21. Mawar Hitam dan Dingin yang tiada akhir

73 24 16
                                    

Sejak kecil, Taeyong dianggap sempurna. Dia adalah pewaris yang sempurna. Terlalu sempurna hingga tidak ada yang menyadari retakan pada dirinya. Bahkan mungkin Taeyong juga tidak menyadarinya. Sampai akhirnya seorang wanita asing muncul bersama anak laki-laki yang bersembunyi di balik tubuhnya.
"Mulai sekarang, kau harus menghormatinya seperti kau menghormati ibumu," ucap ayahnya dingin.
Waktu itu Taeyong tidak mengerti apa maksudnya. Tapi dia adalah seorang pewaris yang sempurna. Jadi ia berusaha sesopan mungkin pada wanita itu.
"Halo. Nama saya Lee Taeyong." Taeyong kecil membungkukkan badannya 90 derajat, tanda penghormatan.
Tingkah lakunya sempurna tanpa cela. Tapi wanita itu tidak banyak bicara. Tidak ada respon yang berarti. Matanya tidak bercahaya. Hanya rasa lelah dan mati.
"Taeri... " Itu adalah pertama kalinya ia mendengar suara hangat ayahnya dan itu bukan untuk dirinya atau pun untuk ibunya.
Itu untuk wanita asing yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Tapi wanita itu tidak membalas panggilan ayahnya.
"Jangan khawatir. Aku akan selalu berada di sampingmu." Ayahnya tidak pernah mengucapkan kalimat romantis seperti itu pada ibunya.
Lagi-lagi wanita itu tidak membalas. Tidak ada kehidupan di matanya. Bahkan saat ayahnya menggenggam tangannya dengan erat, wanita itu tidak bereaksi. Bahkan berusaha menghindar. Tapi ayahnya lebih cepat menangkap tangan wanita itu dan menggenggamnya.
"Siapa dia?" Momen itu terinterupsi oleh suara wanita lain yang tidak asing, ibunya.
Itu pertama kalinya ia melihat wajah ibunya begitu keras.
"Apa-apaan ini? Sekarang kau berani membawa wanita lain pulang ke rumah?! Dan si jalang ini..." Seperti sedang kerasukan, ibunya berlari dan menerjang wanita itu.
Bahkan saat ibunya menjambak rambutnya, wanita itu tidak banyak reaksi. Justru pekikan terdengar dari anak laki-laki yang terus tersembunyi di belakang ibunya. Ibunya meraung, mencoba mencakar wanita itu. Tapi ayahnya justru menahan ibunya dan mendorongnya menjauh dari wanita itu. Ayahnya melindungi wanita asing itu. Padahal ayahnya tidak pernah melindungi ibunya.
"Lee Sun Kyun!" Bahkan hanya dari suara ibunya, ia bisa merasakan kemarahan yang begitu besar. "Kau membela wanita ini? Kau tidak pernah membelaku dan melindungiku dan sekarang kau melindungi si jalang ini! Apa kau tidak punya malu?"
"Bukankah kau yang seharusnya malu? Kau cuma rubah licik yang melakukan berbagai cara untuk merangkak ke tempat tidurku!" Balasan itu sama merendahkannya.
Pada saat itu, ia mengingat tubuh ibunya bergetar hebat. Taeyong tidak terlalu ingat apa yang terjadi selanjutnya. Ia hanya ingat ayahnya meminta pelayan untuk mengantar wanita itu dan anak laki-lakinya meninggalkan ruangan itu. Lalu ayah dan ibunya bertengkar hebat.
Ibunya mengamuk dan membanting benda-benda yang bisa dijangkaunya. Sedangkan ayahnya membalas dengan penghinaan. Malam itu adalah malam yang kacau. Taeyong nyaris saja terkena lemparan vas bunga andai seorang pelayan tidak melindunginya. Lalu tanpa kata, Pelayan itu diam-diam menggendong Taeyong ke kamarnya. Hal terakhir yang ia lihat adalah ayahnya yang menampar ibunya. Sebuah penolakan yang tegas dan nyata.

***

Taeyong terbangun dengan nafas tersengal. Ia memandang langit-langit yang tidak asing. Kanopi kayu jati kualitas terbaik serta tirai hitam yang mewah berkibar di tengah malam. Itu adalah mimpi yang buruk.
Taeyong bangkit dengan kepala pusing. Taeyong berdecak kesal. Ia bangkit mendekati sofa, duduk dan meraih air mineral yang tersedia di meja. Ia meneguk air mineral itu dengan rakus hingga tersisa setengah. Lalu dengan kasar melemparkan botol air mineral ke meja. Ia meremas kepalanya dengan frustasi dan merebahkan kepalanya ke sofa.
"Kau... benar-benar mirip Tuan Lee." Ucapan Taehyung tergiang di telinganya.
"Aku tidak mirip dengannya," tolaknya pelan.
Dia membenci jika orang lain mengatakan bahwa ia mirip ayahnya. Sampai kapan pun, dia tidak akan menjadi seperti ayahnya. Tapi bagaimana jika ia benar-benar menjadi seperti ayahnya?
Ia teringat sosok Sohyun yang aneh, pengecut dan selalu bersembunyi di balik senyum konyolnya. Dan juga mata bulat yang seolah menarik siapa pun untuk mencari tahu isi kepalanya. Ia ingin memadamkan kilauan di mata Sohyun. Hingga matanya menjadi seperti mata wanita itu.
"Ahaha." Taeyong tertawa seperti maniak.
Sepertinya ia benar-benar mulai gila akhir-akhir ini. Pikiran-pikiran buruk selalu muncul. Dan Taeyong meremas rambutnya lebih keras.

