Part 5

2K 252 0
                                    

"Satu... Dua... Tiga... Putar... Empat... Lima... Enam... Putar balik. Yapss begitu." Madam Grace selaku pelatih dengan segudang bakat menari saat masih muda kini sedang melihat-lihat anak bimbingannya.

"Maggie, lenturkan lagi lehernya." wanita itu menegur salah satu dari mereka dengan cepat.

"Ya seperti itu, pertahankan."

"Laura, tetap fokus!"

"Satu... Dua... Tiga... Luruskan tangannya... Empat... Lima... Enam... Gerakan pinggulnya dengan gemulai. Ya seperti itu, tetap perhatikan iringan musiknya."

"Selasai."

Lima orang penari itupun langsung berhenti. Mereka menghampiri Madam Grace yang sedang menuangkan air di masing-masing cangkir. Kelima gadis cantik itu meneguk habis minuman itu sembari mengipas tubuh mereka yang basah dengan keringat.

"Agatha? Ada apa?" Candice bertanya setelah mendengar lenguhan tipis dari temannya. Madam Grace dan teman-temannya ikut memperhatikan Agatha yang menggeleng.

"Hanya sedikit sakit saja." tuturnya memperlihatkan tangannya yang masih belum bebas dari lilitan kain. Madam Grace berpindah duduk di samping gadis itu, ia memegang pergelangan tangan Agatha penuh dengan kehati-hatian.

"Bagaimana ini? Jika terus dipaksakan untuk bergerak, Madam khawatir tanganmu akan membengkak." celetuk Madam Grace dengan gelisah.

Agatha mengelum senyumnya.
"Tidak akan terjadi Madam, Paman sudah memberikan pengobatan terbaik untukku." hiburnya menenangkan.

"Ini semua gara-gara sepupumu itu!" sosok Jane, salah satu temannya ikut bersuara dengan nada tak senang. Agatha telah menceritakan padanya siapa pelaku kekerasan itu, dan ia benar-benar tak terima.

"Sepupunya? Maksudnya Clarencia?" Laura memastikan.

"Tentu saja. Sepupu Agatha hanya Clarencia seorang." sahut Jane bersungut-sungut.

"Jahatnya." Maggie bergumam dengan suara pelan.

"Ah bukan masalah besar, lupakan saja." Agatha segera menyela.

"Masalah apa yang telah menyinggung hati Clarencia, Agatha?" Candice bertanya. Gadis itu membutuhkan sesuatu untuk menjadi bahan gosip. Diantara mereka semua, Candice lah yang paling aktif di bidang menyebarkan luaskan sesuatu yang ia dengar, dibalik dirinya yang pengertian.

Mendengar itu kedua pipi Agatha langsung memerah. Dengan canggung ia tertawa.
"Ah bukan apa-apa, hanya perdebatan ringan antar saudara." ucapnya ringan.

"Sampai Clarencia mematahkan tanganmu?" Maggie berucap tak habis pikir.

"Clarencia memang suka dengan kekerasan. Bukannya hal ini pernah terjadi sebelumnya kan? Clarencia pernah memukul Agatha di depan rumah Madam, hanya karena Agatha membagikan tangkai bunga di hari kasih sayang pada orang-orang." Laura berkata.

"Ah ya, aku hampir melupakan yang satu itu." ucap Candice mengangguk-angguk.

"Jika sudah tahu wataknya keras, kamu jangan pernah membuat sepupumu tersinggung." Madam Grace menasehati Agatha setelah menjadi pendengar beberapa saat lalu. Dengan ragu-ragu Agatha mengangguk.

"Clarencia sungguh menakutkan. Aku tidak mau berurusan dengannya." Laura menyerukan ketakutannya sembari memeluk lengan Maggie.

"Tapi aku ingin menghajarnya." Jane dengan berani berbicara lantang tentang itu.

"Jangan bercanda Jane, Clarencia bukan tandinganmu." Maggie tertawa sambil menggeleng kecil.

"Benar, Agatha yang keluarganya saja ia patahkan tangannya. Apalagi dengan kamu orang asing? Maggie benar, jangan bercanda teman." timpal Candice. Jane hanya bisa mendengus dan tidak berkata apa-apa lagi.

Hai, Duke! Where stories live. Discover now