CHAPTER 3 : KETERLALUAN

151 6 1
                                    

"Kalila!" Seorang perempuan bertubuh langsing melebarkan langkah, menyusul Kalila yang tengah menyentuh sensor fingerprint pada Fingerprint Scanner

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kalila!" Seorang perempuan bertubuh langsing melebarkan langkah, menyusul Kalila yang tengah menyentuh sensor fingerprint pada Fingerprint Scanner. "Nanti ke kawinan gue, lo mau ajak siapa?"

Tami adalah primadona perusahaan. Perempuan anggun yang banyak diincar karyawan laki-laki dari perusahaan lain. Kebetulan kantor tempat Kalila bekerja berada di lantai delapan sebuah gedung perkantoran. Kalila menepi, mempersilakan Tami untuk absen. Sambil menunggu, dia mengambil lanyard dari dalam tas dan mengalungkan ID card di leher. "Lihat nanti aja, Tam."

"Bingung, ya, mau bawa cowok yang mana?" tanya Tami setengah mengolok. Meski dicap anggun, perempuan berambut sebahu tersebut gemar sekali menyinyiri gaya hidup Kalila, terutama tentang perempuan itu yang sering berganti pacar. Tami tidak jarang memamerkan calon suaminya yang merupakan manajer sebuah hotel bintang lima. Katanya, pernikahan mereka pun akan diadakan dengan meriah. "Makanya, Kal, kalau punya cowok itu cukup satu aja kayak gue. Satu juga enggak habis kali. Yang penting, sih, awet. Daripada sering gonta-ganti, tapi ujung-ujungnya putus di tengah jalan. Please, deh, malu-maluin banget. Pacaran mulu, tapi nggak kawin-kawin."

"Kata siapa pacaran nggak kawin, Tam? Kalau ada kesempatan, kawin bisa kapan dan di mana aja." Melihat Tami selesai absen, Kalila berjalan memasuki lift. Perempuan itu memutar badan menghadap Tami dengan senyum yang menghiasi bibir. "Btw, gimana, sih, Tam, biar nggak di-notice cowok? Jujur, ya, bukan mau gue gonta-ganti cowok, tapi kalau merekanya yang mau gimana? Ah, mungkin gue terlalu manis kali, ya, kayak gula yang dikerumuni semut-semut kece gitu."

Tami memutar bola mata mendengar pengakuan Kalila. "Sok cantik banget, sih, lo, Kal."

"Memang cantik kali. Gue, kan, cewek. Kalau cowok, baru ganteng." Kalila menahan tawa melihat ekspresi dongkol Tami. Begitu lift terbuka, seorang office boy yang tengah berdiri di depan pintu lift tersenyum pada Kalila.

"Pagi, Mbak Kalila," sapanya ramah sambil mengulurkan bungkusan. "Ini nasi uduk buat sarapan Mbak Kalila. Dimakan, ya."

Kalila menerima bungkusan tersebut dengan senyum lebar. Beberapa hari lalu, dia memang membantu office boy tersebut yang kena omel. Alhasil, anak itu berjanji akan membawakan nasi uduk yang katanya enak. "Aduh, makasih banget, ya. Ini buat Mbak Tami nggak ada?"

Laki-laki itu menggaruk tengkuk sambil menggeleng. "Nggak ada. Saya cuma bawa buat Mbak Kalila aja. Maaf, permisi, ya, Mbak."

Kalila mengangguk. Laki-laki itu pergi menuju pantry.

"OB aja lo embat, Kal," komentar Tami berjalan mendahului Kalila menuju tempat kerja. Namun bukannya tersinggung, Kalila malah tertawa. Menurutnya, Tami iri karena Kalila mendapatkan perhatian.

***

"Ribut lagi sama Tami?" sapa Lea, senior Kalila, begitu melihat wajah Tami masam. Dia melihat Tami bergegas menuju ruangan Pak Barata, direktur tempat mereka bekerja. Seperti biasa, perempuan itu pasti akan mengadu. Tami yang merupakan asisten Pak Barata selalu diperlakukan spesial. Banyak kabar beredar bahwa mereka ada hubungan.