***

Sohyun memutuskan untuk berangkat pagi-pagi hari ini. Ia tidak ingin bertemu Royal maupun Macan Putih. Tapi itu sepertinya adalah waktu yang tidak tepat. Karena saat melewati kelas Choi Yena, ia melihat dua orang gadis keluar dari kelas sambil tertawa-tawa dan mengecek Choi Yena.
"Berani-beraninya Choi Yena mendekati Royal?! Dasar tidak tahu malu!" ucap salah satu dari mereka.
"Itu adalah harga karena dia sudah tidak tahu diri!" timpal yang lain.
Kemudian keduanya tertawa cekikikan dan berlari menjauh dari kelas itu dengan cepat. Sohyun menghentikan langkah dengan tertegun. Perasaannya bergejolak.
"Jangan ikut campur, jangan ikut campur!" Sohyun mencoba untuk menahan diri.
Sohyun memaksa kakinya untuk kembali melangkah. Namun baru beberapa langkah, ia berbalik dan memasuki kelas Choi Yena. Ia melihat meja satu persatu dan menemukan bangku paling pojok yang penuh coretan. Berbagai kata yang buruk, umpatan, serta kata-kata senonoh tertumpah di sana.
Melihat itu, Sohyun seolah melihat dirinya sendiri. Dulu, dia pernah duduk di bangku yang penuh dengan kata-kata tidak patut. Mungkin itulah yang menyebabkan hatinya tergerak untuk memeriksanya. Sohyun menatap bangku itu dengan perasaan datar.
Nyaris saja ia melamun. Namun Sohyun dengan cepat menepuk pipinya untuk menyadarkan diri. Lalu ia mengambil alat kebersihan yang tersimpan di lemari di pojok ruangan. Kemudian Sohyun mencoba membersihkan coretan-coretan itu sebisanya.
Sohyun menggosok permukaan meja dengan sekuat tenaga sampai tangannya memerah. Matanya terasa panas. Ia ingin menangis. Tapi air mata bahkan tidak mau keluar sama sekali.
"Bodoh. Apa yang sedang kau lakukan ini?!" gumam Sohyun kepada dirinya sendiri.
Tapi Sohyun tetap tidak berhenti. Ia tetap menggosok permukaan meja itu dengan wajah keras.
"Apa yang sedang kau lakukan?!"
Mendengar suara itu, Sohyun menghentikan gerakannya dan secara reflek melihat ke asal suara. Sosok yang tidak asing berdiri di pintu kelas. Lalu sosok itu berjalan mendekat. Karena tidak kunjung mendapat jawaban, sosok itu memegang kedua pipi Sohyun dengan satu tangan dan menekannya. Sosok itu tersenyum miring.
"Apa yang kau lakukan?!" Diperlakukan seperti itu, Sohyun tidak terima dan menarik lengan cowok itu agar melepaskan wajahnya.
"Hei, aku yang bertanya lebih dulu! Apa yang sedang kau lakukan di sini?!" Cowok itu melepaskan wajah Sohyun.
Sohyun menghela nafas panjang. "Bukan urusanmu!"
"Tch, ketus sekali. Tapi itu yang membuatmu menarik."
Sohyun memandang sosok itu dengan raut jijik. "Mau mati?"
Mendengar ancaman Sohyun, sosok itu justru tertawa. Sohyun memutar bola matanya jengah, lalu melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Cowok itu melongok dari belakang tubuh Sohyun.
"Apa itu? Apa ini semacam perundungan? Kekanakan sekali."
Karena sosok itu melongokan kepala melalui pundak Sohyun, nafasnya menyapu leher Sohyun saat cowok itu bicara. Pipi gadis itu memerah. Dengan tidak nyaman, Sohyun menggeser tubuhnya.
"Mengapa kau bicara begitu dekat denganku?!" ucap Sohyun sembari menyentuh lehernya yang geli.
Tapi cowok itu justru menatapnya dengan bingung. Perlu beberapa saat baginya untuk mencerna apa yang terjadi. Lalu kemudian senyum jail yang khas muncul di bibirnya.
"Hmmm, apakah aku membuatmu gugup, apa jantungmu berdetak kencang?" godanya.
Tapi Sohyun membalas dengan pandangan jijik. Sohyun berdecak lalu kembali menggosok meja. Ia berpikir untuk menganggap cowok itu adalah makhluk tak kasat mata.
"Tch, kau tidak bisa diajak bercanda." Karena tidak ada tanggapan, cowok itu menggembungkan pipi dan merajuk seperti anak kecil.
Tapi Sohyun tetap mengabaikannya. Tiba-tiba saja cowok itu merebut kain lap di tangan Sohyun.
"Kim Taehyung!" Sohyun menatap cowok itu sambil berkacak pinggang.
"Aku akan membantumu!" ucap cowok itu cuek lalu melanjutkan pekerjaan Sohyun menggosok meja dengan bersemangat.
Sohyun menghembuskan nafas panjang. "Terserah kau sajalah."
Sohyun mengambil kain lap baru. Lalu keduanya sibuk menggosok meja. Sohyun melirik cowok itu. Ah, dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara menghadapi cowok ini. Tapi diam-diam dia tersenyum lembut.
Cowok aneh yang kelakuannya kadang random dan di luar nalar, komentarnya dalam hati.

***

Another Boys Before Flower (Slow up Date)Where stories live. Discover now