22. Bunga Matahari dan Mataharinya

96 28 14
                                    

"Yang ini tidak akan hilang." Sohyun menunjuk sebuah tulisan jahat yang sepertinya ditulis dengan benda tajam.
Tanpa kata, Taehyung mengeluarkan pisau kecil yang selalu ia bawa. Kemudian cowok itu menorehkan ujung pisau ke permukaan tulisan itu dengan kata baru. Sekarang goresan itu justru malah tidak terbaca.
"Hei, apa yang kau lakukan? Kau melakukan perusakan! Kamu bisa kena hukuman dari guru kalau ketahuan," tegur Sohyun.
Tapi cowok itu cuek. "Hei, sekolah ini bukankah sekolah elit? Seharusnya satu bangku rusak bisa diganti kan?"
Taehyung lanjut menulis dengan torehan pisau di meja.
"Lagipula kenapa anak SMA membawa pisau? Itu berbahaya, tahu!"
"Ini hanya alat untuk mempertahankan diri. Asal tidak ada yang tahu, semua tidak jadi masalah."
Seperti biasa, kedua terlibat adu mulut. Ruangan yang semula sepi kini menjadi ramai meski hanya dua orang di dalamnya. Ketika mereka mereka mendengar suara gema di lorong sekolah, Sohyun segera berhenti menggosok meja. Ia mengembalikan lap ke tempatnya dengan cepat
"Ayo segera pergi!" ajak Sohyun sambil menarik lengan Taehyung.
Dirinya tidak mau ketahuan. Apalagi saat bersama Taehyung. Dirinya tidak mau terseret masalah lagi.
"Hei, hei, kenapa buru-buru?!" Taehyung protes, namun ia menurut saat Sohyun menyeretnya.
"Simpan pisaumu!" pesan Sohyun.
Taehyung menurut. Ia segera menyimpan pisau kecil ke saku celananya. Namun saat tiba di depan pintu kelas, mereka bersinggungan dengan Choi Yena dan Lee Taeyong.
"Apa yang sedang kalian lakukan di kelasku?!" tanya Choi Yena.
"Kami... Hanya salah kelas..." Sohyun setengah mati mencari alasan.
"Kalian? Bukankah kalian dari kelas yang berbeda?" Choi Yena menyipitkan mata curiga. "Bagaimana kalian bisa salah kelas bersama?"
Yah, semua orang tahu bahwa kelas Macan Putih berada di gedung yang berbeda.
"Itu... " Sohyun kembali memutar otak mencari alasan.
"Karena aku tahu dia akan salah kelas, jadi aku bersamanya," balas Taehyung asal.
Sohyun memelototi Taehyung.
"Apa?" Choi Yena membelalakan mata tidak percaya.
"Benar! Kenapa kau mengantarku dan kita masih salah masuk ke-kelas." Sohyun menelan ludah, ikut menutupi kebohongan Taehyung dengan berpura-pura kesal.
"Tapi kalian sudah kelas 11. Itu berarti kalian berdua hampir dua tahun dan kalian masih tersesat?!" Taeyong menyela percakapan mereka dengan dingin.
Mendengar ucapan cowok itu, Sohyun menyikut Taehyung. Tingkah laku itu mendapat perhatian Taeyong dan Choi Yena. Taeyong memandang mereka dengan begitu dingin. Tapi Choi Yena jelas memiliki pemikiran yang berbeda.
"Apa kalian memiliki hubungan yang spesial?" tanya Choi Yena ingin tahu.
"Hubungan istimewa? Kita?" Sohyun jelas tidak bisa menerima itu.
"Benar. Hubungan kita istimewa." Tapi Taehyung memotong ucapan Sohyun dengan cepat. "Kalian berdua berangkat bersama?"
Mendengar pertanyaan Taehyung, wajah Choi Yena memerah. "Ini... tidak seperti yang kalian kira!"
"Memangnya apa yang aku kira? Aku hanya bertanya apa kalian berangkat bersama." Meski pertanyaan nya terdengar bersahabat, tapi ada sakarsme di dalam suara Taehyung.
Wajah Choi Yena semakin merah. Antara marah dan malu. Sohyun menyikut perut Taehyung. Taehyung mengaduh pelan. Sedangkan Taeyong memandang keduanya dengan mata tertutup es.
"Hanya sedikit kebaikan, kau pergi dengan orang yang sudah membully-mu habis-habisan? Yang dulu kau anggap sebagai musuh besarmu? Kau ini naif atau bodoh?!" Lanjut Taehyung tanpa filter.
"Apa maksudmu? Apa aku tidak boleh berbuat baik sebagai permintaan maaf untuk perbuatanku yang dulu?" Taeyong akhirnya ikut bicara.
"Permintaan maaf? Apa kau bisa dipercaya?!" Taehyung tersenyum miring, mengejek. "Aku justru curiga kalau kau punya motif tertentu dengan melibatkan cewek bodoh seperti dia."
Mendengar ucapan itu, Choi Yena menundukkan kepala untuk menyembunyikan emosinya. Taeyong maju dengan wajah keras, namun Sohyun dengan reflek maju ke depan Taehyung untuk memisahkan mereka. Cewek itu merentangkan kedua tangannya. Baik Taehyung dan Taeyong tertegun dengan perbuatan Sohyun.
Saat Taeyong dan Sohyun bertatapan, cewek itu menggeleng pelan. Mata bulat penuh sinar itu memandangnya penuh permohonan namun juga ketegasan. Taeyong seperti tenggelam ke dalam bola mata bulat gadis itu.
"Sepertinya kami harus pergi dulu! Bye bye!" Teringat kejadian kemarin, Sohyun segera menarik lengan Taehyung untuk segera menjauh dari tempat itu.
Ketika Kim Taehyung dan Lee Taeyong berada di tempat yang sama, selalu hal buruk yang terjadi. Dirinya tidak mau terlibat lagi. Bahkan wajah babak belur mereka masih belum sembuh. Dia tidak ingin masalah baru.
Taeyong memandang punggung keduanya yang mulai menjauh. Saat berpandangan dengan gadis itu, Taeyong diseret ke dalam emosi-emosi yang tidak ia mengerti. Dia bahkan tidak menyadari ketika Choi Yena menyelinap masuk ke kelasnya.
Aku menginginkannya. Aku ingin segala yang dimilikinya. Rambut, mata dan dunianya. Aku ingin memilikinya, Taeyong mengangkat tangannya tanpa sadar untuk meraih Sohyun yang semakin mengecil dari pandangan.
Taeyong tertegun dengan isi kepalanya sendiri. Bahkan ia terkejut betapa sintingnya ia. Taeyong meremas kepalanya, mencoba mengusir pikiran yang buruk itu. Karena ia juga takut dengan pikirannya sendiri.
"Aku... tidak seperti ayahku," bisiknya.

