🥜 Sakit berdua ✔

Start bij het begin
                                    

"Terus?"

"Disa kedinginan boleh tolong pinjami jaket nggak? Kasian dia" jawab Leno

"Tapi ..."

"Boleh ya Cilla" ucap Disa memohon

Cilla hanya mengangguk tanda setuju, kemudian ia melepas jaketnya dan menyerahkannya kepada Disa. Tentu dengan senyum mengambang Disa menerima jaket tersebut.

Leno menatap Cilla yang tampak pucat, kemudian berdiri dari duduknya dan menyentuh kening Cilla. Panas itu yang Leno dapat rasakan ketika kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit Cilla.

"Kalian berdua sama-sama sakit, sedangkan kakak sendiri" keluh Leno dan kembali duduk

Cilla memaksakan untuk tersenyum tipis kemudian menepuk pundak Leno "Kakak jaga dan rawat kak Disa, Cilla temani disini" ujar Cilla menatap Leno lalu menatap Disa yang sudah memejamkan matanya

Leno mengangguk "Kamu tiduran aja di kasur samping, supaya panasnya turun. Ohya jangan lupa minum obat ya"

Mata Cilla memanas kala mendengar kalimat yang diucapkan Leno. Ucapan itu terdengar dan mendorong Cilla untuk mandiri. Meskipun begitu, tak bisakah Leno sekedar mengantarnya dan menyiapkan obat untuknya, sama seperti ia melakukan saat Leno sakit kemarin.

Cilla hanya mengangguk, kemudian menuju kasur samping yang di sekat oleh tirai. Sesampainya di atas kasur, air matanya tak mampu di bendung, cairan bening pun luruh. Segera ia mengusap air mata itu sebelum ada yang tahu.

Rasa pening kembali datang, untuk itu ia memejamkan matanya guna untuk mengurangi pusing di kepalanya.

"Disa maaf aku nggak bisa jaga kamu, andai saja kemarin aku nggak sakit pasti kamu sekarang nggak akan sakit"

Samar, Cilla mendengar Leno berbicara pada Disa. Nyatanya memejamkan mata tidak sepenuhnya tertidur. Hatinya bagai ditusuk sesuatu yang tak berwujud, sakit, sesak ketika kakaknya hanya berbicara seperti itu kepada saudara kembarnya.

'Kenapa ketika aku dan kak Disa sakit kalian sangat menonjolkan perbedaan perhatian' batin Cilla miris

"Unyil"

Terdengar panggilan seseorang yang tak asing menyapa telinga Cilla. Ia mengenalinya, memang siapa lagi yang memanggilnya unyil kecuali kakak tingkatnya

"Cilla mana?" terdengar Vitore menanyakan keberadaan Cilla

"Samping kak"

Vitore segera menggeser tirai yang merupakan sekat itu dan membukanya lebar. Ia tak mau ada yang salah paham nantinya.

"Adik bontotku, unyil. You sick?" tanya Vitore menatap Cilla

"Kak Vitore tahu dari mana?" bukannya menjawab Cilla malah kembali bertanya. Namanya juga cewek

"Itu nggak perlu tahu, sudah minum obat belum?" tanya Vitore yang hanya mendapat gelengan kepala dari Cilla

"Makan dulu habis itu minum obat, okay" lanjutnya membuka sesuatu yang ia bawa dari kantin

"Cilla nggak mau minum obat" ucap Cilla

"Kenapa?" tanya Vitore lembut

"Cilla nggak suka, tanpa obat Cilla bisa sembuh kok. Kan kalau panasnya turun nanti sembuh" jelas Cilla

"Makan dulu, bisa makan sendiri kan?" ucap Vitore sambil menyondorkan bubur ayam kearah Cilla

Cilla mengangguk, ia juga tak enak mau menolak. Apalagi Vitore sudah effort untuk ke uks. Baru satu suapan, tiba-tiba ada yang menyeletuk

"Cilla kakak minta buburnya boleh?" celetuk Disa yang ternyata sudah bangun dari tidurnya

"Tapi ini dari kak Vitore" ucap Cilla pelan

"Aku beliin di kantin ya?" ucap Leno memegang tangan Disa

"Di kantin nggak ada, ini aja tadi traktiran dari pembina osis. Delivery" ucap Vitore memberitahu

"Tuh kan, nggak ada Leno. Cilla, kakak minta ya" ucap Disa memohon

"Kasih aja, masih ada roti kok. Gak papa kan?" ucap Vitore tersenyum tipis

"Sini" pinta Vitore mengambil bubur dari tangan Cilla dan menyerahkannya kepada Disa

Disa tersenyum senang dan berterima kasih kepada Vitore. Sedangkan Vitore hanya menganggukkan kepalanya.

Cilla memakan roti berisi selai coklat dari Vitore. 'Kenapa mereka lebih menyayangi kak Disa di banding aku?' batinnya sendu

Dari jarak dekat membuat Vitore tahu arti tatapan Cilla yang terlihat kecewa dan sedih. "Nggak papa, abang janji nanti setelah UAS abang akan traktir unyil apa pun" ucap Vitore dengan nada lembut dan pelan

"Abang?"

"Hm, sekarang aku mau kamu panggil kakak dengan sebutan Abang. Karena kamu sudah aku anggap seperti adik sendiri, meskipun nggak ada hubungan darah"








Sampai jumpa di part selanjutnya. Saya ucapkan terima kasih telah bergabung di cerita 'Mengalah? Gak papa'

Semoga kita bisa bersilaturahmi disini.

Dukung penulis dengan memberikan Vote dan Follow juga.

Mengalah? Gak papa (END)✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu