PROLOG

465 9 4
                                    

James meneguk gelas kesekian—wiski—yang dipesannya dari bartender beberapa waktu lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

James meneguk gelas kesekian—wiski—yang dipesannya dari bartender beberapa waktu lalu. Minuman yang memiliki kadar alkohol tersebut membuat tenggorokan laki-laki itu serasa terbakar. Namun alih-alih berhenti, dia malah menghabiskannya dalam sekali tegukan. Berulang kali kepala James bergerak-gerak mengikuti K-391 & Alan Walker ft. Julie Bergan, Seungri-Ignite yang diputar disc jockey. Beat konstan serta efek melayang yang tercipta membuatnya sejenak melupakan sosok perempuan yang entah di mana keberadaannya.

Lima tahun belakangan, kota demi kota sudah disusuri demi mencari Safa, tapi ... tidak sekali pun laki-laki itu menemukannya. Sosok Safa seolah lenyap dari peredaran. Terakhir menghabiskan waktu bersama, hubungan mereka baik-baik saja. Malah, Safa seolah bahagia dengan kedatangan James. Namun, entah kapan tepatnya, Safa tiba-tiba saja tidak bisa dihubungi. Mereka hilang kontak, dan ....

"Semua ini pasti ulah Ludwiq," monolog James sambil mencengkeram seloki hingga urat-urat di punggung tangan menonjol. Rasa perih kembali hadir di dalam dada. Dia baru menyadari bahwa lima tahun belakangan bukan hanya Safa yang menghilang, melainkan juga Ludwiq. Seluruh kontak dan media sosial keduanya selalu dipantau, tapi sampai hari ini tidak juga ada kabar. Untuk menghilangkan rasa perih tersebut, James memilih memesan sebotol wiski lagi.

Bersamaan dengan itu, seorang perempuan berpakaian minim menghampiri. Dia melambaikan tangan, mengajak James berkenalan, "Sendirian aja?"

James menatap ke arah sumber suara, kemudian turun menuju belahan dada perempuan tersebut. Laki-laki itu menyeringai. Dulu, biasanya dialah yang mendekati perempuan terlebih dahulu, bukan sebaliknya. Bagi James, rasanya sangat membanggakan apabila berhasil menaklukkan mereka. Ada kepuasan tersendiri. "As you can see."

Perempuan itu menyentuh tengkuk James menggunakan telunjuk, lalu membuat gerakan serupa garis lurus. Hal tersebut sukses membuat James memejamkan mata, dan tentu saja si perempuan merasa bangga karena berhasil menggoda. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, dia pun berbisik, "Mau kutemani malam ini? Aku pasti bisa bikin kamu seneng."

Masih dalam keadaan mata terpejam, bayangan Safa kembali hadir. Bahkan, bisikan tersebut kini terdengar seperti suara Safa. Suara yang sudah lama tidak didengar tersebut menyulut api dalam diri James. Laki-laki itu menyahut, "Yes, of course, Safa. Kapan pun itu, aku siap diajak have fun sama kamu."

"Safa?" tanya perempuan itu sambil menjauhkan wajah dari telinga James. Keningnya berkerut, karena mereka belum berkenalan, tapi James sudah menyebutkan sebuah nama. Kesal, dia mengentakkan kaki, meninggalkan James seorang diri. Beberapa langkah berjalan, perempuan itu berbalik, menunjuk-nunjuk wajah James sambil berteriak, "Nama gue bukan Safa! Berengsek! Jangan harap lo bisa dapetin kesenangan, sedangkan pikiran lo penuh sama cewek lain!"

"Shit!" James membuka mata sambil mengusap wajah gusar. Seperti inilah yang selalu terjadi lima tahun belakangan. Siapa pun perempuan yang mendekati, ketika mereka tengah bersama, sosoknya pasti menyerupai Safa. Bahkan ketika memadu kasih pun, yang James teriakan adalah nama Safa, bukan perempuan yang tengah bersenang-senang dengan dirinya.

"Hei! Mabuk lagi?" Logan yang menyadari James salah mengenali orang—lagi—entah untuk kali keberapa menggelengkan kepala. Dia mengulurkan botol wiski kedua pesanan James. Logan yang merupakan bartender di C'est La Vie sudah mengenal James, karena seringnya laki-laki tersebut menyinggahi C'est La Vie. "Wanna say something?"

James tertawa, lalu mengisi seloki kosong dengan wiski. Dia meneguk cairan tersebut hingga tersisa setengah, sebelum menggoyang-goyangkan benda tersebut dengan tatapan nanar. James merasa tidak perlu memberikan jawaban atas pertanyaan Logan yang pertama, karena penampilan laki-laki itu sudah menjelaskan keadaannya. "No. Kupikir kamu akan bosan mendengar ceritaku. Biasa cerita la—"

"Satu Pina Colada," potong suara seorang perempuan yang baru saja datang sambil menempati salah satu kursi yang jaraknya tidak seberapa jauh dari James. Keadaan C'est La Vie belum mencapai puncak keramaian, jadi dia bisa lebih leluasa memilih tempat untuk singgah dan melihat-lihat bar yang baru pertama kali didatanginya.

James pun mengibaskan tangan, isyarat agar Logan pergi. "Layani dia! Malam ini aku nggak akan menjadikanmu tempat sampahku."

Logan terkekeh diikuti gelengan kepala. Sebelum benar-benar pergi, laki-laki itu menepuk bahu James sambil berujar, "Gue rasa, lo harus segera move on, James."

Pina ColadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang