Part 23

2.5K 296 22
                                    

"Sebelum itu..."

Belum sempat Clarencia menyelesaikan kata-kata yang sudah tersusun itu, bilasan pedang telah lebih dulu menebas kepala-kepala itu dalam beberapa kali ayunan. Tanpa persiapan, bandit-bandit itu mati mengenaskan dan berjatuhan di atas tanah bagaikan rintikan air hujan. Clarencia tidak bisa untuk tidak mengontrol kelopak matanya yang melebar. Perlahan maniknya bergerak ke atas, dan melihat punggung yang sedang memunggunginya dan sedang membersihkan pedang yang berlumuran darah.

Gadis itu dengan cepat menolehkan kepalanya ke samping. Dengan tertatih ia berlari mendekati Ian, menangkup kepala lelaki itu di dekapannya. Clarencia menepuk-nepuk pipi teman kecilnya itu sembari mengecek denyutan di leher bagian samping lelaki itu. Gadis itu menatap sepasang kaki yang mendarat di depan matanya, ia mendongak dan sedikit menyipit melihat sosok yang begitu rupawan sedang berdiri dengan tegak sembari memandangnya tanpa ekspresi yang jelas dan dapat ditebak.

Clarencia kemudian berpindah menatap ke belakang sosok itu, lalu mendapati banyaknya para prajurit berkuda sedang menatap ke arahnya. Ia pun dibuat tersentak saat tangannya ditarik dengan kasar hingga tubuh Ian jatuh dengan kasar juga ke atas tanah. Gadis itu melotot tak terima saat kini ia telah berdiri di samping Duke Atley persis seperti orang yang sebentar lagi akan dijatuhi hukuman mati.

"Pulang." suara datar dan penuh aura gelap itu seketika membuat gadis itu sedikit takut, apalagi saat kemudian dirinya ditarik pergi mengikuti langkah lebar Sang Duke. Clarencia berhenti dan mempertahankan posisinya saat ia dipaksa untuk mengikuti.

Kenrich berhenti lalu menatapnya dengan sebelah alis terangkat dengan dinginnya. Clarencia menatap ke belakang, ke arah tubuh temannya yang terbaring.
"Aku akan pulang bersama Ian." ucapnya pelan namun terdengar jelas karena semua mulut di sana terkatup rapat.

"Tidak, biarkan mati."

Clarencia tersentak. Ia tetap memperkeukuhkan posisinya saat ia ditarik lagi.
"Aku tidak akan pulang tanpa Ian."

Kenrich memandangnya lekat hingga membuat gadis itu tidak nyaman. Bagaimana tidak, tatapannya itu begitu menuntut, walaupun raut wajahnya datar. Lama mereka berdua diam bertatapan dalam keheningan, hingga akhirnya Sang Duke melepaskan tangannya yang menggenggam erat pergelangan tangan Clarencia. Gadis itu tak mengerti dengan apa yang ia lihat saat sepersekian detik ia menangkap tatapan yang membuatnya tak tenang, walaupun mata emerald itu hanya bertahan beberapa saat saja.

Kenrich mundur lalu balik badan.
"Tinggalkan mereka." setelah mengatakan itu, Sang Duke segera menaiki kudanya diikuti oleh bawahannya yang masih ragu-ragu dengan perkataan Tuannya. Namun saat melihat keseriusan Duke yang kini telah memacu kudanya pergi dari sana, mereka pun satu persatu meninggalkan tempat itu.

Clarencia menatap kepergian mereka sebelum bergumul dengan pikirannya sendiri. Tak lama ia berbalik badan, berlari mendekati Ian. Gadis itu meringis melihat kondisi temannya yang terluka parah karena dirinya. Matanya seketika membulat saat mengecek satu persatu sayatan pedang bandit-bandit itu. Dan salah satu sayatan sedikit menganehkan. Gadis itu membuka kancing baju lelaki itu untuk mengecek lebih lanjut. Dan benar saja, luka di perut Ian biru kemerahan.

"Racun? Sial." Clarencia seketika panik. Salah satu pedang milik bandit itu telah diolesi racun dan sasarannya adalah perut Ian. Jika tidak segera mendapatkan pengobatan, maka nyawa adalah taruhannya.

Clarencia menatap sekeliling mencari Nathan, kuda milik Ian. Tetapi ia tidak menemukan apapun selain mereka berdua. Clarencia membuka jubahnya lalu merobek bawah gaunnya hingga pertengahan pahanya. Gadis itu menggunakannya untuk melilit perut lelaki itu agar tidak terinfeksi dan semakin parah. Setelahnya ia menutupi tubuh lelaki itu dengan jubahnya.
"Kau tunggu di sini, jangan mati." setelah memberi pesan tanpa jawaban kepastian dari lawan bicara, Clarencia langsung berlari ke arah jalan yang tadi dilewati oleh Kenrich dan bawahannya.

Hai, Duke! Where stories live. Discover now