Part 25

2.3K 261 129
                                    

Manik yang terpenjam itu perlahan terbuka. Clarencia mendudukan dirinya sembari menyingkap selimut tebalnya. Kakinya perlahan turun dari atas ranjang dan menapak lantai. Dengan semangat ia membuka jendela loteng yang ia hinggapi. Sembari duduk di jendela, ia tersenyum lebar menatap jauh ke depan.

"Akhirnya bebas dari penjara itu." serunya. Gadis itu benar-benar tak bisa menapik jika ia sangat senang bisa kembali ke kehidupan nyamannya. Terhitung sudah dua hari ia kembali.

"Clarencia!"

Atensi gadis itu langsung berpaling mencari sumber suara. Ian dengan kuda barunya tampak melambai-lambaikan tangannya di bawah sana.
"Kau ingin ikut tidak?" tanya lelaki setengah berteriak.

"Kemana?" sahut Clarencia tak kalah kencang.

"Kebun anggur!"

Senyum gadis itu pun langsung terbit. Ia menatap ke bawah sejenak membuat tanda tanya di kepala Ian.
"Jangan melompat." peringat lelaki itu. Namun apa boleh buat, gadis itu sudah lebih dulu menapak tanah setelah mengambil ancang-ancang. Ian berdecak dan dengan malas ia turun dari atas kuda hitamnya. Dengan cepat ia menghampiri gadis itu, lalu menyentil keningnya.

"Kau ingin kehilangan sebelah kakimu ya?" serunya.

Clarencia hanya mengedikan bahu. Dengan segera ia menarik tangan lelaki itu.
"Cepatlah jika tidak ingin Ibuku melihat kita." bisiknya. Ian pasrah saja. Dan seperti biasa, Clarencia tidak akan mau jika ia yang duduk di belakang. Alhasil dialah yang mengambil alih kendali kuda lelaki itu.

"Kau belum makan ya?" tanya Ian yang meletakan kepalanya dengan malas di bahu temannya itu.

"Tidak lapar." ucap Clarencia.

Ian membuka tas di pangkuannya, mengeluarkan sepotong roti. Tangannya menjulur ke depan.
"Gigit." titahnya. Clarencia menerima tanpa penolakan. Ian ikut menggigit roti selai jeruk itu dan kembali meletakan kepalanya di bahu gadis itu.

"Aku akan merindukanmu setelah ini." ucap Ian tiba-tiba.

"Menggelikan." ketus Clarencia. Ian mendelik dan merengut kesal.

"Aku sedang serius. Sebentar lagi kau akan menikah dan tinggal di kediaman Duke. Kita tidak akan bisa pergi sebebas ini. Jangankan pergi, bertemu pun sepertinya tidak akan mudah." ucap Ian.

Clarencia tidak menjawab dan terus memacu kudanya dengan kecepatan normal. Karena tidak mendapat jawaban dari gadis itu, Ian mencebikan bibirnya.
"Dasar menyebalkan, harusnya kau bersikap sedikit lebih lembut karena ini adalah detik-detik sebelum kau menjadi Nyonya." celetuknya.

"Kau menginginkan pernikahan itu tidak?" tanya lelaki itu kemudian setelah beberapa saat ia bergumul dengan pikirannya.

"Apa itu penting?" Clarencia balik bertanya.

"Apa saat aku menjawab tidak, hal bodoh itu tidak akan terjadi?" lanjutnya.

Ian langsung bungkam. Clarencia kembali fokus ke depan, ia menghentakan kakinya hingga kuda yang tadinya berjalan santai langsung berlari.

"Kau ingin aku melakukan sesuatu untukmu? Maksudku, aku akan mencari cara agar pernikahan itu batal. Misalnya..." Ian menggantung ucapannya di udara.

Sepertinya Clarencia sedikit tertarik dengan topik yang dibawah teman lelakinya itu, terbukti dengan ia yang memperlambat kendali kuda hitam itu.
"Misalnya?" sambungnya.

Ian menelan ludahnya karena saat ini Clarencia menolehkan kepalanya ke samping hingga tanpa sengaja ujung hidung keduanya bertabrakan karena kepala lelaki itu masih saja betah bertengger di bahu gadis itu. Manik Ian seketika melebar dengan tubuh yang seketika menegang. Matanya berkedip-kedip sembari menahan napas.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hai, Duke! Where stories live. Discover now