Prolog

359 18 1
                                    

Statusnya tak lagi sendiri. Tapi, jiwanya masih saja erat dengan sepi. Tak ada yang bisa dirinya jadikan teman untuk sekedar berbagi kisah hari ini. Rumah ini tak hanya dirinya yang menghuni. Tapi, selalu hanya ada dirinya yang berada di sini.

Bukan karena penghuni lain enggan berbagi atap dengannya. Hanya saja, penghuni itu sibuk dengan dunia dan cita-citanya sendiri. Sedang dirinya, dipaksa untuk berhenti meraih mimpi.

Hatinya jelas kecewa. Dirinya mungkin merana.

Namun, ia bisa apa selain mengikhlaskan diri untuk berakhir mengabdi?

Dirinya harus mampu beradaptasi dengan sepi yang tak jarang berakhir mengukung diri.

Keputusan yang diambilnya telah bulat. Tak bisa ditarik lagi hanya sekedar kecewa dengan alur yang tak pasti.

"Besok aku terbang ya. Seminggu aja sih."

Menghela napas lelah. Kepalanya mengangguk pasrah. Mungkin bagi pria itu seminggu waktu yang sebentar. Tapi, baginya seminggu terlalu lama untuk menderita dalam kesepian.

Seharusnya ia diberi teman supaya tak kesepian. Tapi, kalimat pernyataan yang diucap suaminya resmi membuatnya menderita. Suaminya enggan memiliki anak. Tapi, dirinya benar-benar ingin menjadi orang tua.

***

Notes :
Aku udah publish beberapa part duluan di Karyakarsa ya. Kalian bisa baca di sana kalau mau kelanjutannya 😊

Link ada di bioku yaaa

AdaptasiWhere stories live. Discover now