"Apa tujuanmu menemui ku?" tanya Ishvara sambil meletakkan segelas air hangat tersebut di atas meja.
"Apa perlu alasan untuk menemui mu?"
Pandangan keduanya terkunci beberapa saat. Hingga pada akhirnya Ishvara kembali memutus kontak mata mereka untuk kesekian kalinya.
Pria itu kini meneguk segelas air hangat yang diberikan Ishvara padanya. Manis, adalah hal pertama yang ia rasakan ketika air itu menyentuh bibir dan ujung lidahnya.
"Aku ingin beristirahat dan sedang tidak ingin menerima tamu. Kau bisa datang lain kali."
Mata Kave kini menatap Ishvara dari atas hingga bawah. Tampaknya benar bahwa wanita itu sedang tidak siap untuk menerima tamu. Ujung rambut Ishvara masih setengah basah. Belum lagi wanita itu hanya mengenakan gaun tidur selutut yang dipadukan dengan kain agar pundaknya tidak terlihat.
Keduanya masih diam. Tak ada satupun yang memulai kembali pembicaraan. Suara hujan yang terdengar melalui balkon bahkan tampak lebih nyaring mengisi kekosongan mereka.
"Vara."
Ishvara kini mengangkat kepala menatap pria di depannya. Ketika mendengar namanya disebut. Matanya menelisik fitur wajah milik Kave. Tampak wajah pria itu terlihat sedikit pucat daripada sebelumnya.
"Apa Iris mengetahui kondisimu?" tanya Ishvara terlebih dahulu sebelum pria di depannya kembali membuka mulut.
"Tidak."
Hanya jawaban singkat yang Ishvara dengar. Kave sepertinya tidak ingin berbicara panjang lebar.
Wanita itu menghembuskan napasnya. Mendengar jawaban sang lawan bicara. Bagaimana mungkin seorang pria dewasa tidak bisa menjaga kesehatan dirinya sendiri.
Kave hanya diam menahan denyutan di kepalanya ketika Ishvara sibuk berbicara panjang lebar. Benar akhir-akhir ini waktu istirahatnya cukup terganggu. Selain jadwal makannya yang selalu terlambat dan tidak teratur. Dia juga tak punya cukup waktu untuk olahraga beberapa minggu ini. Hingga batas tubuhnya benar-benar berakhir.
"Vara, duduk dan mari bicara."
Ishvara yang sejak tadi berdiri cukup jauh dari sofa kini terlihat menurunkan tangannya yang semula menyilang di depan dada.
Hanya ada satu sofa di apartemen kecilnya. Ukurannya pun tidak terlalu besar dan hanya bisa di tempati oleh tiga orang.
Tampak Ishvara masih setia berdiri di posisinya. Sampai pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk duduk di samping Kave. Namun dengan sengaja memberi jarak di antara dirinya dan juga pria di sampingnya.
Tubuh Ishvara terasa kaku ketika ia duduk tepat di samping pria tersebut.
Kave yang melihat itu hanya menatap Ishvara menyembunyikan ekspresinya. Baginya ini adalah tontonan menarik. Sejak beberapa hari yang lalu. Ishvara selalu saja mencari celah agar tak bisa dekat dengannya. Belum lagi pekerjaan yang menuntut mereka membuat keduanya tak memiliki waktu.
"Katakan." Wanita itu berucap dengan masih memasang wajah angkuhnya.
"Apa kau sungguh ingin tau bagaimana aku mendapatkan luka ini?" tanya Kave tiba-tiba yang sontak membuat Ishvara menoleh ke arahnya sejenak.
Mungkinkah yang dimaksud adalah luka di punggung? Ishvara terdiam lalu kembali menatap ke depan dan menyandarkan punggungnya di sofa.
Ishvara hanya berdeham ringan tanda bahwa ia memang penasaran namun enggan untuk mengakui. Mungkin saja Kave memang berniat menjelaskan mengingat Ishvara seakan memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai luka tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Duke and Duchess
General FictionHidupnya terasa berubah dalam semalam. Ishvara terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya tengah berada di tubuh Ishvara Berenice. Yaitu tokoh utama wanita yang bukunya sempat dia baca di kehidupan sebelumnya. Kini dia harus membiasakan diri deng...