CHAPTER 15

173 17 5
                                    

Chongqing, 2023.

Kasie mendapati dirinya terbangun karena sebuah mimpi buruk. Tidak ada apapun dalam mimpi itu. Hanya kegelapan total. Namun ia bisa mengingat bagaimana paru-parunya seolah akan meledak. Bahkan ketika ia telah sadar, rasa terbakar masih membekas di dadanya.

Ia mencoba bangkit mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur. Semua ini mengingatkannya kembali pada mimpi buruk yang dulu pernah ia alami. Apa mungkin mimpi kali ini adalah bentuk kilasan balik dari kehidupannya di masa lalu?

Cukup lama Kasie termenung mencoba menenangkan pikiran dan detak jantungnya, hingga ia tersadar bahwa ia kembali ditinggal sendirian di kamar itu. Matanya meneliti seisi kamar, mencoba menemukan sesuatu yang berbeda dari terakhir kali. Namun tidak ada. Semuanya masih tetap sama. Begitu pula kue ulang tahun di atas meja yang masih utuh tak tersentuh.

Perhatian Kasie lantas tersedot oleh sesuatu di balik jendela. Ia ingat jika jendela itu selalu tertutup oleh tirai sehingga ia tidak bisa melihat keadaan di luar. Ada apa di luar sana?

Kasie bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan mendekati jendela dan menyibak tirai itu hingga terbuka sedikit. Ia dibuat takjub akan pemandangan yang menyapanya. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari ke arah pintu dan mencoba membukanya. Beruntungnya, pintu itu tidak terkunci dari luar.

Sebuah lorong yang panjang dan dipenuhi pintu-pintu lain membuat Kasie terkesiap sejenak. Ia lanjut menyusuri lorong yang sepi itu. Meski sempat ragu, namun rasa penasaran telah mengalahkan rasa takutnya. Ia berjalan terus menuju lift, menekan tombol ke lantai dasar, kemudian keluar dan mendapati sebuah tempat yang mirip dengan lobi.

Ini adalah hotel. Selama ini ia telah tinggal di sebuah kamar hotel.

Suasana di lobi terasa jauh lebih hidup. Ada banyak tamu dan orang-orang yang baru datang lewat pintu masuk. Tak seperti orang-orang itu, Kasie berjalan berlawanan arah menuju pintu keluar hotel, dan sebuah dunia baru langsung menyambutnya.

Entah karena ia telah berada di dalam kamar yang gelap selama beberapa waktu, atau tempat itu memang terlalu menakjubkan, sehingga Kasie tidak bisa berhenti mendongak untuk mengagumi keadaan di sekitarnya. Saat itu langit telah gelap, akan tetapi cahaya lampu dari berbagai gedung tinggi dengan berbagai warna masuk menusuk ke dalam bola matanya. Kasie sampai harus merasakan kram di leher belakangnya karena terlalu lama mendongak ke atas.

Ia berjalan di antara lautan manusia tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya ingin menelusuri tempat itu jengkal demi jengkal. Rasanya seperti tengah berada di dalam sebuah set film fiksi bertema masa depan. Apa semua ini nyata? Kasie bertanya-tanya di dalam hatinya.

Tempat itu tampak sibuk oleh manusia yang melakukan kegiatan mereka masing-masing. Ada deretan pertokoan, restoran, dan infrastruktur lainnya. Saat Kasie mengira ia ada di lantai dasar karena melihat gedung-gedung tinggi di sekitarnya, ia dibuat terkejut saat mengetahui jika ternyata ada gedung-gedung lain di bawahnya. Tempat itu adalah tempat dengan arsitektur paling menakjubkan yang pernah Kasie lihat seumur hidupnya.

Ketika tengah asik berkeliling di tengah keramaian, seseorang tiba-tiba menabrak tubuh Kasie dan menghentikan langkahnya.

"Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau keluar dari hotel?" Itu Jaden.

Kasie sebenarnya cukup terkejut begitu melihat kehadiran pria itu, namun ia hanya merespon dengan mengangkat kedua bahunya. "Aku cuma penasaran. Aku tidak ingin mendekam di dalam kamar itu selamanya."

Jaden maju lebih dekat, salah satu tangannya mencengkram lengan Kasie.

"Kau tidak bisa pergi sendirian begitu saja tanpa sepengetahuan ku. Itu sangat berbahaya."

Until The Last Rain On Earth [FORCEBOOK]Where stories live. Discover now