"Dia yang cari perkara duluan," balas Kalila sambil berjalan menuju meja kerja sambil meletakkan nasi uduk di atas meja. "Gue, sih, cuma nanggepi aja. Tapi ujungnya dia yang sewot."

Lea menggeleng. Kalila dan Tami sudah seperti kucing dan anjing. Setiap hari, selalu ada saja yang jadi masalah. Tidak pernah bisa akur. "Dia pasti tanya ke acara nikahannya lo mau dateng sama siapa."

Kalila menjentikkan jari. Meski usia mereka terpaut lumayan jauh, tapi Kalila tidak pernah sungkan kepada Lea. Dia menganggap perempuan itu sudah seperti kakaknya sendiri. "Hebat. Cenayang lo, Mbak."

"Gue juga penasaran, sih, Kal. Nanti lo mau dateng sama siapa. Secara, kan, belum lama putus. Apa mau pergi bareng Pak Barata aja? Single, loh, dia sekarang. Masih anget cerai sama mantan istrinya."

Buru-buru Kalila menggeleng, karena membayangkan laki-laki itu berbuat yang aneh-aneh pada dirinya. Pak Barata itu agak mesum. Anehnya, Tami tetap betah menjadi asistennya. "Nggak perlu, Mbak, makasih. Mending gue dateng sendiri aja, daripada harus sama dia."

"Cepet cari cowok, kalau nggak mau dinyinyiri lagi sama Tami."

***

Kalila membuang napas kasar menatap setumpuk sample parfum yang tergeletak di atas meja. Pasca Tami mengadu pada Pak Barata, kini perempuan itu dilimpahi banyak sekali pekerjaan. Salah satunya packing sample parfum yang akan dibagikan pada acara launching besok. Setelah lulus kuliah, Kalila sudah bekerja di banyak tempat, tapi baru kali ini dia mendapatkan rekan pengadu seperti Tami.

"Semangat, ya," kata Lea sebelum pulang. Kalau saja perempuan itu tidak ada acara, pasti akan membantu Kalila. Sayangnya, Pak Barata seolah sengaja menyuruh Lea melayani jamuan makan malam kolega yang berasal dari luar negeri.

"Iya," jawab Kalila lesu dengan tangan sibuk memasukkan sample parfum, thanks card, serta perintilan lainnya ke dalam boks tanpa ada yang membantu.

"Bisa nggak pulang gue malam ini," gumam perempuan itu kesal. Padahal, tadinya dia akan menemui Logan di C'est La Vie. Biasa, melancarkan aksi berburu supaya ada gandengan saat dibawa ke acara pernikahan Tami. Namun, kini Kalila hanya bisa berdoa sambil berusaha supaya pekerjaannya bisa selesai sebelum besok.

Mummy don't know daddy's getting hot

At the body shop, doing something unhol

He's sat back while she's dropping it, she be popping it

Dengan tangan bekerja, mulut kalila menyenandungkan lagu Unholy milik Sam Smith. Namun, aktivitas perempuan itu terhenti karena mendengar notifikasi pesan masuk. Begitu dilihat, ternyata ada sebuah pesan yang berasal dari Tami.

[Selamat bekerja, Kalila!
Jangan lupa, semua hampers harus selesai malam ini juga.

"Cih, dasar cepu!" Kalila berdecak, karena Tami memanfaatkan kedekatannya dengan Pak Barata. Tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul di kepala perempuan itu, "Apa calon suami Tami tahu, ya, kalau dia deket sama Pak Barata?"

Kalila menyeringai. Sejenak dia melupakan hampers yang harus di-packing. Perempuan itu mengetikkan sesuatu sebagai balasan.

[Makasih atas perhatiannya, Tatami.
Nggak perlu lo ingetin juga gue udah tahu.
Btw, calon laki lo tahu nggak, sih, kalau lo itu 'kesayangan' Pak Barata?

Kalila bisa membayangkan mimik panik Tami nan jauh di sana. Biarlah dia terlalu berani kali ini, karena Tami pun bersikap keterlaluan. Selama ini seluruh karyawan yang mengetahui keganjilan hubungan antara Pak Barata dan Tami hanya bisa menduga-duga di belakang, tanpa berani mengutarakan. Mereka terlalu takut menghadapi risiko dan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Pina ColadaWhere stories live. Discover now