" Hm, kamu tunggu disini. daddy akan memanggil suster terlebih dahulu, " ujar Anthony memperingati Xavia.

" Okay daddy, thank you, " jawab Xavia dengan melemparkan senyuman manis miliknya kearah Anthony.

" It's my pleasure, sweety, " balas Anthony dengan memberikan senyuman miliknya juga.

•••

Di Ruangan ini, setelah melaksanakan sholat subuh. wanita yang masih terlihat muda itu sedang bergerak mondar-mandir menunggu kedatangan pria yang diduga sebagai suaminya. dan sesaat kemudian, pria yang ia tunggu-tunggu akhirnya tiba didepan matanya.

" Assalamualaikum, " ucap pria itu.

" Mas, " jawab Ning Kirana spontan.

" Sayang, jawab salam, " balas Gus Mahen mengingatkan istrinya.

" Waalaikumussalam. maaf mas "

" Ada apa sayang? kenapa kamu sampai tidak menjawab salam mas terlebih dahulu? " tanya Gus Mahen terheran dengan tingkah Ning Kirana.

" Ziya mas, " sahut Ning Kirana dengan nada yang terlihat begitu khawatir.

" Ziya? Kenapa dengan putri kita? " tanya Gus Mahen.

" Ziya sempat tak sadarkan diri, " jelas Ning Kirana.

Gus Mahen pun memberikan respon dengan keterkejutannya. mendengar nama putri sulung nya ia menjadi begitu antusias. tapi ketika mendapat kabar buruk mengenai putrinya, raut wajahnya tiba-tiba berubah.

" Semalam aku sempat bertanya kabar Ziya kepada Ghifari. lalu beberapa menit yang lalu aku membuka pesan balasan dari Ghifari. ia mengatakan bahwa Ziya sempat tak sadarkan diri setelah beberapa jam ia memberitahu kebenarannya. Ghifari  mengatakan Ziya mengalami maag karena tak sempat makan dan mengurung diri dikamar. Ziya juga sempat mengalami demam, " ujar Ning Kirana kepada suaminya dengan tak lupa raut wajah khawatir menghiasi dirinya.

" Bagaimana keadaan Ziya sekarang? "

" Ghifari bilang Ziya baik-baik saja, " jawab Ning Kirana.

" Alhamdulillah Ya Rabbi, " ucap Gus Mahen merasa begitu lega setelah mendengar hal itu. bahkan hatinya merasa lebih ringan daripada sebelumnya.

" Mas, aku ingin bertemu Ziya. aku ingin melihat keadaannya secara langsung, " ujar Ning Kirana melontarkan keinginannya.

" Kamu yakin ingin pergi ke Jakarta? " tanya Gus Mahen ragu-ragu.

" Aku yakin mas. jika kamu tidak bisa ikut, aku akan pergi sendiri "

" Tidak. mas tidak mengijinkan kamu pergi sendiri. kita pergi sama-sama, " ucap Gus Mahen spontan karena tak membiarkan istrinya pergi jauh tanpa mahramnya.

" Kamu yakin bisa? bukannya kamu nanti akan pergi untuk mengisi kajian? "

" Mas akan minta Arsha yang menggantikan. biarkan dia belajar juga, " balas Gus Mahen dengan entengnya.

" Tapi aku tidak enak mas. kamu melupakan tanggung jawab kamu begitu saja, " ujar Ning Kirana menatap suaminya tak enak.

" Tidak apa sayangku. lagipula mereka pasti akan senang jika Gus mudanya yang jadi pengisi kajian, " jawab Gus Mahen menenangkan istrinya yang mungkin merasa bersalah.

" Kamu jadikan anak kamu umpan makanan ke santriwati gitu, " ucap Ning Kirana melototi suaminya.

" Bukan begitu sayang, " sahut Gus Mahen dengan begitu lembut.

" Ya sudah, sana katakan pada Arsha. aku ingin telfon Ghifari terlebih dahulu, " tutur Ning Kirana sedikit mendorong suaminya menuju pintu kamar mereka.

" Iya, nanti mas akan katakan pada Arsha "

" Sekarang mas, " suruh Ning Kirana.

" Nanti aja sayang, " tolak Gus Mahen.

" Sekarang, " ucap Ning Kirana dengan menekankan perkataan nya.

" Masih pagi sayang. nanti saja, " ujar Gus Mahen berusaha membujuk istrinya.

" Justru itu. kalau nanti takutnya kamu lupa. ingat umur kamu udah berapa, " cibir Ning Kirana.

" Kenapa kamu bawa-bawa umur? suami kamu ini masih muda. kalau mas udah tua berarti kamu juga, " sahut Gus Mahen merasa tak terima.

" Sudahlah mas, kamu niat tidak untuk bertemu Ziya? kalau tidak, aku pergi sendiri saja "

" Iya sayang, mas akan katakan pada Arsha sekarang, " jawab Gus Mahen cepat.

" Kenapa tidak seperti itu dari tadi, " gumam Ning Kirana.

" Iya sayangku, jangan marah-marah nanti cepat tua! " ujar Gus Mahen menjahili istrinya.

" Mas Mahen, " kesal Ning Kirana dengan berkacak pinggang dan menatap horor kearah suaminya itu.

" Bercanda sayangku, " balas Gus Mahen tersenyum lebar.

•••

" Mas, kamu tidak ingin pergi ke Jakarta? " tanya Gus Zaidan.

" Memangnya kenapa? " tanya Gus Varo balik.

" Ning Ziya sakit mas, " jawab lelaki yang lebih muda itu.

Sontak lelaki yang ada didepannya pun menatap adiknya menyelidik.

" Kenapa mas menatap Zaidan seperti itu? " tanya Gus Zaidan yang risih ditatap seperti itu oleh sang kakak yang tak lain Gus Varo sendiri.

" Kamu tahu darimana? "

" Tidak sengaja terdengar pembicaraan umi dan abi sewaktu lewat di ruang tamu tadi, " jelas Gus Zaidan.

" Kamu menguping pembicaraan umi dan abi? " ucap Gus Varo.

" Mas jangan menuduh sembarangan! Zaidan tidak sengaja mendengar pembicaraan umi dan abi tadi, " sahut Gus Zaidan dengan kekeh.

" Lagi pula, keadaan calon istri sendiri tidak tahu, " sambung Gus Zaidan mencibir lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya itu.

" Kamu menyindir mas? " tanya Gus Varo memelototi adiknya itu.

" Siapa lagi. memangnya aku? mas ingin Ning Ziya menjadi istri aku, " ucap Gus Zaidan menjahili sang kakak.

" Jangan sembarangan kamu waktu berbicara! " sahut Gus Varo merasa tak terima. bahkan ia sudah berancang-ancang meloloskan buku nya kearah Gus Zaidan.

" Mas, jangan kekerasan! mas mau aku adukan ke Ning Ziya? " ancam Gus Zaidan.

" Zaidan Elvaro Al Abqary, " panggil Gus Varo dengan penuh penekanan.

" Enggeh mas ku, Aldevaro Ghazi Atharrayhan, " balas Gus Zaidan tak merasa takut.

" Diam kamu! " cerca Gus Varo merasa kesal akan tingkah menjengkelkan seseorang yang sayangnya telah menjadi adik satu-satunya itu.

.
.
.
.
.

Vote dan komen!!
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Guliran Tasbih Aldevaro [Open PO]Where stories live. Discover now