16. Nafsu, obsesi, dan cinta

326 17 41
                                    

Aku sedang tergila-gila pada salah 1 lagu milik ONE OK ROCK. Let Me Let You Go. Aku sangat menyukai lagu itu meski liriknya tidak berkaitan denganku.Ini murni tentang musiknya. Aku benar-benar suka.

Sebuah pesan masuk ke ponselku saat aku sekadar bersantai di dalam kamar sambil mendengarkan lagu yang itu-itu saja.

"Kau bisa mengenali foto siapa ini?" Theo bertanya melalui WA.

Dia baru saja mengirim foto seorang cowok berambut super pendek yang tampak dari samping. Setengah badan.

"Luki." jawabku.

"Whoaa... kau masih bisa mengenalinya. Ini pertama kalinya dia berambut pendek kan?"

Theo benar. Biasanya Luki selalu berambut panjang. Kiblatnya adalah Jepang.

"Aku yakin kaulah penyebabnya merubah penampilan." tambahnya.

"Kenapa aku?"

"Tadi siang kalian ribut di belakang gedung utara kan? Aku sempat dengar sebentar."

Sial!

"Jam 3 sore tadi dia muncul dengan rambut sependek itu."

"Bukan urusanku." tegasku.

Theo langsung mengirim stiker yang mewakili tawanya.

"Juga bukan urusanku." Dia menambahkan di bawah stikernya.

Kalau merasa bukan urusannya kenapa dia harus membahasnya? Ini tidak seperti dia biasa berkirim pesan denganku juga. Jadi, apa tujuannya?

"Ngomong-ngomong, sebenarnya yang ingin kubahas bukan Luki." akunya, "Kita sesama alpha yang sudah mengikat seseorang. Jadi ada yang ingin kutanyakan padamu."

"Langsung saja."

"Tentang seseorang yang sudah diikat. Apa benar dia tidak akan bisa melawan pesona pengikatnya?"

Ah, aku pernah mendengar itu dari Geni.

"Sepertinya begitu." jawabku.

"Artinya aku dalam masalah."

"Kenapa?"

"Aku sekamar dengan orang itu, yang sudah kuikat 6 tahun lalu." Ho, "Dia kesulitan menahan nafsunya. Jadi dia sering mengguyur badannya dengan air malam-malam. Itu tidak baik untuk kesehatannya kan?"

"Kalau begitu langsung lakukan saja."

"Maksudmu... berhubungan badan?"

"Ya. Tapi jangan lupa pengaman."

"Masalahnya kami tinggal di rumah orang tuaku. Kalau macam-macam... orang tua dan kakakku pasti bisa mendengar suara kami."

Aku langsung tertawa setelah membaca penjelasannya. Memangnya setipis apa dinding kamarnya? Dan bisa sekeras apa suara mereka?

"Kalian harus pindah." saranku, "Atau lakukan saja di luar rumah. Maksudku di hotel, hutan, atau taman yang remang-remang."

"Hutan dan taman remang-remang bukan pilihan!"

Aku kembali tertawa.

"Ya sudahlah. Aku hanya ingin memastikan tentang ketidak mampuannya menahan nafsu. Terima kasih karena sudah berbagi pengalaman. Tapi kau juga jangan macam-macam di hutan dan taman remang-remang."

Mana mungkin. Kalau harus melakukannya aku pasti memilih di kamar. Sayangnya itu masih lama. Setidaknya 4 tahun lagi, asal aku bisa menahan diri. Dan sialnya sekarang aku horny.

"Aku butuh Geni." batinku.

Dia sudah menjadi milikku tapi tidak bisa kusentuh.

***

Aku kesiangan. Bukan berarti aku bangun melebihi jam sarapan. Kedua mataku terbuka saat langit masih berwarna gelap. Hanya saja ini bukan jam bangunku yang biasanya. Seharusnya aku sudah selesai mandi pada jam sekarang.

"Banyak sekali." Keluhku setelah melihat pemberitahuan pada ponselku.

Ada 66 pesan masuk saat aku tidur semalam. Gila, semuanya dari Luki. Isinya cuma ungkapan cinta yang lama-lama menjijikkan. Kalau sudah begini lebih baik kublokir saja nomornya. Ada-ada saja.

***

Aku keluar dari kamar setelah selesai bersiap-siap. Langsung menuju ruang makan dan duduk di samping ibu yang sedang makan bersama ayah.

"Dipanggil dari tadi baru keluar sekarang." keluh ibu, "Kami sudah hampir selesai makan."

"Maaf."

"Kuliahmu lancar kan, Gabriel?" tanya ayah padaku.

Kuanggukkan kepalaku.

"Selesaikan kuliahmu tepat waktu. Setelah lulus lanjutkan di luar negri."

"Aku boleh kuliah di luar negri? Dulu ayah dan ibu melarangku."

"Semua kakakmu di luar negri. Kau anak terakhir. Jadi sebenarnya kami ingin kau menemani kami di sini."

"Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?"

"Karena Geni belum cukup umur." jelas ibu.

"Maksudnya kalian ingin menjauhkan kami?"

"Ya."

"Aku tidak mau." tolakku, tegas.

"Itu pilihan terbaik untuk menjaga kalian berdua. Tidak tinggal serumah pun kau terus menemuinya. Nafsu sulit dikendalikan, Gabriel. Apalagi kau sudah mengikatnya. Jadi pilihan terakhir kalian harus dipisah sejauh mungkin."

"Kalian para orang tua hanya mempermainkan kami berdua." protesku.

"Tidak ada yang mempermainkan kalian." Sangkal ibu.

Tentu saja mempermainkan.

"Kalian seenaknya menjodohkan kami." Aku berusaha mengingatkan, "Memang benar kami sama-sama setuju, tapi tetap tidak mengubah fakta kalau kalian lah yang merancang semuanya.

Setelah pernikahan, kami justru harus berjauhan. Padahal aku pernah dapat peringatan untuk menjaga hubungan baikku dengan Geni. Sebenarnya apa yang kalian inginkan!?"

"Apa kau mencintai Geni, Gabriel?" tanya ayah.

"Ya." Jawabku tanpa ragu.

"Bukan sekadar nafsu? Sejujurnya upacara pernikahan yang kalian jalani memiliki pengaruh gaib yang membuat kalian saling menginginkan satu sama lain. Landasannya nafsu."

"Akan kubuktikan kalau perasaanku bukan sekadar nafsu."

"Caranya?"

"Aku tidak akan macam-macam padanya sebelum kalian mengizinkan. Bahkan tidak akan menciumnya," janjiku, "lagi."

"Ternyata kau sudah menciumnya." gumam ibu.

Mau bagaimana lagi kan, Geni-Sudahlah. Aku mengaku salah. Aku mulai macam-macam padanya.

"Aku berangkat sekarang." pamitku sambil berdiri.

"Sarapan dulu." suruh ibu, "Tidak usah ngambek seperti anak kecil."

"Bukan soal ngambek tapi aku bisa telat ke kampus. Pokoknya aku berangkat sekarang."

"Hati-hati."

Tentu saja aku akan berhati-hati. Aku tahu aku harus menjaga tubuhku karena minggu ada kencan dengan Geni. Kalau sebelum hari itu terjadi apa-apa rencana kami bisa batal dan harus menunggu seminggu lagi. Aku tidak mau.

***

20:49 wib

2 November 2023

reo

Aku selalu mendengarkan lagu Let Me Let You Go - ONE OK ROCK untuk masuk kedalam nuansa cerita ini. Padahal liriknya tidak berkaitan dengan isi cerita.







GravityWhere stories live. Discover now