Part 18

1.6K 235 24
                                    

Sekelompok rusa yang sedang meminum air dengan tenang langsung berubah panik, dan berlarian saat seseorang yang kehadirannya tidak diundang berlarian dan menyeberang sungai. Sosok itu sempat terjatuh dan mencium tanah berumput, namun ia kembali bangkit. Gadis itu menoleh ke belakang dengan tatapan liar.

"Shit! Mereka masih mengejar rupanya." ia sempat-sempat mengumpat sebelum kembali bangkit dan berlari semakin memasuki kawasan entah berantah. Dengan gaun putih yang sudah kotor dan robek-robek, ia menerobos celah-celah dari batang pohon yang usianya ratusan tahun.

"Jangan sampai ditemukan. Sialan, aku tidak mau menikah dengan Duke menyebalkan itu." ia terus mengoceh tanpa merasakan yang namanya kelelahan. Ya, mungkin karena dirinya terlalu semangat untuk melarikan diri.

"Aduh." Clarencia meringis semberi mengelus hidungnya yang telah menabrak batang pohon, karena terus-menerus menoleh ke belakang. Sangking kerasnya, gadis itu sampai mimisan. Dengan kasar itu mengusapnya dan menatap tajam batang pohon. Karena kesal, ia menendangnya.

"Sialan." cibirnya. Mendengar suara sahutan dari langkah kaki kuda, Clarencia kembali sadar dari tingkah konyolnya. Gadis itu pun kembali menyelinap di batang-batang pohon. Suasana gelap dan mencengkam sama sekali tidak membuatnya takut. Hutan entah berantah itu terlihat menyeramkan walaupun ini masih siang hari. Dahan dan daunnya yang lebat telah menghalang pancaran matahari sehingga siang maupun malam akan tetap gelap.

Clarencia terus berlari. Tekadnya yang sudah bulat membuatnya tidak menyerah pada Asher dan ksatria milik Duke yang sialnya tidak berhenti mengejarnya. Tapi lama-kelamaan gadis pun mulai berpikir, jika ia terus berlari seperti ini, maka dia pasti akan ditangkap lalu diseret pulang. Maka untuk itu ia harus mencari cara agar semua itu tidak terjadi. Mata Clarencia bergerak ke segala arah. Dan ia menemukan kubangan lumpur tak jauh dari sana. Tanpa menunggu waktu yang lama ia berlari ke sana. Gadis itu menutup hidungnya dan menghitung dalam hati. Di hitungan kelima ia melompat masuk ke sana.

Asher bersama para ksatria berhenti. Pemuda itu mencari ke segala arah.
"Sial, kita kehilangan jejaknya." umpatnya marah.

"Kita menyebar, lalu berkumpul di tepi hutan. Temukan Nona jika tidak ingin mati di tangan Tuan Duke!" perintahnya dengan tegas. Pemuda itu memacu kudanya dengan sigap. Semua langsung menyebar ke arah yang berbeda.

Tak lama kubangan lumpur yang tadi berada tepat di depan mereka bergerak-gerak. Sebuah kepala muncul dipermukaan. Dengan keadaan mengenaskan terbalur lumpur, Clarencia naik ke permukaan dan merebahkan dirinya di tepian. Gadis itu mengusap wajahnya yang kotor dan menghirup udara dengan terburu-buru.

Clarencia menepuk-nepuk dadanya yang sesak.
"Untung tidak mati." gumamnya. Dengan lemas ia menyeret kedua kakinya pergi dari sana.

Gadis itu merasakan perutnya yang sakit. Sialnya ia juga sedang datang bulan. Clarencia memilih beristirahat sejenak di bawah pohon. Jika ia pergi sekarang, kemungkinan besar ia akan bertemu dengan orang-orang itu. Dengan malas ia bersandar semberi memainkan kukunya yang tidak terlihat lagi bentuknya. Sekujur tubuhnya pun mulai gatal dan panas. Sial, lumpur tadi bukanlah lumpur biasa. Ia harus cepat-cepat mencari sungai untuk membersihkan diri. Sebelumnya ia menatap sekeliling. Rupanya ia sudah melarikan diri terlalu jauh.

Clarencia bangkit dari tempatnya. Sepertinya ia harus kembali ke sungai yang tadi ia lewati dengan cepat. Jika tidak maka habislah dirinya. Gadis itu kebingungan saat ia melupakan jalan yang tadi ia lewati sementara tubuhnya sudah benar-benar membutuhkan air. Betapa menyusahkannya. Ditambah sepatunya sudah ikut tercebur di dalam lumpur dan sampai sekarang masih berada di sana. Jadi dirinya harus berjalan kaki dan merasakan kasarnya rumput liar yang terkadang menusuk kulit kakinya.

Hai, Duke! Where stories live. Discover now