00 ; Prolog

7 0 0
                                    

Sekala ; Prolog

"Kal, udah sepantasnya kalau langit harus dipandang sebagai langit."

***

Hari ini mendung. Entah Bangkok ataupun California, keduanya seolah-olah ikut merasakan bagaimana menyedihkannya sepasang kekasih yang terpaksa berhenti di saat keduanya belum memulai apa-apa. Dunia memang tidak pernah adil. Dan brengseknya, dunia tidak pernah peduli dengan rasa sakit yang mereka rasakan.

Ale memulai kehidupan barunya dengan membuka toko bunga kecil-kecilan di dekat apartemennya. Jelas, itu semua merupakan pemberian dari Dokter Bastian. Iya, Ale memang sejahat itu. Ia terus menerus menyakiti laki-laki setulus Dokter Bastian hanya dengan alasan kalau ia tidak bisa melupakan Sekala. Tetapi baik saja tidak cukup untuk membuat seseorang jatuh cinta, kan?

Sedangkan jauh di California, Sekala membantu bisnis ayahnya sambil kuliah daring seminggu dua kali. Tidak ada yang berubah darinya. Ia masih tetapi mencintai Aletheia Clarissa. Ia masih tetap memakai kalung berbandul bola basket pemberian Ale. Ia masih tetap menyeduh teh hangat setiap bulan purnama sebagai salah satu ritual saat merindukan Ale. Ia juga masih menjadikan foto Ale sebagai lockscreen ponselnya. Dan ia juga masih menjadi tunangan dari Azizel Gabriella.

Tidak ada yang berubah. Semuanya masih tetap sama. Andai keduanya tidak jatuh cinta, apa mereka bisa bahagia? Tidak. Perasaan mereka valid. Namun waktunya tidak tepat.

Dua bulan lalu, Sekala dan Ale telah bertemu. Tetapi, untuk apa bertemu kalau hubungan keduanya tidak mendapatkan titik temu?

"Kal."

"Ale, nggak gini caranya." Sekala menggeleng frustasi seraya menatap Ale dengan pandangan lelah. Pemuda itu tak peduli dengan rintik hujan yang membasahi keduanya.

"Apa yang mau dikejar, Kal?" Ale menggigit bibirnya. Raut gadis itu begitu putus asa. Ale lelah. Ale bingung. Bagaimana Ale bisa mempertahankan Sekala kalau dunia Sekala tidak hanya tentangnya?

"Gue cinta sama lo."

Basi.

Ale sudah muak mendengar kata-kata itu terlebih dari bibir Sekala. Cinta? Untuk apa? Untuk apa mengaku cinta kalau Sekala tidak bisa lepas dari kekangan keluarganya? Untuk apa mempertahankan cinta kalau Ale tidak pernah diterima di keluarga Sekala? Harus berapa lama untuk Ale mengalah pada keluarga Sekala?

"Gue butuh restu orang tua lo, Kal." Sejenak, keduanya hening. Ale kemudian tertawa miris. "Lihat, kan? Lo selalu diem setiap gue bahas orang tua lo."

Brengsek.

Lalu Sekala harus apa, Ale? Sekala pernah ada di titik berjuang mati-matian demi perasaannya. Tapi apa yang ia dapat? Tidak dapat apa-apa. Ale justru datang dengan membawa kabar bahwa ia akan menikah dengan Dokter Bastian. Sekala pernah keluar dari rumah dan memutuskan semua akses keluarganya. Tapi apa yang ia dapat? Ale kecelakaan. Dan itu semua ulah kakeknya.

Ale, bagaimana Sekala bisa berjuang kalau setiap langkahnya keluarganya selalu menyakitimu?

Sekala lebih baik tidak bersama dengan Ale, asalkan Ale tetap ada di dunia yang sama dengannya. Tidak masalah perasaannya hancur, asalkan ia bisa melihat Ale walaupun dari jauh.

"Kasih gue waktu, Ale."

Ale menggeleng. Gadis itu berkaca-kaca. Melihat keadaan Sekala yang jauh dari baik-baik saja setelah berpisah dengannya, terkadang membuat sisi lain dirinya tak terima. Kenapa harus Sekala? Kenapa ia harus jatuh cinta dengan lelaki yang tidak akan pernah bisa menjadi miliknya?

"Gue mau ke Bangkok besok."

"Apa?" Sekala kaget. "Terus gimana sama Juilliard?"

Ale tersenyum tipis. "Gue udah nggak minat."

Bohong. Ale tau kalau Izel diterima di sana. Dan tidak menutup kemungkinan kalau Sekala akan sering mengunjungi Izel mengingat betapa sukanya kakek Sekala pada gadis cantik itu. Sudah cukup Ale menahan sakit karena impiannya direbut oleh Izel, ia tidak akan membiarkan Izel menghalangi proses move on yang ia jalani.

Sekala mengangguk. "Okay. Kabarin di mana tempat lo tinggal, nanti gue nyusul." Pemuda itu tersenyum hangat pada Ale.

Kal, lo seenggak peka itu, ya?

"Kal, barangkali kita cuma sekedar duduk waktu nunggu bis yang kebetulan ada di halte yang sama."

Sekala termenung mendengar ucapan Ale. Dalam benaknya, ada banyak penyesalan yang sampai saat ini tidak sanggup ia ungkapkan. Ale benar. Barangkali pertemuan mereka hanya untuk singgah, bukan sungguh. Barangkali kebersamaan mereka hanyalah calon kenangan yang kelak bisa diceritakan pada anak cucu. Barangkali, jatuh cinta dengan Ale juga hanyalah salah satu cara Tuhan untuk menyakitinya.

"Pergi sejauh yang lo mau, Ale. Biar gue yang berusaha ngajak lo kembali."

Detik itu, dalam heningnya malam yang disertai desiran ombak, Ale tersenyum kecil. Pahit rasanya. Dicintai oleh Sekala adalah impian banyak orang. Tapi bagi Ale, Sekala adalah luka. Bersama Sekala hanya akan menyakitinya. Karena ia tau, Sekala berada di semesta yang berbeda dengannya.

***

let's meet in the next chapter.
best regards,

bhumicakrawala, 25/10.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEKALAWhere stories live. Discover now