Ini Chapter 23

75 1 0
                                    

Setelah hari itu, Alan bisa dibilang memperlakukan Ajeng bagaikan seorang tuan putri. Semua yang Ajeng inginkan, akan di turutinya, semua yang Ajeng suruhkan pasti akan Alan langsung lakukan. Benar-benar definisi seorang cowo yang cinta mati pada kekasih hatinya.

Seharusnya Ajeng merasa teramat sangat senang dengan perlakuan Alan padanya, tapi nyatanya tidak. Dia menerima semua perlakuan itu tanpa ingin tahu alasan utama kenapa Alan yang semula susah untuk menuruti keinginan Ajeng berubah. Bahkan bisa dibilang Ajeng tidak peduli.

Ajeng lebih banyak diam akhir-akhir ini dan tenggelam dalam lamunannya sendiri dan seolah tidak memperdulikan sekitarnya. Terkadang ketika Alan sedang berbicara tentang sesuatu, Ajeng hanya akan diam saja dan saat di tanya apakah dia mendengarkan atau tidak, Ajeng akan gelagapan menjawabnya karena tidak mau membuat Alan kecewa padanya jika dia tahu bahwa sebenarnya Ajeng sedikitpun tidak menyimak apa yang Alan bicarakan. Ajeng terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Jangankan dengan Alan, Ajeng kini bahkan sudah jarang melukis dan belajar. Padahal jelas-jelas, dia sangat ingin masuk universitas terbaik untuk mewujudkan mimpinya menjadi pelukis handal.

Baik di sekolah atau di rumah, tidak ada yang berbeda, Ajeng berubah seratus persen dan hanya dirinya sendirilah yang mengetahui penyebabnya. Ajeng tidak memiliki seseorang untuk berbagi cerita terkait masalahnya tersebut.

Tanpa seorangpun yang tahu, Ajeng sebenarnya merasa benar-benar ketakutan. Dia takut akan banyak hal, dan yang pertama adalah dia takut dirinya akan mengandung. Dengan Alan, sudah berkali-kali Ajeng melakukan hubungan badan tanpa pengaman dan itulah kenapa dia berpikir bahwa dirinya bisa saja hamil. Ajeng takut ketahuan oleh kedua orangtuanya juga sangat takut Alan akan meninggalkannya. Apabila dia hamil, bagaimana jika Alan tidak mau bertanggungjawab?

Ajeng pikir jika hal itu sampai terjadi maka hidupnya berakhir sudah.

Tapi, Ajeng belum memastikan ketakutannya dan berharap apa yang ia khawatir kan tersebut tak terjadi jadi tidak akan ada masalah apapun yang muncul. Jika hatinya mendapatkan ketenangan maka satu-satunya cara adalah memeriksanya. Namun, persoalannya adalah bagaimana caranya? Ajeng tidak mungkin ke dokter karena hal itu pasti akan memancing kecurigaan orangtua Ajeng. Oleh karena itu satu-satunya cara adalah dengan alat tes kehamilan yang bisa di dapatkan tanpa perlu orang terdekatnya mengetahuinya.

Ketika Ajeng disuruh ke apotek untuk membeli obat untuk Retno, Ajeng menggunakan kesempatan itu untuk membeli tespek.

Awalnya semua berjalan lancar, kebohongan Ajeng pada penjaga apotek bahwa alat tes kehamilan itu untuk ibunya berjalan dengan baik. Lalu dia keluar dari apotek dengan hati yang berdebar-debar karena tidak sabar untuk mengetahui hasil dari alat tes kehamilan itu. Ada dua kemungkinan, yang pertama negatif dan yang kedua positif. Ajeng berharap hasilnya negatif, tapi bagaimana jika malah sebaliknya yang terjadi?

Lalu Ajeng tenggelam dalam pikirannya sebagaimana akhir-akhir ini dan dia tidak lagi fokus pada jalanan di hadapannya dan tahu-tahu dia bertabrakan dengan seseorang membuat kantong berisi obat-obatan dan alat tes kehamilan jatuh berserakan ke tanah. Reflek saja, Ajeng berlutut hendak memunguti barang-barangnya sambil meminta maaf pada orang yang tanpa sengaja telah ditabraknya. Kemudian orang itu ikut berlutut dan saat itulah Ajeng melihat wajahnya dan betapa terkejutnya Ajeng ketika mengetahui orang itu yang ia tabrak ternyata adalah Mika.

><
WHAT???

Kamu bilang, kamu cinta sama akuWhere stories live. Discover now