7. Upik Abu dan Kepala Labu

155 41 25
                                    

Q : Kau menjadi peran utama dalam legenda baru. Menurutmu, bagaimana?

A : Bisakah aku kembali menjadi figuran saja? Aku mohon. Tidak! Aku memaksa!

***

Pada saat Sohyun bangun keesokan harinya, ia melihat langit-langit seperti berputar. Matahari sudah tinggi, meninggalkan secercah cahaya masuk ke dalam kamarnya melalui jendela yang tertiup angin. Saat hendak bangun, bibi Im menahannya. Sohyun yang memang sudah tidak memiliki tenaga hanya pasrah dan kembali merebahkan tubuh di kasur. Kepalanya berdentum-dentum menyakitkan dan ia merasa bahwa udara di sekitarnya begitu panas. Padahal kamarnya memakai AC.

Bibi Im membenahi selimut serta kompres yang sudah miring. Wajahnya tidak begitu baik, padahal Sohyun yang sakit. Kantung mata bibi Im hitam, menandakan bahwa ia kurang tidur. Gurat lelah membuat kerutan di wajah wanita itu bertambah. Sohyun menjadi merasa bersalah. Apalagi Bibi Im sudah ia anggap selayaknya ibu sendiri.

"Bibi, beristirahatlah," ucap Sohyun pelan.

Bibi Im menggeleng. "Tidak."

"Tidak apa-apa. Aku sudah lebih baik."

Bibi Im menggeleng lagi. "Tidak, tidak, tidak. Ini tanggung jawab bibi. Apalagi aku sudah berjanji kepada mamamu."

Sohyun tidak bisa berkata-kata lagi jika ini sudah menyangkut ibunya. Kesetiaan bibi Im kepada ibunya memang tidak perlu ditawar. Apabila ini adalah zaman Joseon, Sohyun yakin sekali bahwa wanita ini tidak ragu untuk menggantikan tuannya mati.

Mendadak Sohyun menjadi melankolis. Diam-diam dirinya merasa iri kepada ibunya karena memiliki orang-orang yang setia. Bahkan meski dirinya sudah tidak ada di dunia ini. Dan juga.... Orang itu yang bahkan tidak mau menoleh kepadanya. Melihat perubahan ekspresi Sohyun, Bibi Im menjadi tidak enak hati.

"Bagaimana keadaan nona?" Bibi Im mencoba mengalihkan percakapan.

"Lebih baik." Sohyun asal menjawab.

Dirinya bahkan tidak tahu apakah dirinya jauh lebih baik dari kemarin atau tidak. Kepalanya begitu berat dan isi kepalanya berantakan. Dia tidak mampu memikirkan apa pun dengan cara yang baik.

"Sebenarnya apa yang terjadi di sekolah? Kenapa Nona bisa sampai sakit begini?" tanya Bibi Im khawatir.

Sohyun tidak tahu harus menjawab apa.

"Tidak ada apa-apa," jawab Sohyun pada akhirnya.

"Tapi dokter bilang nona kelelahan."

"Sungguh, aku baik-baik saja. Mungkin aku kelelahan karena persiapan ujian."

Bibi Im memicingkan mata, curiga. "Benar karena persiapan ujian? Nona bahkan dulu jauh lebih sibuk dari sekarang dan nona baik-baik saja."

"Jangan khawatir, Bibi Im. Aku baik-baik saja." Sohyun mencoba menenangkan Bibi Im. "Aku ngantuk. Aku mau tidur lagi."

Sohyun memejamkan matanya. Rasanya untuk sekedar membuka mata, Sohyun memerlukan seluruh tenaganya. Pada akhirnya dalam waktu singkat, Sohyun terlelap. Dalam tidurnya yang tidak nyaman, Sohyun kembali memimpikan anak laki-laki itu. Anak laki-laki yang seperti matahari, berisik, konyol dan banyak teman itu. Sohyun mencoba mengingat-ingat nama anak laki-laki itu.

Entah sudah berapa lama dirinya tertidur. Dalam keadaan sadar dan tidak sadar, dia melihat bayangan seorang cowok yang tidak asing. Sosok anak laki-laki di dalam mimpinya pun berubah menjadi sosok dewasa yang samar. Kemudian dia merasakan seseorang menyentuh dahinya yang seperti terbakar, memberikan rasa dingin yang nyaman.

"Lee... Tae..." igaunya.

***

Entah kenapa hari ini Taehyung seperti tidak tenang. Pikirannya dipenuhi oleh wajah tidak berdaya Sohyun yang menyebalkan. Taehyung mengacak rambutnya, kesal. Pada akhirnya dirinya bangkit dan meraih tas sekolahnya.

Another Boys Before Flower (Slow up Date)Where stories live. Discover now