19. Perdebatan dan Pak Polisi yang sakit kepala

122 31 28
                                    

Sohyun menghela nafas lelah. "Hei, kenapa aku selalu sial saat bersama kalian?"
Jika di tempat itu hanya ada Sohyun dan Taehyung, jelas dirinya akan berkata demikian. Namun berhubung kali ini ada Kaisar juga, dirinya hanya bisa memendam kekesalannya.
Saat ini mereka sedang berada di kantor polisi dengan kondisi babak belur. Mereka duduk berdesak-desakan sembari menghadap seorang polisi yang sedang mengurut dahinya. Ada helaan panjang sebelum akhirnya menatap Taehyung dan kawan-kawannya.
"Kalian lagi?" ucap polisi itu lelah. "Dan dia ini siapa? Kawan baru kalian?"
Polisi itu menunjuk ke wajah Taehyung dan kedua temannya, lalu ke Sohyun dan Taeyong.
"Kalian... Aish!" Polisi itu mengumpat, kehilangan kesabaran. "Hei, apa kalian tidak muak selalu berkunjung kemari? Karena jujur saja, aku merasa muak melihat kalian."
"Tidak. Aku malah sangat merindukanmu, paman!" balas Jungkook.
"Aish, hentikan itu! Kau membuatku mual!" Polisi itu menggelengkan kepala, tampak frustasi. "Jadi kenapa kalian berkelahi?"
Polisi itu akhirnya menggerakan tubuhnya ke depan, lalu fokus pada komputer di hadapannya untuk mengetik keterangan.
"Karena dia mengejekku," balas Taehyung dan Taeyong bersamaan.
"Aish, kalian, darah muda! Itu hanya ejekan, mengapa harus sampai berkelahi?!" Polisi itu semakin frustasi.
Bersamaan dengan itu, seseorang yang Sohyun ketahui sebagai sopir Taeyong serta seorang pria muda berhambur ke arah mereka.
"Tuan muda!" teriak sopir itu dramatis.
"Aish, bertambah lagi. Mengapa anak-anak orang kaya selalu membuat masalah di sini?" Pak polisi itu sepertinya semakin depresi.
"Selamat siang, tuan. Aku yang akan menjadi perwakilan bagi Tuan Muda Lee. Mari kita bicarakan ini," ucap pria muda itu sembari mengulurkan tanda pengenal.
"Lee?" Polisi itu menelengkan kepalanya. "Maksudmu Tuan Lee yang itu?"
Pria muda itu menganggukan kepala yakin. "Ya."
"Haish, merepotkan saja." Polisi itu menggerutu tidak senang. "Dan kau... Tch, Tuan Kim sudah mengatakan padaku untuk membiarkanmu terkurung barang sehari dua hari."
"Hei, paman... Aku kira kita sudah berteman cukup lama!" bujuk Macan Putih.
"Hentikan itu! Jangan menggangguku!" Polisi itu akhirnya jengah karena terus diganggu oleh anak-anak ingusan itu. "Dan kau?"
Polisi itu tiba-tiba menatap Sohyun. Sohyun sedikit gugup.
"Jangan bilang kau penyebab mereka berkelahi?!" duga polisi itu karena lelah.
"Bukan! Aku tidak menyebabkan itu! Mereka sudah bilang apa penyebabnya. Aku hanya orang tidak beruntung terlibat dengan mereka!" balas Sohyun tidak terima. "Aku bahkan tidak tahu apa-apa!"
Sohyun berdiri dengan menggebrak meja.
"Shhh, shhh, baiklah, baiklah aku mengerti. Haish, generasi-generasi muda ini. Apa mereka tidak tidak diajari sopan santun?"
Selama beberapa saat, pria itu menanyakan beberapa pertanyaan pada mereka bergantian. Ya, meski tentu saja ada kendalanya. Polisi itu sudah pusing tujuh keliling berhadapan dengan anak-anak itu. Rasanya bicara dengan binatang jauh lebih mudah daripada bicara dengan anak-anak itu. Di sisi lain, sosok yang mengaku sebagai pendamping tidak banyak membantu.
"Untuk Nona Yoon dan Tuan muda Lee, kalian sudah boleh pulang. Dan kau, anak-anak tengik, kalian tetap di sini sampai penjamin kalian tiba," tegas polisi itu memberi keputusan.
"Haish, pria tua ini terlalu kaku!" balas Taehyung.
"Hei, katakan padaku sekali lagi!" Polisi itu menjitak kepala Taehyung.
Melihat bagaimana interaksi Taehyung dengan pria itu, mereka tampaknya sangat dekat.
"Aw, aw, sakit," rintih Taehyung.
"Tidak usah dramatis. Kau bahkan bisa menumbangkan preman gang sebelah."
"Paman, aku sedang terluka. Kau tidak lihat?!"
Polisi itu mendengus. Saat Taehyumg memperlihatkan luka di wajahnya, Sohyun tanpa sadar meraih ke dalam saku roknya. Ia mengeluarkan sebuah plester. Sohyun memandang plester itu, kemudian mengulurkannya pada Taehyung.
"Pakai kalau butuh!" ucap Sohyun tidak bersahabat, sembari mendorong plester itu ke dada Taehyung.
Semua perhatian terarah pada mereka. Tapi tampaknya keduanya tidak menyadari itu. Mereka menjadi penasaran seperti apa hubungan mereka berdua. Mereka jelas tidak menunjukkan interaksi seperti seorang pasangan, namun entah kenapa memiliki sebuah ikatan yang sulit dijelaskan.
"Kalau tidak butuh, ya sudah," ucap Sohyun ketus.
Taehyung tersenyum dan mengambil alih plester itu.
"Tidak bisakah kau tidak terluka sekali saja?" ucap Sohyun jengkel.
Sohyun ingin menceramahi Taehyung. Namun ia tidak bisa melakukannya karena Lee Taeyong sudah memanggilnya. Setelah mendengus kesal, Sohyun akhirnya meninggalkan Taehyung serta teman-temannya. Taehyung menatap punggung Sohyun yang terlihat kecil.
"Aku sangat iri. Kau bilang kau tidak ada hubungan dengannya. Tapi kalian sepertinya sangat dekat," ucap Jungkook.
"Tch, pengkhianat!" Satu temannya lagi berteriak tidak terima.
Taehyung masa bodoh. Ia menatap plester di tangannya. Plester itu penuh dengan gambar-gambar lucu. Orang lain pasti bakal berpikir dua kali untuk mengenakan plester kekanakan itu. Namun Taehyung cuek. Ia tetap memakainya.
"Aku harap seseorang memberiku plester juga saat aku terluka," ucap Jungkook.
"Bagaimana dengan yang itu?"
"Siapa?"
"Teman yang biasa bersama Yoon Sohyun! Jung Areum atau siapalah itu."
"Tch, gadis itu? Dia selalu menemui Kak Namjoon! Sangat menyebalkan!"
"Kau cemburu?!"
"Tidak!"
Taehyung tidak memperdulikan kedua temannya yang sudah berdebat. Taehyung hanya tersenyum tipis. Namun tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh cowok itu. Tangannya menyentuh plester yang tertempel di sudut bibirnya serta pangkal hidungnya yang luka. Tanpa sadar, ia tersenyum lembut. Terlalu lembut untuk seseorang yang kasar seperti dirinya.

***

"Apa hubunganmu dengan bajingan itu?"
"Huh? Bajingan?" Perlu beberapa saat bagi Sohyun untuk mencerna maksud dari Taeyong. "Ah, maksudmu Labu busuk? Ah, tidak lagi. Rambutnya sudah hitam lagi."
"Ya."
"Kita... cuma kenal?" Sohyun menjawab dengan takut-takut.
"Sejak kapan?"
"Sejak kapan?" Sohyun kebingungan.
Ada apa dengan anak ini sebenarnya?
"Sudah lama... "
Taeyong mengulurkan tangan pada Sohyun. Secara reflek, Sohyun merapatkan tubuhnya ke pintu mobil. Ia menatap sopir serta pengacara pribadi Taeyong yang tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Taeyong menghela nafas panjang. Ia menggerakan jarinya. Sohyun menatap Taeyong aneh.
"Apa?" tanya Sohyun ketus tanpa bisa ia cegah.
"Kau tidak bisa lihat aku sedang terluka?" Taeyong menoleh pada Sohyun dengan tatapan serius.
"Aku melihatnya," balas Sohyun. "Lalu kenapa?"
Taeyong menghela nafas lagi dan lagi. Bicara dengan Yoon Sohyun benar-benar menguras kesabarannya.
"Berikan aku plester juga," ucap Taeyong dengan alis menukik tajam, menunjukkan bahwa ia merasa kesal.
"Tidak ada," balas Sohyun cepat.
"Apa?"
"Bukankah kau lihat sendiri, aku memberikan plesternya pada si labu busuk, hah?!" Entah tersambar setan mana, Sohyun tanpa sadar membalas ucapan Taeyong dengan kesal.
Kepura-puraannya luntur sudah. Kejadian hari ini sudah membuat Sohyun kehabisan tenaga. Ia sudah lelah berakting sebagai pemuja Royal.
"Lalu kenapa kau memberikan itu padanya, bukan padaku?"
"Tentu saja karena dia terluka!"
"Tapi aku juga terluka!"
"Kau itu kaya! Kau punya dokter pribadi yang bakal langsung datang kalau kau butuh! Atau menyiapkan ruangan di rumah sakit merawatmu!" Tanpa sadar, Sohyun berteriak kepada Taeyong.
Omo, aku kelepasan, pikir Sohyun.
Keduanya saling melotot satu sama lain. Taeyong terkejut karena untuk pertama kalinya, Sohyun berteriak padanya. Sedangkan di sisi lain, Sohyun terkejut karena ia tidak tidak menyangka bahwa ia akan meninggikan suaranya pada cowok ini. Selama beberapa saat, keduanya saling bertatapan dengan tatapan tidak percaya.

***

Another Boys Before Flower (Slow up Date)Where stories live. Discover now