***

"Hei, kenapa kau berkata seperti itu?!" tegur Sohyun pelan.
"Aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan. Lagipula dia memang bodoh."
"Aish, tapi kau terlalu kasar. Bagaimana jika kau berada di posisinya?"
Taehyung merenung sejenak. "Hmmm, tapi aku memang bodoh. Jadi tidak masalah buatku."
Sohyun kehabisan kata-kata. Orang ini benar-benar tidak bisa ditebak.
"Hei, Yoon Sohyun." Mendadak Taehyung menghentikan langkahnya.
Sohyun tanpa sadar juga ikut berhenti. Ekspresi Taehyung tampak rumit. Seolah ada hal yang ingin ia sampaikan. Namun sampai beberapa saat berlalu, cowok itu bahkan tidak mengatakan apa-apa. Hanya ekspresinya yang tampak kesulitan.
"Hei, aku sudah menunggumu. Jika ada yang ingin kau katakan, katakan." Sohyun jadi tidak sabaran karena cowok itu masih terus diam.
Tiba-tiba saja cowok itu menggeleng dengan helaan nafas yang panjang.
"Berhati-hatilah." Pada akhirnya hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Taehyung.
"Apa?" Sohyun mengernyitkan alisnya.
Tapi Taehyung lagi-lagi diam dan memandangnya dengan ekspresi sedih. Mata keduanya bersinggungan. Ada banyak hal yang seolah ingin disampaikan oleh Taehyung melalui tatapannya. Namun Sohyun bahkan tidak dapat mengerti.
Tiba-tiba saja Taehyung tersenyum, namun ekspresinya seperti menangis. Sohyun tak mampu berkata-kata. Bahkan ketika cowok itu menyentuh wajahnya dengan lembut, Sohyun tidak menolaknya seperti biasa.
"Aku... hanya tidak ingin kehilangan seseorang lagi," ucap Taehyung dengan suara bergetar.
Untuk pertama kalinya, Sohyun melihat betapa rapuhnya sosok seorang Kim Taehyung. Seperti seseorang yang telah kehilangan banyak hal. Seolah tubuh Taehyung yang biasanya tinggi dan kuat, mengecil.
"Taehyung, suatu saat nanti, mari kita berkumpul bersama. Aku, kamu serta ayahmu. Mari hidup tenang dan menjauh dari semua ini." Taehyung mengingat ekspresi ibunya waktu itu.
Wanita itu tersenyum, namun entah kenapa tampak seperti menangis. "Hiduplah dengan bebas seperti yang kamu mau."
"Kau baik-baik saja?" suara lembut Sohyun menyadarkan Taehyung.
Gadis itu menyentuh bawah mata Taehyung selembut suaranya. "Mengapa kau tidak menangis? Sangat menyebalkan melihatmu seperti menangis, tapi tidak ada air mata yang keluar. Kau seperti menahan rasa sakit sendirian."
Mendengar ucapan ketus Sohyun, Taehyung justru tertawa. Namun tanpa sadar air matanya mengalir. Taehyung berhenti tertawa. Ia ingin menghapus air matanya, namun Sohyun menahan wajah Taehyung dengan kedua tangannya dan memandangnya tegas.
"Jangan ditahan!"
"Mengapa kau selalu seperti ini? Kenapa kau selalu datang dan mengulurkan tanganmu di saat terburukku?" tanya Taehyung, namun Sohyun justru tampak bingung.
Taehyung tersenyum. Ia teringat masa kecilnya. Di pemakaman ibunya, ketika ia sendirian, ketika ia bahkan tidak tahu harus bagaimana. Bahkan ia tidak tahu caranya menangis. Ia hanya menahan dadanya yang terasa sesak dengan perasaan hampa.
Lalu saat itu, sosok gadis kecil mendekatinya. Ia mengulurkan tangannya. Dan dengan dingin berkata, "Jangan ditahan. Jika itu berat, menangislah."
Gadis itu tampak terlalu dewasa untuk umurnya. Berbeda dengan sikapnya yang dingin, nyatanya tangan yang meraihnya begitu hangat. Gadis itu berada di sisinya, menemaninya tanpa kata-kata. Tidak ada ucapan bela sungkawa atau basa-basi yang tidak penting. Hanya duduk di sebelahnya dan menemaninya sampai akhir.
Sejak awal, itu selalu kamu, Yoon Sohyun. Matahariku. Dan aku adalah bunga matahari kecil yang akan selalu mengikuti kemana pun sinarmu pergi.

***

Another Boys Before Flower (Slow up Date)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن