata mengalir di pipiku ini.

Gegas aku menyeka air mata yang sudah terlanjur keluar, tak ingin Bi Surmi tahu apa yang sudah kulihat barusan. Berpamitan untuk ke kamar, meminta Bi Surmi memanggilku kalau makanan sudah siap.

Tanpa menoleh aku berlari sambil memandang foto yang masih bisa kulihat di layar ponsel. Semoga saja Bi Surmi tak curiga.

Jika dilihat-lihat kembali, tanggal pernikahannya itu hari ini. Akadnya akan dilaksanakan di sebuah mesjid di kota Bandung nanti sore. Inikah alasan sebenarnya suamiku meminta izin ke kota tersebut? Bukan ingin seminar seperti yang dia katakan padaku?

Kamu tega, Mas. Apa kurangku selama ini? Bahkan kamu menyembunyikan semuanya dariku. Apa arti aku dalam hidupmu, Mas?

Kamu tahu apa yang paling kubenci dalam hidup, perselingkuhan dan sekarang Mas Arga yang berkhianat. Kamu ingkar dengan janjimu yang akan setia dulu, Mas.

Aku tergugu duduk di pinggir ranjang. Meratapi nasib yang kurasa tak adil. Haruskah apa yang terjadi pada Mama diwariskan padaku juga, Ya Allah? Dosa apa yang diperbuat sehingga hamba mengalami hal ini?

Cukup lama aku menangis di sudut kamar sambil memandang foto Mas Arga. Karena Bi Surmi mengajakku untuk makan, akhirnya dengan terpaksa aku keluar dari kamar lalu  turun ke bawah setelah mencuci muka yang telah basah karena air mata.

Sebelum kulihat sendiri dengan mata kepalaku Mas Arga menikah lagi. Tak ada seorang pun yang boleh tahu tentang hal ini. Biarlah untuk selanjutnya semuanya mengalir dengan sendirinya.

“Bi, barusan Ibu Panti ada menghubungiku kalau ada acara. Aku harus pergi ke sana.  Mungkin aku akan menginap. Jadi, Bibi enggak usah menunggu pulang. Aku juga akan pergi sendiri. Jadi, Mang Mansur enggak usah nganter,” ucapku menjelaskan.

Aku berniat untuk pergi ke Bandung sendiri. Memastikan ke alamat yang tercantum di kartu undangan. Namun, hati ini ragu, akankah aku sanggup melihat semuanya? Jika benar itu Mas Arga, apa yang harus kuputuskan mengenai rumah tanggaku?

Bersambung.

Kira-kira bagaimana reaksi Arum selanjutnya? Benarkah itu suaminya? Kalau benar siapa yang sudah mengirimkan foto lewat pesan tersebut?

Sesal (Alasan Menghilangkannya Istriku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang